BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang unik dan komplek karena ia
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta
fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Disamping melaksanakan
fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi
pelayanan kesehatan dan penelitian (Boekit wetan 1997).
Pelayanan yang bermutu merupakan
salah satu faktor penunjang kepuasan konsumen, atau dalam hal ini adalah pasien
lebih mudah menilai baik buruknya mutu pelayanan rumah sakit melalui pelayanan
para perawatnya (Ellis,1995). Sebagai profesi yang turut serta mengusahakan
tercapainya kesejahteraan fisik material dan mental spiritual untuk makhluk
insani di Indonesia, maka kehidupan profesi perawat selalu berpedoman kepada
sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan perawat.
Ciri-ciri profesi perawat adalah berorientasi pada pelayanan masyarakat,
pelayanan keperawatan yang diberikan berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan
memiliki kode etik.
Rumah Sakit Siti Khodijah mempunyai jumlah perawat 120 orang terdiri atas
37 orang yang sudah bekerja di atas 15 tahun, 25 orang bekerja antara 10-15
tahun, 41 orang bekerja 5-10 tahun dan sisanya 17 orang dibawah 5 tahun. Karena
selama bekerja lebih dari 10 tahun penulis belum pernah mendapatkan
motivasi untuk berprestasi hanya motivasi untuk bekerja dan sebagian besar
perawat hanya menjalankan tugas sehari-hari yaitu merawat pasien dengan
berbagai shif jaga sehingga peningkatan pada prestasi kurang di
harapkan jika motivasi berprestasi ditingkatkan maka rumah sakit akan
memberikan semacam hadiah (reward). Bagi perawat yang mempunya prestasi yang
tinggi pada instansi khususnya Rumah Sakit Siti Khodijah tempat mereka bekerja.
Perawat dituntut untuk bekerja dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada klien (individu, keluarga dan masyarakat) salah satu faktor yang
menunjang perawat untuk bekerja dengan sebaik-baiknya yaitu kepuasan kerja
artinya jika perawat puas terhadap perlakuan organisasi (Rumah Sakit) maka
mereka akan bekerja penuh semangat dan bertanggung jawab.
Kepuasan kerja (Job Satisfuction) perawat merupakan sasaran penting dalam
manajemen sumber daya manusia karena secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi produktifitas kerja. Suatu gejala yang dapat membuat rusaknya
kondisi organisasi rumah sakit adalah rendahnya kepuasan kerja perawat dimana
timbul gejala seperti kemangkiran malas bekerja, banyaknya keluhan perawat,
rendahnya prestasi kerja, rendahnya kualitas pengajaran, indisipliner perawat
dan gejala negatif lainnya. Sebaliknya kepuasan yang tinggi diinginkan oleh
Kepala rumah sakit karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka
harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi rumah
sakit telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif.
Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara harapan perawat
dengan imbalan yang disesuaikan oleh organisasi. Meningkatkan kepuasan kerja
bagi perawat merupakan hal yang sangat penting, karena menyangkut masalah hasil
kerja perawat yang. merupakan salah satu
langkah atau meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
Beberapa perawat di Rumah Sakit Siti Khodijah menyatakan keluhan tentang
ketidakpuasan dalam bekerja baik itu tentang imbalan yang di terima, kondisi
kerja, penghargaan dari pimpinan, ataupun penghargaan yang lain, tapi belum ada
data yang pasti sampai tingkat mana letak ketidakpuasan perawat Rumah Sakit
Siti Khodijah sehingga kadang berpengaruh juga terhadap pelayanan di Rumah
Sakit. Beberapa perawatpun menjadi menurun kedisiplinannya terhadap kinerja
Kepuasan kerja perawat itu bisa dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya
adalah terbuka dan menekankan pada prestasi, bisa pula kepuasan ditingkatkan
menggunakan faktor motivasi terutama motivasi berprestasi perawat, karena hal
tugas perawat menyangkut dengan keberhasilan pasien yang merupakan keberhasilan
pelayanan kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan tergantung
banyak hal, terutama mutu perawatnya. Dengan demikian jelaslah bahwa
keberhasilan pelayanan kesehatan yang terutama adalah faktor perawat sebagai
tenaga pelayanan kesehatan yang profesional. Salah satu hal yang patut
dipertimbangkan adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas perawat
adalah dengan cara meningkatkan kepuasan kerjanya, sebab dengan kepuasan
perawat yang meningkat maka perawat akan berusaha untuk meningkatkan profesi
dan mutunya dengan demikian diharapkan keberhasilan pelayanan kesehatan akan
tercapai.
Motivasi merupakan komoditi yang sangat diperlukan oleh semua orang
termasuk perawat motivasi diperlukan untuk menjalankan kehidupan, memimpin
sekelompok orang dan mencapai tujuan organisasi motivasi berprestasi bisa
terjadi jika perawat mempunyai kebanggaan akan keberhasilan. Padahal tugas
perawat adalah tugas yang membanggakan dan penuh tantangan, sehingga perawat
seharusnya mempunyai motivasi berprestasi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas,
maka yang menjadi rumusan masalah adalah : “Adakah hubungan antara motivasi
berprestasi dengan kepuasan kerja perawat“.
1.3. Tujuan
Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan kepuasan kerja perawat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Mengidentifikasi motivasi berprestasi
pada perawat
2.
Mengidentifikasi tingkat kepuasan kerja
perawat
3.
Menganalisis hubungan kepuasan kerja
perawat dengan motivasi berprestasi.
1.4. Manfaat
Penelitian
1.4.1. Bagi profesi perawat, sebagai
masukan untuk mengevaluasi kinerjanya baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok sehingga bersama-sama dapat merencanakan langkah yang konkrit untuk
menentukan kepuasan kerja dimasa-masa selanjutnya.
1.4.2. Bagi Instansi Rumah Sakit, sebagai
masukan dalam merancang program yang berkaitan dengan peningkatan motivasi
berprestasi dan kepuasan kerja perawat.
1.4.3. Bagi Peneliti,
sebagai masukan agar lebih meningkatkan prestasi dibidang keperawatan sehingga
mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik dari sebelumnya.
1.4.4. Bagi Iptek, sebagai sumbangan pada
materi motivasi berprestasi dan kepuasan kerja tentang ada tidaknya korelasi
diantara kedua variabel tersebut.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. MOTIVASI
BERPRESTASI
2.1.1. Pengertian Motivasi
Kata motivasi berasal dari kata Latin ”Movere” yang berarti dorongan atau
daya penggerak. Selanjutnya diserap dalam bahasa inggris motivation berarti
pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan.
2.1.2.
Motivasi berprestasi
Hal-hal yang memotivasi seseorang
(Hasibuan, 2001) adalah:
1.
Kebutuhan akan prestasi (need for
achievement=n Ach), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat
bekerja seseorang. Karena itu, n Ach akan mendorong seseorang untuk
mengembangkan kreatifitasi dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang
dimilikinya demi mencapai prestasi kerja maksimal. Karyawan akan antusias untuk
berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang
menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat
memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya
memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Kebutuhan akan afiliasi (Need For
Affiliation = n.Af) menjadi daya menggerak yang akan memotivasi semangat
bekerja seseorang. Oleh karena itu, a Ach ini merangsang gairah bekerja
karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal : kebutuhan akan perasaan
dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of imporance),
kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense pf participation).
Seseorang karena kebutuhan n Af akan memotifasi dan mengembangkan dirinya serta
memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
3.
Kebutuhan akan kekuasaan (Need For
Power = n Pow). Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
karyawan. N Pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta
mengarahkan semua kemampuannya demi kencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan
persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi
bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat.
Perawat sebagai manusia pekerja juga memerlukan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dikembangkan oleh Maslow Herberg. Mc. Clelland
dan Vroom, sebagai sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat
bekerjanya. Namun yang paling penting bagi manusia perawat adalah motivasi yang
paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan.
Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan
bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar (Winardi, 1971). Oleh
karena itu motivasi yang harus dimiliki oleh
seorang perawat adalah motivasi berprestasi karena motivasi ini berkaitan erat
dengan tercapainya tujuan kesehatan.
Setiap tindakan manusia selalu didorong oleh
faktor-faktor tertentu sehingga terjadi tingkah laku atau perbuatan. Faktor
pendorong ini disebut motif (Ninawati 2002). Motivasi adalah sebagai suatu
dorongan yang mendorong individu untuk menampilkan tingkah laku secara
persisten yang diarahkan untuk mencapai tujuan (Rola 2006).
Sedangkan motivasi diri menurut Hidayat (2001)
adalah suatu usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan atas
perbuatan tersebut.
Karyawan mempunyai cadangan energi potensial.
Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan
motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi ini akan
dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh kekuatan motif dan kebutuhan
dasar yang terlibat, harapan keberhasilan, dan nilai insentif yang terlekat pada
tujuan. Mc Clelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi
gairah bekerja yaitu (1) kebutuhan akan prestasi, (2) kebutuhan akan afiliasi,
dan (3) kebutuhan akan kekuatan
(Hasibuan 2001).
Berdasarkan definisi motivasi berprestasi diatas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi ádalah dorongan yang
ada pada individu untuk mengungguli, mendapatkan prestasi yang dihubungkan
dengan seperangkat stándar dan berusaha untuk mendapatkan kesusksesan atas
kegiatan yang dilakukannya.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Berprestasi
Motivasi seseorang di pengaruhi oleh stimull kekuatan instrinsik yang ada
pada diri seseorang/individu yang bersangkutan, stimull eksternal mungkin juga
dapat mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi
indivivu terhadap stimull tersebut. Wahjosumidjo mengatakan ”Motivasi merupakan
daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan dan persepsi
bawahan dari seseorang dengan lingkungan”, motivasi timbul diakibatkan oleh
faktor dari dalam dirinya sendiri disebut faktor intrinsik dan faktor yang dari
luar seseorang di sebut faktor ekstrinsik (Sujak, 1990)
Selanjutnya faktor intrinsik dapat berupa kepribadian, sikap pengalaman,
pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan.
Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal dalam mencapai tujuan,
maka motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan itu jarang
muncul dengan sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semua sama
dengan motive yang asalnya dari kata motivasi. Jadi dengan demikian dapatlah
didimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah daya penggerak seseorang
untuk melakukan tindakan.
Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi
seseorang. McClelland (1988) mengatakan bahwa cara-cara orang tua dalam
mendidik anak sangat berpengaruh terhadap motivasi berprestasi yang dimiliki
oleh anak. McClelland, mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki anak yang
motivasi berprestasi yang tinggi adalah orang tua yang memberikan dorongan
kepada anak untuk berusaha pada tugas-tugas yang sulit, selalu memberikan
pujian atau hadiah ketika anak telah menyelesaikan suatu tugas, mendorong
anak-anak untuk menemukan cara terbaik dalam mendapatkan kesuksesan dan
melarang anak untuk selalu mengeluh tentang kegagalan serta menyarankan anaknya
untuk menyelesaikan sesuatu yang menantang lagi.
Selanjutnya Brophy (2005) mengungkapkan terdapat 4 faktor yang berpengaruh
terhadap motivasi berprestasi bagi seseorang yaitu :
2.1.3.1. Pengaruh
keluarga dan kebudayaan (family and cultural influences)
Besarnya
kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis pekerjaan orang tua
dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada
suatu Negara seperti cerita rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang
bisa meningkatkan semangat warga negaranya.
2.1.3.2. Peranan dari konsep diri (role of self
concept)
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir
mengenai dirinya sendiri. Apabila individu akan termotivasi untuk melakukan hal
tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku.
2.1.3.3. Pengaruh
dari peran jenis kelamin (Influence of Sex Role)
Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas sehingga
banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada
diantara para pria (Stein & Beiley dalam Fernald & Fernald 1999). Kemudian
Horner (dalam Santrock 1998) juga menyatakan juga menyatakan pada wanita
terdapat kecenderungan takut akan kesuksesan (fear of success) yang artinya
pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat
apabila dirinya memperoleh kesuksesan namun sampai saat ini konsep fear of
success masih diperdebatkan. Sprintal dan Oja (1994) mengatakan bahwa perbedaan
jenis kelamin pada pria dan wanita lebih disebabkan karena faktor budaya bukan genetic.
Selanjutnya Bernstein (1988) mengatakan bahwa motivasi berprestasi pada wanita
lebih berubah-ubah dibandingkan dengan pria. Hal ini bisa dilihat bahwa pada
wanita yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi selalu menetapkan tujuan
yang menantang ketika dirinya diberikan pilihan dan juga para wanita tidak
selalu bertahan ketika menghadapi kegagalan.
2.1.3.4. Pengakuan dan Prestasi (Recognition and
Achievement)
Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa
dipedulikan oleh orang lain.
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat dilihat bahwa motivasi berprestasi sangat dipengaruhi
oleh peran orang tua dan keluarga terhadap anaknya. Hasil-hasil kebudayaan
seperti hikayat-hikayat yang berisi pesan tentang tema-tema prestasi yang
diberikan kepada anak bisa mendorong anak untuk meningkatkan prestasinya.
Konsep diri yang ada pada diri individu juga memegang peranan penting dalam
menimbulkan motivasi berprestasi karena apabila individu percaya dirinya mampu
untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi pada diri individu untuk
melakukan hal tersebut. Perbedaan jenis kelamin dalam mempengaruhi motivasi
berprestasi saat ini masih banyak diperdebatkan, namun sepertinya perbedaan
tersebut lebih dipengaruhi oleh kebudayaan. Selain itu motivasi berprestasi
juga dipengaruhi oleh kepedulian orang lain terhadap individu.
2.1.4. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi
Seorang
pekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada
dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Murria dan Winardi (2001)
merumuskan kebutuhan akan prestasi sebagai keinginan untuk melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Orang yang termotivasi untuk berprestasi,
memiliki tiga macam ciri umum sebagai berikut. Pertama sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.
Kedua, orang yang berprestasi tinggi juga menyukai situasi-situasi dimana
kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
faktor-faktor lain, seperti misalnya kemujuran. Ketiga, mengidentifikasi mereka
yang berprestasi tinggi ádalah bahwa mereka menginginkan lebih banyak umpan
balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka dibandingkan dengan mereka yang
berprestasi rendah (Winardi, 2001). Manifestasi dari motivasi berprestasi akan
terlihat pada beberapa ciri pelaku seperti : (1) mengambil tanggung jawab pribadi
atas perbuatan-perbuatannya ; (2) mencari umpan balik tentang perbuatannya ;
(3) memilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan (4)
berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Yang dimaksud dengan motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah
dorongan seseorang untuk mengerjakan status tugas dengan sebaik-baiknya karena
kebutuhan yang didasarkan pada kerangka acuan keberhasilan, yang digambarkan
melalui dua indikator yaitu : internal dan eksternal.
2.1.5. Langkah-langkah
untuk Mengembangkan Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi dalam dunia kesehatan merupakan kombinasi dari tiga
faktor keberhasilan kesehatan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan
pengalaman sukses/gagal dalam pelaksanaan tugas. Dalam motivasi keberhasilan
ada enam kondisi eksperimen yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada
keberhasilan sukses, gagal dan sukses gagal (Bropy,1990). Sementara itu
motivasi ekstrinsik dalam dunia kesehatan dapat dilakukan oleh perawat. Perawat-perawat
harus mengambil keputusan tentang apa yang harus dikerjakan. Dorongan eksternal
ini sangat penting bagi perawat untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan.
Beberapa langkah untuk mengembangkan motivasi
berprestasi adalah sebagai berikut : (Moekijat, 1989).
1.
Tujuan-tujuan atau hasil-hasil akhir
dari pada kegiatan harus bersifat khusus dan ditentukan dengan tegas
2.
Tujuan-tujuan atau hasil-hasil yang
diinginkan untuk dicapai harus menunjukkan suatu tujuan harus mengandung resiko
yang tinggi, sehingga akan mengejutkan atau menghalang-halangi individu yang
terlibat.
3.
Tujuan-tujuan harus mempunyai sifat
sedemikian rupa, sehingga tujuan-tujuan tersebut sewaktu-waktu dapat
disesuaikan sebagai jaminan situasi, terutama apabila tujuan-tujuan tersebut
berbeda banyak.
4.
Individu-indivu harus diberi umpan balik
yang seksama dan jujur mengenai prestasi mereka
5.
Individu-individu diberi tanggung jawab
untuk suksesnya hasil dari pada kegiatan-kegiatan mereka. Tanggung jawab terhadap
hasil-hasil ini harus merupakan tanggung jawab yang sungguh-sungguh
6.
Penghargaan-penghargaan dan
hukuman-hukuman dengan hasil kerja yang sukses atau yang gagal harus
dihubungkan dengan selayaknya dengan tujuan-tujuan hasil kerja. Artinya harus
ada penghargaan yang besar untuk hasil kerja yang besar dan sebaliknya hanya
ada hukuman-hukuman yang ringan bagi mereka yang kegagalannya sedikit
(Moekijat, 1989)
Perawat-perawat akan
bekerja lebih baik jika mereka sungguh-sungguh diberi motivasi. Perawat-perawat
yang berhasil karena adanya motivasi berprestasi akan memberikan sumbangan yang
berharga kepada kesehatan.
2.2. Kepuasan Kerja
2.2.1. Kepuasan
Menurut Bropy (2005), puas adalah selisih dari banyaknya suatu yang
seharusnya ada, dengan banyaknya ”apa yang ada”. Penekanan yang lebih banyak
pada pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atas
kebutuhan-kebutuhan karena determinan dan banyaknya faktor sesuatu yang lebih
disukai (Wexley dan Yuki, 2002). Ketidaksesuaian menekankan selisih antara
kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (menyatakan), jika ada selisih
jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka
orang menjadi tidak puas, tetapi jika kondisi yang di inginkan dan kekurangan
yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan
puas.
2.2.2. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang perawat
menyukai pekerjaannya (Robbin, 1994). Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja
tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena ada umumnya apabila orang membahas
tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasan kerja (Robbin,1994).
Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga
kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kepuasan
kerja adalah bagian kepuasan hidup (Robbin,1994).
2.2.2.1 Teori
Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori
pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap
beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai : 1.
pertentangan yang di persiapkan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan
apa yang ia terima, dan 2. pentingnya apa
yang diinginkan bagi individu. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seseorang
individu adalah jumlah dari kepuasan
kerja dari setiap aspek pekerjaan di kalikan dengan derajat pentingnya aspek
pekerjaan bagi individu. Misalnya untuk seseorang tenaga kerja satu aspek dari
pekerjaannya (misalnya : peluang untuk maju) sangat penting, lebih penting dari
aspek pekerjaan lain (misalnya : penghargaan), maka untuk tenaga kerja tersebut
kemajuan harus di bobot lebih tinggi dari penghargaan.
Menurut Lucke seseorang
individu atau tidak puas merupakan suatu yang pribadi tergantung bagaimana ia
memprersepsikan adanya keseuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya
dan hasil keluarannya, tambahan waktu libur akan menambah kepuasan tenaga kerja
yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang
kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak dapat
dinikmati. Contohnya seseorang yang berkepribadian tipe A atau seorang yang
kecanduan kerja (Workaholic) tidak akan senang jika tidak mendapat waktu libur
tambahan.
2.2.2.2 Model
dari kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari
Adams. Menurut model lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari
pekerjaan mereka (misalnya : dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari
bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka
sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka
terima.
Misalnya persepsi seorang tenaga kerja terhadap jumlah honorarium yang
seharunya ia terima berdasarkan unjuk kerjanya dengan persepsinya tentang
honorarium yang secara aktual ia terima. Jika individu mempersepsikan jumlah
yang ia terima sebagai lebih besar dari pada yang setatusnya ia terima, ia akan
merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya jika ia mempersepsikan bahwa yang ia
terima kurang dari yang sepatutnya ia terima, ia akan merasa tidak puas.
2.2.2.3 Teori
Proses Bertentangan (Opponent Process Theory)
Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari
perspektif yang berbeda secara mendasar dari pada pendekatan yang lain. Teori
ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional
equilibrium).
Teori proses bertentangan mengasumsikan
bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan kepuasan
atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang berhubungan) memacu mekanisme fisio
logikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau
berlawanan. Dihipotesiskan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari
emosi yang asli, akan terus ada dalam jangka waktu yang lebih lama.
Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan
mereka merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang (yang lebih lemah). Setelah
beberapa saat terasa senang menurun dan dapat menurun sedemikian rupa sehingga
orang merasa agak sedih sebelum kembali ke normal. Ini demikian karena emosi
tidak senang (emosi berlawanan) berlangsung lebih lama.
Berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari
waktu ke waktu, akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan
secara periodik dengan interkal waktu yang sesuai
2.2.3.
Faktor-Faktor yang Digunakan Untuk
Mengukur Kepuasan Kerja
2.2.3.1 Ciri-ciri Instrinsik Pekerjaan
Menurut Locke ciri-ciri instrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan
kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi,
kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreatifitas. Ada satu unsur yang
dapar dijumpai pada ciri-ciri instrinsik pekerjaan diatas, yaitu tingkat
tantangan mental. Konsep dari tantangan yang sesuai konsep yang penting titik
pekerjaan yang lebih tinggi dari pada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan
pribadi yang tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan
akhirnya ketidak puasan kerja.
Berdasarkan survei diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang ciri yang
memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri
tersebut ialah : 1. Keragaman keterampilan. Keragaman keterampilan yang di
perlukan untuk melakukan pekerjaan mungkin banyak ragam keterampilan yang
digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. 2. Jati diri tugas (Task Indentity)
sejauh mana tugas yang merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas
yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan
tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan tasa tidak puas. 3.
Tugas yang penting (Taks Significace). Rasa pentingnya tugas dari
seseorang, jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia
cenderung mempunyai kepuasan kerja. 4. Otonomi. pekerjaan yang memberikan
kebebasan, ketidak tergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih
cepat menimbulkan kepuasan kerja. 5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan
tingkat kepuasan kerja.
2.2.3.2 Gaji
Penghasilan, Imbalan yang dirasakan adil (Equittable Reward)
Siegel dan Lane mengutip kesimpulan yang di berikan oleh beberapa ahli yang
meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu
dari kepuasan kerja. Ternyata menurut hasil penelitian yang dilakukan Theriault,
kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang di terima,
derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan.
Uang memang mempunyai arti yang berbeda-beda bagi orang yang berbeda-beda. Disamping
memenuhi kebutuhan tingkat rendah (makanan-perumahan). Uang dapat merupakan
simbol dari capaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan penghargaan, lagi
pula uang mempunyai kegunaan sekunder. Jumlah gaji yang diperoleh dapat secara
nyata mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan (misalnya
ingin mendirikan usaha baru, mendirikan sekolah, berlibur keliling dunia, dan
sebagainya).
Dan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang
menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan
mengalami distress atau ketidakpuasan. Kajian yang dilakukan dalam laboratorium
mendukung hasil tentang gaji yang terlalu besar tidak jelas menyakinkan.
Yang penting ialah sejauh mana diterima dirasakan adil. Jika gaji
dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu,
maka akan ada kepuasan kerja.
Herzberg memasukkan faktor gaji/imbalan ke dalam faktor kelompok/Hygiene.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja dan akan merasa tidak puas.
Namun jika dirasakan tinggi sesuai dengan harapan, maka istilah Herzberg adalah
tenaga kerja tidak lagi tidak puas. Artinya tidak ada lagi dampak pada motivasi
kerjanya.
Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika
besarnya imbalan di sesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya. Jika, misalnya
seseorang pramuniaga (selesman) berhasil menjual barang dagangannya melebihi
jumlah tertentu, maka ia akan mendapat pembayaran tambahan sejumlah persentase
tertentu dari jumlah harga barang yang berhasi dijual. Ia mendapat komisi.
Untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi (sesuai dengan ia perlukan)
pramuniaga akan memberikan effoert, meningkatkan motifasi kerjanya agar
berhasil diperoleh penghasilan sesuai dengan apa yang ia perlukan.
2.2.3.3
Penyeliaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu ciri kepemimpinan yang
secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu penenggabfab rasa (consideration). Hubungan antara
aspek-aspek lain dari penyeliaan dan kepuasan kerja adalah kurang jelas dan
hasilnya saling bertentangan.
Locke memberikan kerangka kerja teoretis untuk memahami kepuasan tenaga
kerja dengan penyeliaan. Ia menemukan dua jenis
dari hubungan atasan-bawahan : hubungan fungsional dari keseluruhan (entyti).
Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja
untuk memuaskan nilai-nila pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja, misalnya
jika kerja yang menantang penting bagi tenaga kerja, penyelianya membantu
memberikan pekerjaan yang manantang kepadanya. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang menerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang
serupa. Misalnya atasan dengan bawahannya saling tertarik karena kedua-duanya
senang bermain bridge, atau kedua-duanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Berdasarkan model dari Locke ini orang dapat mempunyai hubungan keseluruhan yang
baik tanpa harus mempunyai hubungan fungsional yang baik, dan sebaliknya.
Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan seorang atasan ialah
jika kedua jenis hubungan adalah positif.
Penyeliaan merupakan salah satu faktor juga dari kelompok faktor hygiene
dari Herberg. Namun jika cara penyeliaan dilakukan oleh atasan yang memiliki
ciri-ciri pemimpin yang transformasional maka tenaga kerja akan meningkatkan
motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya
2.2.3.4
Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang
Dalam suatu dinas pagi, perawat akan memulai pekerjaan rutin antara lain membantu
bersih-bersih ruangan, mempersiapkan tindakan keperawatan tapi masih banyak
keluarga pasien yang berada ditiap ruangan, maka tugas-tugas keamanan untuk
mempersilahkan keluarga menunggu di ruang tunggu sampai jam berkunjung tiba,
kemudian petugas cleaning service akan memulai pemberihan ruangan jika
pengunggu pasien tidak terlalu banyak untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang
bercorak fungsional. Kejengkelan timbul jika masukan yang diterima tidak
memenuhi mutu dan tidak memenuhi jumlah yang ditentukan. Dalam kenyataan hal
ini jarang terjadi, bahkan dicegah jangan sampai terjadi. Kepuasan kerja yang
ada pada pra pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam
suatu ruangan kerja. Sehingga mereka dapat saling berbicara (kebutuhan
sosialnya dipenuhi). Corak kepuasan kerja disini bersifat kepuasan kerja yang
tidak menyebabkan peningkatan dari berprestasi.
Ada satuan kerja yang para tenaga kerjanya masing-masing memiliki tugas
yang dapat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan satuan
kerja. Misalnya bagian penjualan (sales). Setiap pramuniaga bekerja sendiri
melayani calon pembeli. Disini pun rekan sejawat yang bekerja dalam ruangan
yang sama terutama memberikan kepuasan terhadap kebutuhan sosial masing-masing.
Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu
tim. Kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi
mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan
mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. Misalnya pada kelompok Gugus
Kendali Mutu yang merupakan problem-solving team.
2.2.3.5 Kondisi
Kerja yang Menunjang
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit panas, yang cahaya lampunya menyilaukan
mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan (incomfortable) akan
menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk
sering-sering keluar ruangan kerja yang dapat diatur tinggi rendah,
miring-tegak duduknya. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip
ergomoni. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi
dan memuaskan tenaga kerja.
2.2.4 Dampak
dari kepuasan dan ketidak puasan kerja
2.2.4.1 Dampak
dari produktifitas
Pada mulanya orang berpendapat
bahwa produktifitas dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja. Hasil penelitian
tidak mendukung pandangan ini. Hubungan antara produktifitas dan kepuasan kerja
sangat kecil. Vroom yang mempelajari sejauh besar hasil penelitian melaporkan bahwa
korelasi medianya hanyalah 0.14. kenyantaan ini sebagian oleh banyak faktor-faktor
moderator disamping kepuasan kerja.
Akhir-akhir ini dapat terpandang bahwa kepuasan kerja mungkin merupakan
akibat, dan bukan merupakan sebab dari produktifitas. Lawler dan Porter
mengharapkan produktifitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja
hanya jika tenaga kerja mempersiapkan bahwa ganjaran instrinsik (misalnya rasa
telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang di terima
kedua-duanya adil dan wajar.
2.2.4.2 Dampak terhadap
ketidakhadiran (Absenteime) dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)
Porter dan Steers berkesimpulan bahwa ketidak hadiran dan berhenti bekerja merupakan
jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih
spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidak puasan
kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar
dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang
besar, maka lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan
kerja
2.2.4.3 Dampak
terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan
antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Dari satu kajian
longitudinal disimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan
peramal yang baik bagi longevity atau panjang umur atau rentang kehidupan.
Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser
tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah bahwa untuk semua tingkatan
jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan
efektif dari kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental
yang tinggi. Skor-skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja
dan tingkat dari jabatan.
Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai
adalah : (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai
kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen ; (d)
kesempatan untuk maju ; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya
seperti adanya insentif ; (f) rekan kerja ; dan (g) kondisi pekerjaan (Chruden
& Sherman,1972). Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI)
faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada tempat yang tepat, (2)
pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada
pekerjaan yang tepat dan (5) orang yang ada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn
& Stephens, 1981, dalam Robbin, 1994). Adapun salah satu cara untuk
menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan
pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa
perilaku yang ditampilkan oleh karyawan
sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/perusahaan
mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu
yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi
ditempat bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara
harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya
bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan
pekerja dan kenyataan yang didapatkannya ditempat kerja. Persepsi pekerja
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja
melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan
kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang
bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan
dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga
tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi
organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan,
dan insentif.
BAB III
KERANGKA
KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Ket :
Gambar 3.1. Kerangka
Konseptual
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja jika
faktor penyebab kepuasan kerja dan faktor motivasi dipenuhi
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka pikiran diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :
Terdapat
hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kepuasan kerja. Dengan
perkataan lain makin tinggi motivasi berprestasi maka makin tinggi pula
kepuasan kerja.
BAB IV
METODE
PENELITIAN
4.1.
Desain Peneletian
Desain
penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga
peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitiannya. Desain
penelitian yang digunakan adalah survey yang bersifat deskriptif dengan tehnik
korelasional, dimana peneliti melakukan penjelajahan (exploratory study). Untuk
mendeskripsikan atau menguraikan dua masalah yang saling berhubungan.
4.2.
Kerangka Kerja / Operasional
Kerangka operasional merupakan
langkah-langkah proses penelitian dan penentuan populasi sampai dengan
penyajian hasil. Penelitian dimulai dari pemilikan populasi yaitu seluruh
perawat di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang sebanyak 120 orang. Karena dari
semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel,
maka peneliti mengambil sampel secara acak (random sampling) yaitu memilih
sebagian perawat Rumah Sakit Siti Khodijah yang berjumlah 75 orang. Setelah
didapatkan sampel, peneliti melakukan pengumpulan data dengan memberikan
quesioner motivasi berprestasi dan
kepuasan kerja perawat. Data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah dengan
menggunakan korelasi Spearman (r) dengan nilai kemaknaan r ≤ 0.05.
Gambar 4. 1 Kerangka
Kerja / Operasional
4.3. Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2003). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang
bekerja di rumah sakit Siti Khodijah Sepanjang sebanyak 120 orang perawat.
4.3.2. Sampel
Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2003). Dalam
penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 75 orang dengan menggunakan
rumus.
Keterangan
:
n =
Perkiraan Jumlah Sampel
N = Perkiraan
Besar Populasi
Z = Nilai
standar normal untuk = 0.05 (1.96)
p =
Perkiraan Populasi (50%)
q = 100-p
(100%-p)
d = Tingkat
kesalahan yang dipilih d = 0.05
Kriteria
inklusi adalah kriteria dimana subyek penelitian mewakili sampel penelitian
yang memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah
kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak
memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
a.
Perawat Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang
b.
Perawat yang bersedia diteliti
c.
Perawat yang dinas pagi
Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a.
Perawat yang tidak bersedia diteliti
b.
Perawat yang sakit, cuti dan libur
4.3.3. Sampling
Sampling adalah merupakan tehnik pengambilan
sampel (Sugiyono,2003). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik random
sampling (teknik pengambilan secara acak) yaitu pengambilan anggota populasi dari
11 ruang (rawat inap dan rawat jalan) secara acak.
4.4. Identivikasi Variabel
4.4.1. Variabel Independen ( bebas )
Variabel Independen adalah Variabel
yang nilainya menentukan variabel lain ( Nursalam,2003 ).Variabel Independennya
adalah motivasi berprestasi.
4.4.2.
Variabel Dipenden ( terikat )
Variabel Dipenden
adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain ( Nursalam,2003 ).
Variabel dependennya adalah kepuasan kerja.
4.5.
Definisi Operasional
Variabel bebas yaitu motivasi berpotensi
Variabel terikat yaitu kepuasan kerja
|
Variabel
|
Dorongan berpotensi untuk meningkatkan
produktifitas kerja dan mempertahankan loyalitas dan kestabilan kerja
Perasaan senan / tidak berdasarkan imbalan yang
di terima baik berupa penghargaan, dukungan, dan keberhasilan menyelesaikan
pekerjaan parameter
|
Definisi
|
Memberikan motivasi berprestasi antara lain :
|
Parameter
|
Kuisioner
Kuisioner
|
Alat Ukur
|
Nominal
Ordinal
|
Skala
|
Jika responden
mempunyai:
Persepsi (+)
STP = 1
KP = 2
P =
3
SP = 4
Persepsi (-)
STP = 4
KP = 3
P =2
SP = 1
Tinggi = 76 – 100
Sedang = 56 – 75
Rendah = 0 – 55
|
Skor
|
4.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dengan
memberikan kuisioner kepada perawat yang mewakili mengenai kepuasan kerja dan
motivasi berprestasi. Kemudian data yang terkumpul dianalisa dengan pengujian
statistik secara Spearman’s yaitu menghitung korelasi antara skor masing-masing
pertanyaan dengan skor total. Sehingga ada 20 pertanyaan didalam kuisioner.
Dengan demikian ada 20 pertanyaan uji korelasi, yaitu pertanyaan 1 dengan
total, pertanyaan 2 dengan total, pertanyaan 3 dengan total dan seterusnya.
4.6.1. Instrumen
Ada 2 instrumen variabel dalam
penelitian ini, yaitu instrumen variabel motivasi berprestasi dan instrumen
variabel kepuasan kerja yang disadur penulis dari aplikasi teori kebutuhan yang
ditulis oleh Nursalam (2002).
Instrumen
variabel motivasi berprestasi yang berdasarkan atas ruang lingkup kerja perawat
dengan tugas utama merawat pasien yaitu :
1.
Dorongan untuk mencapai tujuan, dimana
setiap individu akan menampilkan tingkah laku secara persisten yang didorong
oleh faktor-faktor tertentu.
2.
Dorongan memiliki keyakinan diri yang
menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu sehingga mendapat kepuasan
dalam bekerja.
3.
Dorongan untuk menghadapi persaingan
dalam melakukan tugas antara teman, atasan atau bawahan dalam berbagai hal
sehingga akan mendapatkan kepuasan tertentu dalam bekerja.
4.
Dorongan untuk memiliki kebanggaan,
dalam hal ini kebanggaan pada instansi maupun kebanggaan pada diri. Kebanggaan
pada instansi antara lain bekerja pada instansi yang diharapkan, bangga pada
teman-teman sejawat, bangga pada fasilitas yang ada yang dipunyai oleh instansi
tersebut, bangga pada peraturan yang dijalankan ditempat instansi bekerja dan
bangga pada hasil yang didapat, sedangkan kebanggaan pada diri adalah bangga sebagai tenaga yang
profesional.
5.
Berusaha menjalankan tugas dengan baik
yaitu bekerja dengan tujuan dan hasil yang harus dicapai sesuai dengan
cita-cita yang dikehendaki baik oleh diri sendiri maupun yang dicita-citakan
oleh instansi.
6.
Berusaha untuk bertanggung jawab atas
hasil yang telah dicapai dan bersungguh-sungguh dalam bekerja.
7.
Berusaha untuk melakukan umpan balik
yaitu diharapkan dari teman-teman yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi
yang menyukai situasi-situasi dimana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri bukan karena faktor lain.
8.
Berusaha untuk menghadapi resiko, baik
itu resiko dari keberhasilan maupun kegagalan dalam bekerja karena memang
seorang yang profesional harus dapat mengambil keputusan tentang apa yang
dikerjakan.
Sedang instrumen variabel
kepuasan kerja yaitu:
1.
Perasaan senang atas imbalan yang
diterima
2.
Perasaan senang atas kondisi kerja
3.
Perasaan senang atas penghargaan dari
pimpinan
4.
Perasaan senang atas dukungan dari rekan
sekerja
5.
Perasaan bangga atas keberhasilan
menyelesaikan pekerjaan
4.6.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang pada
semua ruang perawatan antara lain Paviliun Shofa, Paviliun Marwah, Paviliun Ismail,
Paviliun Arofah, Paviliun Annisa, Paviliun Sakinah, Paviliun Mina, Paviliun Muzdalifah,
Unit Bedah Sentral, UGD, Unit Rawat Jalan. Waktu penelitian yaitu dari tanggal
1 Juli sampai dengan 31 Juli 2007.
4.6.3. Proses Pengumpulan Data
4.6.3.1.
Informed consent Kepada Responden.
4.6.3.2.
Memberikan kuisioner kepada responden
yang telah dipilih yang isinya kepuasan kerja dan motivasi berprestasi.
4.6.3.3.
Semua data yang diperoleh terlebih
dahulu dicek kemungkinan ada jawaban yang terlewatkan.
Untuk pengumpulan data yaitu dengan cara memberikan kuisioner kepada
responden dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Data ditabulasikan dalam bentuk narasi.
2.
Data motivasi berprestasi dan kepuasan
kerja dengan butir-butir pernyataan disusun berdasar empat alternatif yaitu 1 =
sangat tidak puas, 2 = kurang puas, 3 = puas, 4 = sangat puas. Sedang
jawabannya mempunyai nilai sama setelah skor dijumlahkan, kemudian
dikategorikan menjadi tiga yaitu tinggi (76% - 100%), sedang (55% - 75%), dan
rendah (≤ 55%).
4.7.
Analisis Data
Setelah data terkumpul, dikelompokkan dilakukan tabulasi
data, kemudian dianalisis dengan uji statistik Spearman Rho untuk mengetahui
hubungan variabel independen dengan segala data ordinal dan tingkat kemaknaan < 0,05. Artinya jika hasil uji statistik menunjukkan < 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independent
dan variabel dependent. Derajat kekuatan hubungan koefisien kerelasi ada lima
tingkatan yaitu :
1.
Jika koefisien korelasi 0,8 - 1 maka derajat
hubungannya sangat kuat
2.
Jika koefisien korelasi 0,6 - 0,799 maka
derajat hubungannya kuat
3.
Jika koefisien korelasi 0,4 - 0,599 maka
derajat hubungannya sedang
4.
Jika koefisien korelasi 0,2 - 0,399 maka
derajat hubungannya rendah
5.
Jika koefisien korelasi 0,0 - 0,190 maka
derajat hubungannya sangat rendah atau tidak ada hubungan. Dalam penelitian ini
dihubungkan antara motivai berprestasi dengan kepuasan kerja perawat.
4.8. Etika Penelitian
Dalam melakukan
penelitian, peneliti mengajukan ijin kepada Direktur Rumah Sakit Siti Khodijah
Sepanjang untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat jawaban, kegiatan
pengumpulan data dilakuakn dengan menekankan etik antara lain:
1.
Informed Consent kepada
responden.
2.
Anomity (tanpa nama)
untuk menjaga kerahasiaan identitas responden.
3.
Convidentialy (kerahasiaan),
responden yang menjadi subyek penelitian akan dijaga kerahasiaannya oleh
peneliti dan hanya disajikan pada kelompok tertentu yang berhubungan dengan
penelitian.
4.9 Keterbatasan
1.
Waktu penelitian yang terbatas, dalam
pengambilan data responden disesuaikan dengan jadwal dinas karena kesibukan
dimasing-masing ruangan.
2.
Pengambilan sampel yang terbatas juga
kurang memuaskan peneliti karena hasil yang didapat tidak sesuai, sehingga
kemungkinan hasilnya juga kurang menunjang.
BAB V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang yang
memiliki 11 unit rawat jalan dan rawat inap antara lain: Paviliun Shofa,
Paviliun Ismail, Paviliun Marwah, Paviliun Sakinah, Paviliun Annisa, Paviliun
Arofah, Paviliun Mina, Paviliun Muzdalifah, UGD, Unit Bedah Sentral, dan Unit
Rawat Jalan.
Data Karakteristik Demografi Responden
Jenis Kelamin
Diagram diatas menampilkan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 10 orang dan responden yang berjenis perempuan sebanyak 50 orang.
Keadaan ini berarti jumlah perawat perempuan lebih banyak daripada perawat
laki-laki.
|
Gambar 5.2 Distribusi responden
berdasarkan usia di Rumah
Sakit Siti Khodijah Sepanjang Tahun 2007
Diagram diatas menampilkan distribusi responden yaitu yang berumur 20-30
tahun sebanyak 48, umur 31-40 sebanyak 40 orang umur 41-50 tahun sebanyak 7
orang.
Data Variabel yang Diukur
|
|
Gambar 5.3. Distribudi Motivasi
Berprestasi Di Rumah Sakit
Siti Khodijah Sepanjang Tahun
2007
Diagram di atas menampilkan distribusi motivasi berprestasi di Rumah Sakit
Siti Khodijah Sepanjang didapatkan hasil 25 orang mempunyai motivasi berprestasi
sedang dan 50 orang mempunyai motivasi berprestasi rendah
|
|
Gambar 5.4 Distribusi
Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang Tahun 2007
Diagram diatas menampilkan distribusi kepuasan kerja perawat didapatkan
hasil 37 orang mempunyai kepuasan kerja sedang dan 38 orang mempunyai kepuasan
kerja rendah
Hubungan Motivasi Berprestasi dengan
Kepuasan Kerja Perawat
Dari 75 responden diperoleh data yaitu 35 orang (26,25%) perawat mempunyai
kepuasan sedang dan motivasi berprestasi sedang, 10 orang (7,5%) perawat
mempunyai kepuasan rendah dan motivasi berprestasi rendah, 28 orang (21%)
perawat mempunyai kepuasan rendah dan motivasi berprestasi sedang, 2 orang
(1,5%) perawat mempunyai kepuasan sedang dan motivasi berprestasi rendah.
Pembahasan
Motivasi berprestasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 63 orang (47,25%) perawat
mempunyai motivasi berprestasi sedang dan 12 orang (9%) perawat mempunyai motivasi
berprestasi rendah hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh daya penggerak seseorang yang masih rendah sesuai
dengan teori Abi Sujak tentang daya dorong sebagai hasil proses interaksi
antara sikap, kebutuhan dan persepsi bawahan dari seseorang dengan
lingkungannya. Perawat wanita yang mempunyai motifasi berprestasi sedang terdapat
22,2 % hal ini sesuai dengan teori Brophy bahwa motivasi berprestasi pada
wanita lebih berubah-ubah dibanding dengan pria sebesar 4.2 %. Usia 20 sampai
dengan 30 tahun yang mempunyai motivasi berprestasi sebesar 21,6 %, usia 31
sampai dengan 40 yang mempunyai motivasi berprestasi sebesar 3,6 % hal ini sesuai
dengan teori Mclelland bahwa orang tua dalam mendapatkan kesuksesan selalu
mendorong anak-anaknya untuk menemukan cara terbaik dan selalu memberikan ujian
atau hadiah ketika anak telah menyelesaikan suatu tugas
Kepuasan Kerja
Terdapat 10,2 % dengan usia 20 sampai dengan 30 tahun yang mempunyai kepuasan
kerja sedang, dan 9 % usia 31 sampai 40 tahun,
usia 30 sampai dengan 40 tahun mempunyai kepuasan kerja sebesar 15,6 %
dan usia 31 sampai dengan 40 tahun sebesar 3 %. Teori menurut Wexley bahwa
kalangan muda lebih banyak menekankan pertimbangan-pertimbangan yang adil dan
kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan karena determinan dan banyaknya faktor yang
lebih banyak disukai
5.2.3 Hubungan
antara motivasi berprestasi dengan kepuasan kerja perawat
5.2.3 Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Kepuasan Kerja Perawat
Tabel 5.1 Hubungan antara motivasi
berprestasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Siti Khodijah
Sepanjang tahun 2007
No.
|
Motivasi
Berprestasi
|
Kepuasan
kerja perawat
|
|||
Sedang
|
Rendah
|
||||
n
|
%
|
n
|
%
|
||
1.
|
Sedang
|
35
|
26.25
|
28
|
21
|
2.
|
Rendah
|
2
|
1.5
|
10
|
7.5
|
Uji
Spearman Rho = 0.021
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa
motivasi yang rendah maka akan menimbulkan kepuasan yang kurang dengan
presentasi sebesar 1,5%. Dengan kata lain semakin rendah motivasi untuk
berprestasi maka semakin rendah pula kepuasan kerja. Hasil uji statistik cara
motivasi berprestasi dengan kepuasan kerja menggunakan uji sperman Rho
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi berbrestasi dengan kepuasan
kerja prestasi. Hal ini sesuai dengan Hasibuan (2001) bahwa kepuasan kerja akan
di dapatkan yang memotivasi karyawan akan berprestasi secara maksimal harus ditingkatkan pula
sehingga seseorang akan mengembangkan dirinya dan memanfaatkan energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
BAB VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Dari temuan yang diperoleh dalam penelitian tentang studi korelasi antara
motivasi berprestasi dengan kepuasan kerja perawat tahun 2007 adalah dengan
memberikan dorongan kepada perawat agar memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu
dalam menyelesaikan tugas yang diamanatkan, serta siap menghadapi resiko yang
terjadi pada pekerjaan.
Kepuasan kerja perawat dapat didentifikasikan dengan banyak menekankan
pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan
karena faktor determinan hal ini dibuktikan dengan tingkat lamanya perawat
dalam bekerja di rumah sakit sehingga tingkat kepuasan dapat ditingkatkan.
TABULASI
DATA
No.
|
Jenis Kelamin
|
Usia
|
Kepuasan Kerja
|
Motivasi Berprestasi
|
1.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
2.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
3.
|
1
|
1
|
3
|
2
|
4.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
5.
|
2
|
2
|
3
|
3
|
6.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
7.
|
2
|
2
|
3
|
2
|
8.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
9.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
10.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
11.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
12.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
13.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
14.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
15.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
16.
|
1
|
1
|
2
|
2
|
17.
|
2
|
3
|
3
|
2
|
18.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
19.
|
1
|
1
|
2
|
2
|
20.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
21.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
22.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
23.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
24.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
25
|
1
|
1
|
3
|
3
|
26.
|
2
|
2
|
3
|
2
|
27.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
28.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
29.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
30.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
31.
|
1
|
1
|
2
|
2
|
32.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
33.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
34.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
35.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
36.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
37.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
38.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
39.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
40.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
41.
|
1
|
1
|
2
|
2
|
42.
|
2
|
3
|
3
|
2
|
43.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
44.
|
1
|
3
|
3
|
3
|
45.
|
1
|
1
|
3
|
3
|
46.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
47.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
48.
|
2
|
2
|
3
|
2
|
49.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
50.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
51.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
52.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
53.
|
2
|
1
|
3
|
3
|
54.
|
1
|
1
|
2
|
3
|
55.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
56.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
57.
|
2
|
2
|
3
|
2
|
58.
|
2
|
3
|
3
|
2
|
59.
|
2
|
2
|
3
|
2
|
60.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
61.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
62.
|
2
|
1
|
3
|
2
|
63.
|
1
|
2
|
2
|
2
|
64.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
65.
|
2
|
1
|
2
|
2
|
66.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
67.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
68.
|
2
|
3
|
2
|
2
|
69.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
70.
|
1
|
2
|
2
|
2
|
71.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
72.
|
2
|
3
|
2
|
2
|
73.
|
1
|
3
|
2
|
2
|
74.
|
2
|
2
|
2
|
2
|
75.
|
2
|
2
|
2
|
3
|
Keterangan :
Jenis
Kelamin Laki-laki : 1
Perempuan : 2
Usia : 20-30 tahun : 1
31-40 tahun : 2
41-50 tahun : 3
Kepuasan Kerja dan Motivasi
Berprestasi :
Tinggi : 76-100
1
Sedang : 56
- 75 2
Rendah : <
55 3
ConversionConversion EmoticonEmoticon