ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA
DI RUANG MATA RSUD Dr.
SOETOMO SURABAYA
I.
Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.
Sedang
Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).
II.
Patofisiologi
Trauma
Mata Pada Kornea
Edema Kornea
Erosi Kornea
Laserasi Kornea + Perforasi
Kornea
Edema Kornea
(Cairan Terkumpul
di bawah epitel)
Kekeruhan yang
menetap
Jaringan
Intraokular
Sukar dilihat
Menjadi Vesikel
Rasa sakit
o/k tarikan
serat saraf
Pecah
Ulkus
Kornea
Rasa nyeri
bertambah
Tekanan
intraokular meningkat
Erosi Kornea
(Terlepasnya
epitel kornea)
Menimbulkan infiltrat Resiko Infeksi Sekunder
(Keratitis)
Kerusakan epitel
Ulkus Kornea
Rasa
sakit pada matanya
(Setiap
pergerakan)
L
Lakrimasi dan fotofobia
L
Kelopak mata menjadi kaku
pada pembukaan
L
Blefarospasme
L
Tajam penglihatan menurun
L
Kornea iregular
Laserasi
+ Perforasi Kornea
(Ulkus
yang dalam)
Cairan
bilik mata depan dapat mengalir keluar Resiko
infeksi sekunder ke dalam
jaringan
intraokuler
Iris prolap (menyumbat fistel) * Endoftalmitis
*
Panoftalmintis
Timbul jaringan parut (leukoma adherens) * Ptisis bulbi
Penyempitan sudut COA
(o/k adanya sinekhia anterior)
Aliran cairan bilik mata di sudut COA
terganggu
Tekanan intraokular meningkat.
III.
Fokus Pengkajian
Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S.,
2000)
1. Riwayat pekerjaan
penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan
pada matanya yang tidak akan mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan
pekerjaan. Juga untuk mewasdai trauma kembali. Penderita yang menderita erosi
kornea tentu sangat berbahaya bila berada di lingkungan yang kotor tanpa
menutup bola mata.
2. Penyakit lain
yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan
keadaan yang buruk maka infeksi yang terjadi di mata akan sukar disembuhkan.
Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan darah.Riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan
gejala-gejala penyakit yamng dikeluhkan
3. Riwayat trauma
sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada
seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga
memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.
4. Pemeriksaan
khusus Mata :
L
Sakit untuk mengedip/pergerakan
L
Lakrimasi
L
Fotofobia
L
Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
L
Tajam penglihatan menurun
L
Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
L
Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.
Bila telah terjadi perforasi :
L
Pupil akan terlihat lonjong.
L
Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
L
Cairan COA mengandung fibrin
L
Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
L
Iris prolap.
IV.
Data Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi
sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis
kumannya.
3.
Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz,
perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
V.
Pengobatan :
1. Pengobatan pada
tukak kornea bertujuan :
a. Menghalangi
hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
b. Mengurangi reaksi
radang, dengan steroid.
2. Secara umum tukak
diobati sebagai berikut :
a. Tidak boleh
dibebat, karena akan menaikkan suhu
sehingga akan berfungsi sebagai inkubator.
b. Sekret yang
terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c. Diperhatikan
kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d. Debridement
sangat membantu penyembuhan.
e. Diberi
antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan
berat.
3. Pengobatan dihentikan
bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4. Pada tukak kornea
dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a. Dengan pengobatan
tidak sembuh.
b. Terjadinya
jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
2. Risiko tinggi
infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
3. Risiko terhadap
cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4. Ansietas
berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang
dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5. Risiko terhadap
gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan
penglihatan.
V. Intervensi
Diagnosa
No. 1
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
L
Melaporkan penurunan nyeri progresif dan
penghilangan nyeri setelah intervensi.
L
Klien tidak gelisah.
Intervensi :
1.
Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif
dan non farmakologi, seperti berikut :
a.
Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur,
berubah-ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
b.
Distraksi
c.
Latihan relaksasi
R/
Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan
klien untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
2.
Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan
penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien
kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan tindakan
penghilangan nyeri yang efektif.
3.
Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan
analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa
klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan nyeri yang
efektif.
4.
Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2
jam pemberian obat, jika nyeri
bertambah.
R/ Tanda ini
menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.
Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi
infeksi.
Kriteria
hasil : Klien akan :
L
Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
L
Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.
Intervensi
:
1. Tingkatkan
penyembuhan luka :
a. Berikan dorongan
untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
b. Instruksikan
klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang
optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan
penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan penyembuhan
dengan menurunkan kekuatan iritasi.
2. Gunakan tehnik
aseptik untuk meneteskan tetes mata :
a. Cuci tangan
sebelum memulai.
b. Pegang alat
penetes agak jauh dari mata.
c. Ketika
meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
d. Ajarkan tehnik
ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik
meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
3. Kaji tanda dan
gejala infeksi .
a. Kemerahan, edema
pada kelopak mata.
b. Injeksi
konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
c. Drainase pada
kelopak mata dan bulu mata.
d. Materi purulen
pada bilik anterior (antara kornea dan iris).
e. Peningkatan suhu.
f. Nilai
laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).
R/ Deteksi dini infeksi
memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter
tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal
memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian
antibiotika dan steroid..
R/ Mengurangi reaksi radang,
dengan steroid dan menghalangi hidupnya
bakteri, dengan antibiotika.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed. 8.
Jakarta : EGC
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
ConversionConversion EmoticonEmoticon