BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Artritis
reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat
banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata
laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis
reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada
wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial (
HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis
reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui.
Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi
terhadap penyakit.
I.2 Tujuan
1.2.1.
Tujuan Umum
Untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit Artritis Reumatoid, dan sebagai bahan
literatur bagi mahasiswa keperawatan.
1.2.2.
Tujuan Khusus
Untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dan mahasiswa keperawatan
dalam :
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala
Artritis Reumatoid.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada penderita Artritis Reumatoid.
3. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi
pada penderita Artritis.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
Artritis
Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial
yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
(
Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis
Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai
membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
(
Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis
rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama
poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
(
Arif Mansjour. 2001 )
2.2. INSIDEN
AR
terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40
tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada
pria.
2.3. ETIOLOGI
AR
adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentang
setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor
pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi
atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal
terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil
mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk
antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi
ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR
menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi
jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit
autoimun.
2.4.
PATOFISIOLOGI
Faktor
genetik, infeksi
Sasaran
primer Sinovium
Sinovitis
Proliferatif
Pelepasan
kolagenesa & produksi lisozim o/
fagosit Pembengkakan, kekakuan
pergelangan tangan & sendi jari tangan
Erosi
sendi & periartikularis
P’katan tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum
Kista dan kolaps sendi Sublaksasi sendi MCP &
p’kembangan penyimpangan ulna klasik sering timbul
Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa b’kembang dlm sendi IP ibu jari
tangan, sendi PIP jr tgn, sendi MCP
& IP jr tgn
Tenosinovitis, jari tng pelatuk, rupture tendo & sindroma terowongan
kaspal lazim di temukan
2.5.
MANIFESTASI KLINIS
Ditetapkan
dengan tahapan dan keparahan penyakit.
Nyeri
sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis
yang klasik.
Palpitasi
persendian menunjukan jaringan spon atau boggi.
Seringkali
dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami pembengkakan.
Pola karakteristik dari persendian yang
terkena
Mulai
pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara
progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki,
tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan
biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian
dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung
selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi
tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
Demam,
penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena
Raynaud.
Nodulus
rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada
jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
2.6. EVALUASI DIAGNOSIS
Beberapa
faktor yang menujang diagnosa AR: nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan
laboraturium.
Faktor
reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80% pada darah pasien.
jumlah
sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun.
2.7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan
umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi pada
setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
Keadaan
umum – komplikasi steroid, berat badan.
Tangan
– meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
Lengan
– siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
Wajah.
Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia
perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus.
Kelenjar parotis membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis,
ulkus ), suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis
rematoid tidak menyebabkan iritasi.
Leher
– adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
Toraks.
Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan
mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma
Caplan ).
Abdomen
– adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
Panggul
dan lutut.
Tungkai
bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati,
mononeuritis multipleks dan tanda –
tanda kompresi medulla spinalis.
Kaki.
Urinalisis
untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya
darah.
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk
menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
Tes
serologik
(a)
faktor rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor
rematoid yang positif jika terdapat nodul atasindroma
Sjogren
(b) Antibodi antinukleus (AAN)-
hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
2.
Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang
dapat di te
mukan adalah:
(a) pembekakan jaringan lunak;
(b) penympitan rongga sendi;
(c) erosi sendi;
(d) osteoporosis juksta artikuler;
Untuk menilai aktivitas penyakit:
1. Erosi progresif pada foto sinar X serial.
2. LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari
LED yang meningkat pada artritis reumatoid meliputi :
(a) penyakit aktif ;
(b) amiloidosis ;
(c) infeksi ;
(d) sindroma Sjorgen ;
3. Anemia – berat ringannya anemia
normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4. Titer factor rematoid – makin tinggi
titernya makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait
dengan aktifitas artritis.
2.9. KOMPLIKASI
Kelainan
sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS)
atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs,
DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid.
Komlikasi
saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara
akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis.
2.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan
dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan
latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
AR
dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat
– obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau
sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri hebat.
AR
sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
AR
persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
AR
tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti metotreksat,
siklosfosfamid, dan azatioprin.
Pasien
AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga
membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi
kebiasaan makan dan makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi
napsu makan dan menyebabkan penambahan berat badan ).
2.11. PROGNOSIS
Perjalanan
penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien
untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien artritis
reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya
meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid.
Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal
ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang
buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi
ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi
secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2
tahun pertama.
BAB
III
PROSES
KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Kaji
citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan
apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku
pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
Kaji
sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
Kaji
persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak
, dan kemerahan pada sendi yang terkena.
Kaji
mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
Fokuskan
pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
Kaji
kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
Kumpulan
informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping,
penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri
yang berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
Kerusakan
immobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
Gangguan
konsep diri yang berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari
penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.
3.3. INTERVENSI
DX I
:
Kaji
tingkat nyeri
Ajarkan
dan lakukan teknik – teknik penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka
pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan dingin, istirahat, dan
analgesik ).
Ajarkan
tentang penatalaksaan nyeri jangka panjang ( misal penggunaan obat – obat
antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi,
dan teknik – teknik relaksasi ).
Berikan
tindakan yang menghasilkan rasa nyaman ketika memberikan perawatan.
Buat
pengharapan yang realitis sehingga pasien dan orang terdekat mengenali bahwa
nyeri dapat dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.
DX II :
Hilangkan
nyeri menetap dan kekakuan pada pagi hari untuk meningkatkan kemampuan
mobilitas dan perawatan diri pasien.
Bantu
dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak aktif setelah tindakan kompres
panas.
Kembangkan
dan ajarkan rencana program latihan setiap hari
Observasi
toleransi pasien terhadap program latihan.
Dorong
aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
Pertahankan
periode istirahat terencana.
Pertahankan
lingkungan yang aman.
DX
III :
Coba
untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.
Beri
semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat
mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang berhubungan dengan
penyakit.
Beri
dorongan pada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap program penatalaksanaan
sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih positif.
Anjurkan
mengungkapkan rasa takut dan ansietes terhadap proses penyakit.
Bantu
pasien dalam memilih keterampilan.
Terima
perubahan prilaku: menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
Bersikap
suportif tetapi tegas dalam menyusun tujuan.
Tingkatkan
perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan perawatan.
Dorong
kemandirian dan berikan penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
Modivikasi
lingkungan dan sediakan waktu untuk pasien mencapai tujuan.
Diskusikan
perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.
ConversionConversion EmoticonEmoticon