Tugas uas al islam semester iii
PRODI D3
KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011
1. Jelaskan
pengertian dan dasar hukum kewarisan…?
Menurut pak mustaqim fadhil
Muamalah
adalah aturan yang ditetapkan Alloh yang mengatur hubungan sesama manusia dan
dengan mahluk lain.
Diantara
aturan yang ditetapkan Alloh yang mengatur hubungan manusia adalah aturan
tentang wariasan , yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari
sesuatu kematian. Harta yang di tinggalkan orang yang meninggal memerlukan
pengaturan tentang siapa yang berhak menerimah, berapa jumlah yang di terimah
dan bagaimana cara memperolehnya.
Ketentuan
dan aturan warisan dalam islam ditetapkan Alloh dalam Al-Quran. Sedangkan
penegasan dan perinciannya terdapat dalam as-sunnah.
Hukum
kewariasan islam dalam adalah firman Alloh ( Qur’an) dan sabda Nadi Muhammad (
as-sunnah ), namun interpertasi dan perumusan yang terdapat dalam kitab fiqih
yang disusun ulamak telah di pengaruhi oleh budaya dan lingkungan serta waktu,
menimbulkan perbedaan dalam perumusannya.
Hukum
kewarisan islam mengatur peralihan harta orang yang sudah meninggal kepada ahli
warisnya. Begitu seorang meninggal dunia maka hartanya menjadi milik ahli
waris.
Dalam
kewarisan islam dikenal istilah pewaris, ahli waris, harta waris, pewaris
adalah orang yang meninggla dunia yang meninggalkan harta waris. Ahli waris
adalah orang yang berhak menerimah harta waris dari pewris dan harta waris
adalah harta peninggalan dari ahli waris.
Hukum
kewarisan islam juga dinamakan dengan : faraidl, fiqih mawarist, hukum
al-warist. Perbedaan dalam penamaannya dikarenakan perbedaan dalam arah
pembahasannya.
Pengertian
Mawaris
Kata mawaris berasal dari kata waris ( bahasa arab ) yang
berarti mempusakai harta orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta
peninggalan orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris adalah
orang-orang yang mempunyai hak untuk mendapat bagian dari harta peninggalan. Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan
tentang segala aspek kehidupan manusia,termasuk dalam hal pembagian harta
warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil -
adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka
bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan di masyaraakat, tidak
sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah akibat perebutan
harta warisan.
Pembagian
harta warisan didalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya
agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan.
Dengan adanya system pembagian harta warisan tersebut menunjukan bahwa islam
adalah agama yang tertertib,teratur dan damai. Pihak-pihak yang berhak menerima
warisan dan cara pembagiannya itulah yang perlu kita pelajari pada bab ini.
orang yang telah
meninggal. Ahli waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki
dan ahli waris perempuan ( lihat QS:Al - baqarah : 188 ). Karena sensitif atau
rawannya masalah harta warisan itu, maka dalam agama islam ada ilmu faraid,
yaitu ilmu yang mempelajari tentang warisan dan perhitungannya. Salah satu dari
tujuan ilmu tersebut adalah tidak terjadi perselisihan atau perpecahan
Menurut saya:
Al-miirats, dalam bahasa Arab
adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan.
Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang
lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda.
Ayat-ayat Al-Qur'an banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah
saw.. Di antaranya Allah berfirman:
"Dan Sulaiman
telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16)
"... Dan
Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58)
Selain itu
kita dapati dalam hadits Nabi saw.:
'Ulama adalah
ahli waris para nabi'.
Sedangkan
makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup,
baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik legal secara syar'i.
2. Dalam
kajian hukum kewarisan islam yg berdarkan ayat Al-quraan dan sunnah, maka
azas-azas yang berkaitan dengan hukum kewarisan dalam islam adalah:
Menurut
pak mustaqim fadhil :
a. Azas
ijbari adalah azas peralihan pemilikan harta dari orang yang meninggal kepada
ahli warisnya yang berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan
meninggal atau kehendak yang menerimah.
Dengan demikian, dilakukan azas
ijbari mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang meninggal
dunia kepada ahli warisnya menuryt ketentuan Alloh tanpa tergantung dari kehendak pewaris atau permintaan dari ahli
warisnya. Ini berbeada dg kewariasa menurut hukum perdata yang peralihan hak
kewarian tergantung dengan kemauan pewaris serta kehendak dan kerelaan
pewarisnya, dengan demikian tidak berlaku dg sendirinya.
-
Ijbari dari segi pewaris
berarti bahwa sebelum meninggal, ia tidak dapat menolak peralihan harta
tersebut. Oleh karena itu sebelum meninggal pewaris tidak perlu merencanakan
sesuatu terhadap hartanya, karena dengan kematiannya maka secara otomatis
hartanya beralih kepada ahli warisnya.
-
Ijbari dari segi cara
peralihan harta berarti bahwa harta orang yang sudah meninggal beralih dengan
sendirinya bukan dialihkan siapapun selain Alloh.
-
Ijbari dari segi jumlah
berarti bahwa bagian atau hak ahli waris, sudah jelas ditentukan oleh Alloh,
sehingga pewaris dan ahli waris tidak berhak menambah dan mengurangi apa yg
telah di tentukan .
-
Ijbari dari penerimaan
harta itu berarti bagwa mereka yg berhak atas harta waris itu sudah di tentukan
secara pasti sehingga tidak boleh merubah atau memasukkan orang lain yang tidak
berhak.
b. Azas
bilateral mengandung arti bahwa harta waris beralih kepada atau melalui dua
arah, maksudnya bahwa setiap orang menerimah hak kewarisan dari dua bela pihak
garis kerabat yaitu pihak kerabat garis
keturunan laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat difahami dalam Al-Quran surat
anisa’( 4 ) ayat 7, 11,12 dan 176
Menurut buku : Hazairin, Hukum Kewarisan
Bilateral Menurut Al-Qur’an, Tinatamas, Jakarta. T .t.Prodjodikori, R.Wirjono.
Hukum Warisan di Indonesia, cet, ke-7. bandung : sumur : 1993.
a. asas
ijbari secara harfiah berarti memaksa. Asas ini merupakan kelanjutan dari
prinsip tauhid yang mengandung arti bahwa prealihan harta dari seseorang yang
meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut
ketetapan allah tanpa digantungkan kepada kehendak sipewaris atau ahli
warisnya. Unsur memaksa dalam Hukum waris ini karena kaum muslimin terikat
untuk taat kepada Hukum allah sebagai konsekuensi logis dari pengakuannya
kepada ke maha esa-an allah dan kerasulan Muhammad seperti dinyatakan melalui
dua kalimah sahadat.
Asas ijbari Hukum kewarisan islam dapat
dilihat dari tiga sefi, yakni unsur-unsur memaksa atau kepastian dalam asas
termaksud.
Pertama,
peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia sesuai dengan
firman allah dalam al-quran surat an-nisa ayat 7 berikut ini :Artinya :Bagi
orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.
b. Bilateral
Artinya seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak, yaitu dari
pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunan
perempuan;asas ini dapat dijumpai dasar hukuknya dalam al-qur’an surat an-nisa
ayat 7, 11, 176
yang penjelasannyasebagai berikut:
ayat 7 surat an-nisa
ayat
ini menjelaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya
dan juga dari ibunya. Demikian juga perempuan ia berhak mendapat warisan dari
kedua orangtuanya.
ayat
11 surat an-nisamenegaskan hal-hal berikut :
· anak perempuan berhak menrima warisan dari
orang tuanya sebagaimana halnya dengan anak laki-laki dengan perbandingan
bagian seorang anak laki-laki sebanyak bagian dua oang anak perempuan.
· Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya,
baik laki-laki maupun perempuan, sebesar seperenam. Demikian juga ayah berhak
menerima warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, sebesar
seperenam, bila pewaris meninggalkan anak.
ayat
12 surat an-nisai menjelaskan bahwa :
· bila seorang laki-laki mati punah, maka
saudaranya yang laki-lakilah yang berhak atas harta peninggalannya, juga
saudaranya yang perempuan berhak mendapat harta warisannya itu,
· bila pewaris yang mati punah itu seorang
perempuan, maka saudaranya baik laki-laki maupun perempuan berhak menerima
harta warisannya.
ayat
176 surat an-nisa ayat ini menyatakan bahwa
1
seorang laki-laki yang
tidak mempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudara perempuan, maka
saudaranya yang perempuan itulah yang berhak menerima harta warisannya.
2
Seorang perempuan yang
tidak mempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudara laki-laki itulah yang
berhak menerima harta warisan.
Indifidual
Artinya harta warisan dapat dibagi bagi
kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan, dalam
melaksanakan asas ini seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu
yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya
menurut kadar masing-masing. Dalam hal ini, setiap ahli waris berhak atas
bagian yang didapatna tanpa terikat kepada ahli waris yang lain,karena bagian
masing-masing telah ditentukan. Dasar Hukum asas ini pun merujuk kepada surat
an-nisa ayat 7, 12, dan 176.
Menurut saya:
a.
Asas
Ij'bariDalam hukum Islam peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia
kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya yang dalam pengertian hukum
Islam berlaku secara ijbari.
Secara etimologi kata
ijbari mengandung arti paksaan yang maksudnya peralihan dengan sendirinya dalam
hukum waris berarti terjadinya peralihan harta seseorang yang sudah meninggal
kepada yang masih hidup dengan sendirinya, maksudnya tanpa ada perbuatan hukum
atau pernyataan dari Si pewaris. Dengan kata lain, dengan adanya kematian Si
pewaris secara otomatis hartanya akan berlaku pada ahli warisnya. Asas ijbari
ada 3 segi yakni
a.)
Dari segi peralihan harta
b)
Dari segi jumkah harta yang beralih dan
c)
Dari segi kepada siapa harta itu beralih
Ketentuan asas ijbari ini
dapat dilihat pada surat an-nisa' ayat 7 yang menjelaskan bahwa bagi seseorang
laki-laki maupun perempuan ada nasib dari harta peninggalan orang tua dan karib
kerabatnya.
a. Asas BilateralYang
dimaksudkan dengan asas bilateral dalam hukum-hukum Islam adalah bahwa
seseorang menerima hak warisan dari dua belah pihak garis kerabat, yakni dari
garis keturunan maupun garis keturunan laki-laki.
3. Penyebab
seseorang menerimah warisan…?
Menurut pak mustaqim
fadhil :
a. Hubungan
pernikahan: denagan adanya hubungan pernikahan antara seorang laki-laki dan
perempuan menjadi sebab terjadinya waris mewaris diantara kedunya. Artinya
suami adalah ahli waris bagi istrinya
yang meninggal dan istri adalah ahli waris suaminya yang meninggal.
Berlakunya hubungan kewarisan
antara suami dan istri didasarkan atas dua ketentuan, yaitu: pertama adalah
keduanyavtelah berlangsung akad nikah yang sah. Dan keduanya adalah suami dan
istri masi terikat dalam ikatan pernikahan saat salah satunya meninggal.
b. Hubungan
islam: yang dimaksud adalah bila terjadi seseorang meninggal dunia tidak
mempunyai sama sekali ahli waris, maka harta warisanya diserahkan ke baitul
maal secara keseluruhan yang akan digunakan oleh umat islam. Denagan demikian
harta waris dari pewaris yang tidak mempunyai ahli waris itu di warisi oleh
umat islam.
Menurut
internet :http://blogcahyo.blogspot.com/2010/02/rukun-syarat-dan-sebab-warisan.html
sebab yang menjadikan seseorang
mendapatkan hak waris:
a. Kerabat
hakiki : Yaitu hubungan
yang ada ikatan nasab, seperti ayah, ibu, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
Seorang anak yang tidak pernah tinggal
dengan ayahnya seumur hidup tetap berhak atas warisan dari ayahnya bila sang
ayah meninggal dunia.
Demikian juga dengan kasus dimana seorang
kakek yang telah punya anak yang semuanya sudah berkeluarga semua, lalu
menjelang ajal, si kakek menikah lagi dengan seorang wanita dan mendapatkan
anak, maka anak tersebut berhak mendapat warisan sama besar dengan anak-anak si
kakek lainnya.
b. Al-Wala : Yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-ni'mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi.
Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.
Namun di zaman sekarang ini, seiring dengan sudah tidak berlaku lagi sistem perbudakan di tengah peradaban manusia, sebab yang terakhir ini nyaris tidak lagi terjadi.
menurut saya:
a.
Pernikahan
Yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya.
Tapi berbeda dengan urusan mahram, yang berhak mewarisi disini hanyalah suami atau istri saja, sedangkan mertua, menantu, ipar dan hubungan lain akibat adanya pernikahan, tidak menjadi penyebab adanya pewarisan, meski mertua dan menantu tinggal serumah. Maka seorang menantu tidak mendapat warisan apa-apa bila mertuanya meninggal dunia.
Yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya.
Tapi berbeda dengan urusan mahram, yang berhak mewarisi disini hanyalah suami atau istri saja, sedangkan mertua, menantu, ipar dan hubungan lain akibat adanya pernikahan, tidak menjadi penyebab adanya pewarisan, meski mertua dan menantu tinggal serumah. Maka seorang menantu tidak mendapat warisan apa-apa bila mertuanya meninggal dunia.
Demikian juga sebaliknya, kakak ipar yang
meninggal dunia tidak memberikan wairsan kepada adik iparnya, meski mereka
tinggap serumah. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi
sebab untuk mendapatkan hak waris. Misalnya pernikahan tanpa wali dan saksi,
maka pernikahan itu batil dan tidak bisa saling mewarisi antara suami dan
istri.
b.
Hubungan Nasab, bentuk hubungan ini ada tiga :
·
Ushuul, yaitu jamak dari ashl
yang artinya Bapak dan Ibu, berikut yang diatas mereka, yaitu Kakek, Buyut dan
seterusnya ( dari jalur laki-laki ), kakek dari ibu tidak termasuk di dalamnya
·
Furuu’, yaitu jamak dari far’,
ialah Putra dan Putri dan yang dibawah mereka, seperti Cucu dan seterusnya (
yang dari jalur laki-laki ). Putra dari anak perempuan tidak termasuk di
dalamnya
·
cHawaasyi, yaitu setiap yang
punya hubungan nasab peranakan dari mayit, dari fihak bapaknya, atau setiap
furuu’ dari ushuul mayit. Mereka termasuk saudara dan saudari mayit, anak-anak
mereka, paman, bibi dan anak-anak mereka. serta setiap nasab kebawah
4. Unsur-unsur kewarisan…?
Menurut pak mustaqim
fadhil :
a. Pewaris
adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu harta kepada ahli
warisnya.
Syarat seorang ahli waris
adalah ia harus dan jelas sudah
meninggal. Jika seorang tridak jelas kematiannya maka hartanya akan tetap
menjadi miliknya.
b. Harta pewaris
adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum
dapat beralih kepada ahli waris.
pengertian harta peninggalan adalah
semua harta yang di tinggalkan berbeda denagn harta waris. Kalau harta
peninggalan adalah semua harta yang ditinggalkan pewaris saat kematiannya,
sedang harta waris adalah harta peninggalan yang secara hukum berhak diterima
oleh ahli waris.
c. Ahli waris
ialah orang yang berhak menerima hartaa waris yang ditinggalkan oleh pewaris.
Persyaratan ahli waris ialah:
-
Ahli waris dalam
keadaan hidup ketika pewaris meninggal dunia.
-
Tidak terhalang untuk
menerima harta waris.
-
Tidak terhijab secara
penuh.
a. Al-Muwarits
Al-Muwarrits (المُوَرِّث) sering diterjemahkan sebagai pewaris, yaitu orang yang memberikan harta warisan. Dalam ilmu waris, al-muwarrits adalah orang yang meninggal dunia, lalu hartanya dibagi-bagi kepada para ahli waris.
Al-Muwarrits (المُوَرِّث) sering diterjemahkan sebagai pewaris, yaitu orang yang memberikan harta warisan. Dalam ilmu waris, al-muwarrits adalah orang yang meninggal dunia, lalu hartanya dibagi-bagi kepada para ahli waris.
Harta yang dibagi waris haruslah milik seseorang, bukan milik instansi atau negara. Sebab instansi atau negara bukanlah termasuk pewaris.
b. Al-Warits
Al-Warits (الوَارِث) sering diterjemahkan sebagai ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menerima harta peninggalan, karena adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
Al-Warits (الوَارِث) sering diterjemahkan sebagai ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menerima harta peninggalan, karena adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
c. Harta Warisan
Harta warits (المَوْرُوث) adalah benda atau hak kepemilikan yang ditinggalkan, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya. Sedangkan harta yang bukan milik pewaris, tentu saja tidak boleh diwariskan.
Misalnya, harta bersama milik suami istri. Bila suami meninggal, maka harta itu harus dibagi dua terlebih dahulu untuk memisahkan mana yang milik suami dan mana yang milik istri. Barulah harta yang milik suami itu dibagi waris. Sedangkan harta yang milik istri, tidak dibagi waris karena bukan termasuk harta warisan.
Menurut saya:
a. Pewaris, yaitu orang yang meninggal
dunia atau yang diangap telah meninggal dunia dan mempunyai harta untuk di
wariskan.
b. Ahli waris, yaitu yang
berhak untuk menerima harta peninggalan mayit.
c. Harta warisan, yaitu
segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan mayit.
5. Pengertian
wakof menurut etimologi, teminologi dan uu Ri no 4 2004 adalah….?
Menurut
pak mustaqim fadhil :
Ø Secara
etimologis waqof berasal dari kata waqofa-yaqifu, waqfan yang berarti
ragu-ragu, berhenti, memberhentikan, memahami, mencegah, menahan, menyatakan,
memperlihatkan, meletakkan, mengabdikan dan tetap berdiri.
Ø Secara
teminologisnya, menurut Ulama jumhur, waqf adalah harta yang memungkinkan di
ambil manfaatnya, tetap zatnya, dibelanjakan oleh waqif untuk mendekatakn
dirikepada Alloh, hasil harta waqif dibelanjakan untuk mendekatkan diri kepada
Alloh. Dengan di waqfkannya, harta keluar dari pemilikan waqif dan jadilah harta
waqf tersebut secara hukum milik Alloh Swt. Hasilnya bagi waqif terhalang untuk
memanfaatkannya dan wajib mendermakan sesuai tujuan.
Ø Menurut
UU RI No 41 2004tentang waqof, mengartikan waqof dengan perbuatan hukum waqif
untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta bebda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanyaatau jangka panjang waktu tertentu, sesuai dengan
kepentingan guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut Syari’ah.
Menurut
internet : http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html
Ø Secara
etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia
merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada
dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut
dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Ø Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai
penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan
manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) . Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para
ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut
membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan.
Ø UU RI no 41 thn 2004
a) bahwa
lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat
ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan
untuk memaju-kan kesejahteraan umum;
b) bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belumlengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
c) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Wakaf.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Menurut saya:
·
Wakaf secara bahasa adalah
mengekang. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas
harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan
kepada perorangan atau kelompok agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang
tidak bertentangan dengan syari’at.
·
Sedangkan menurut istilah dalam syariah
islam, wakaf diartikan sebagai penahan hak milik atas materi benda untuk tujuan menyedahkan manfaat atau
faedahnya, atau menahan suatu benda yang kekal abadi secara fisik zatnya serta
dapat digunakan untuk sesuatu yang benar dan bermanfaat. Contoh wakaf yaitu
seperti mewakafkan sebidang tanah untuk dijadikan lahan makam penduduk
setempat, wakaf bagunan untuk dijadikan.
·
Menurut saya : pada UUD No 41 Tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut Syariah. Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta
yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan digunakan sesuai dengan ajaran
syariah islam. Jadi wakaf adalah pemberian sesuatu kepada orang lain untuk
dimanfaatkan oleh orang banyak sementara kepemilikan zat dimiliki wakif.
6. Nadzir
menurut UU no 41 apa wewenangnya,serta berhakkah menerima honor….?
Menurut pak mustaqim
fadhil :
Nadzir
adalah pihak yang menerimah harta benda wakof dari waqif untuk di kelolah dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. “pihak” maksudnya adalah orang atau
kelompok orang atau badan hukum.
Nadzir waqaf berwenang dan berkewajiban melakukan
segala kewajibannya yang mendatangkan kebaikan bagi waqaf dan selalu
memperhatikan syarat-syarat yang di tentukan. Nadzir berhak mengelola dan
mengembangkan harta benda waqaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.
Nadzir berhak mendapatkan honorarium dari pengelolaan harta benda waqaf.
PENGELOLAAN
DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif.
Dalam
hal Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang diperlukan
penjamin,
maka digunakan lembaga penjamin syariah
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis daji Badan Wakaf Indonesia. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan
diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang
bersangkutan:
·
meninggal dunia bagi
Nazhir perseorangan;
·
bubar atau dibubarkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir
o rganisasi a tau Nazhir badan hukum
·
atas permintaan sendiri
·
tidak melaksanakan
tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
·
dijatuhi hukuman pidana
oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
.
Menurut saya: Tugas Nadhir
Secara umum tugas nadhir adalah
bertanggung jawab atas segala hal yang menyangkut pengelolaan, pemanfaatan,
perawatan dan pengembangan harta. Semua kebijakan yang diambil oleh nadhir
harus selalu mempertimbangkan kemaslahatan. Penggunaan hartanya harus
didasarkan kepentingan yang bermaslahat untuk orang banyak. Dan nadhir berhak
menerima imbalan atas semua yang di kerjakan.
7. Alloh
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba jelaskan……?
Menurut pak mustaqim
fadhil :
·
Secara etimologi, jual
beli berarti saling menukar, menurut istilah, jual-beli adalah pertukaran harta
kepemilikan dan menjadi hak milik. Pendapat lain ada yang menyatakan bahwa
jual-beli berarti memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan dan
serupa untuk selamanya.
Masalah jual-beli sudah di atur
dalam Nash.Alloh Swt berfirman dalam al-qur’an surat al-Baqoroh ( 2 ) : 257
yang artinya : “ dan Alloh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
·
Riba menurut bahasa
adalah “ tambahan ( al Ziyadah ) atau menambahkan” adapaun menurut istilah,
riba adalah tambahan yang diberikan oleh debitor kepada kreditor disebabkan
oleh penambahan waktu, atau oleh berbedanya jenis barang. Hukum riba adalah
haram.
Menurut internet :
http://www.koperasisyariah.com/definisi-riba/
a.
Arti Definisi / Pengertian Muamalat :
Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual
beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan
lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual
beli.
Arti
Definisi / Pengertian Jual Beli :
Jual beli
adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara
tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar
seperti uang.
Rukun Jual Beli
-
Ada penjual dan pembeli yang
keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak
mubadzir alias tidak sedang boros.
-
Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan
barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk
barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam.
-
Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi
antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).
Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
-
Membeli barang di atas harga
pasaran
-
Membeli barang yang sudah dibeli
atau dipesan orang lain.
-
Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu
(bohong)
-
Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena
dibutuhkan masyarakat.
-
Menghambat orang lain mengetahui harga pasar
agar membeli barangnya.
-
Menyakiti penjual atau pembeli
untuk melakukan transaksi.
-
Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
-
Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan
bunga yang ditetapkan.
-
Menjual atau membeli barang
haram.
-
Jual beli tujuan buruk seperti
untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para
pesaing, dan lain-lain.
Hukum-Hukum
Jual Beli
-
Haram
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli.
-
Mubah
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah.
-
Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
a.
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba
secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti
tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip
muamalat dalam Islam.
Riba dalam pandangan agamaRiba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Menurut saya
:
Makna riba secara bahasa berarti tambahan. Dikatakan
رِبَا الشَّيْءُ يَرْبُو
artinya bertambahnya sesuatu. Adapun secara istilah,
riba ada dua macam:
Pertama: Riba Nasi`ah
Pertama: Riba Nasi`ah
Riba jenis ini ada dua bentuk:
1.
Menambah
jumlah pembayaran bagi yang berhutang, dengan alasan melewati tempo pembayaran.
Ini merupakan pokok riba yang diamalkan kaum jahiliyah.
2.
Tukar
menukar antara dua barang yang sejenis yang termasuk ke dalam barang-barang
yang mengandung unsur riba padanya, dengan mengakhirkan pemberian salah satu
dari barang tersebut kepada pihak kedua. Seperti tukar menukar emas yang tidak
dilakukan secara kontan di tempat tersebut, namun diakhirkan keduanya atau
salah satunya
Kedua: Riba
Al-Fadhl
Yaitu menambah jumlah
takaran atau timbangan terhadap salah satu dari dua barang yang sejenis yang
dijadikan sebagai alat tukar menukar, dimana barang-barang tersebut termasuk
mengandung unsur riba di dalamnya.
Hukuman bagi Orang yg Memakan Hasil
RibaSesungguh orang2 yg melakukan berbagai macam praktek riba setelah datang
penjelasan kepada mereka namun mereka tdk mengindahkan mereka akan mendapatkan
dua kehinaan kehinaan di dunia dan kehinaan di akhirat.
8. Jelaskan
pengertian al-Musyarokah…?
Menurut pak mustaqim
fadhil :
Adalah
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana ( atau amal/ expertise ) denagan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Menurut internet: http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/syirkahmusyarakah/
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang
atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Landasan
Syariah
Akad syirkah
ini mendapatkan landasan syariahnya dari al-Qur’an, hadis dan ijma’.
a.
Dari al-Qur’an
” Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah ( yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).
” Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat
zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi
atau berserikat dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka.
Kedua ayat al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya
diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
b.
Dari Sunnah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah memebrikan ketetapan kepada mereka.
c.
Ijma’
Kaum Muslimin
telah sepakat dari dulu bahwa syirkah diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda
pandangan dalam hukum jenis-jenis syirkah yang banyak variasinya itu.
Jenis-jenis
Syirkah/Musyarokah
Pada
prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu Syirkah amlak (kepemilikan) dan
syirkah Uqud ( terjadi karena kontrak). Syirkah kepemilikan ini ada dua macam
yaitu ikhtiari dan jabari. Ikhtiyari terjadi karena karena kehendak dua orang
atau lebih untuk berkongsi sedangkan jabari terjadi karena kedua orang atau
lebih tidak dapat mengelak untuk berkongsi misalnya dalam pewarisan.
Sedangkan
syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau
lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian dan jika perkongsiannya itu
menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi bersama menurut saham dan
kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini memiliki banyak variasi yaitu
syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan Mudhorobah.
Bagaimana
mendirikan Syirkah Uqud ?
Rukun Syirkah
Menurut
madzhab Hanafi hanya ada dua rukun dalam syirkah yaitu Ijab dan Qobul.
Syirkah ‘Inan
‘Inan artinya
sama dalam menyetorkan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan suatu
akad di mana dua orang atau lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama
memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan. Hukum jenis syirkah ini
merupakan titik kesepakatan di kalangan para fukoha. Demikan juga syirkah ini
merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktekkan kaum Muslimin di
sepanjang sejarahnya. Hal ini disebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih
mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan.
Salah satu dari patner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra
yang lain. Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara
yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntunganpun dapat dilakukan sesuai
dengan kesepakatan mereka bahkan diperbolehkan salah seorang dari patner
memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian
dan keuletan dari pada yang lain. Adapun kerugian harus dibagi menurut
perbandingan saham yang dimiliki oleh masing-masing patner.
Syirkah
Mufawadhoh
Mufawadhoh
artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan syirkah mufawadhoh karena modal yang
disetor para patner dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau
proporsional. Jadi syirkah mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa
orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing patner
saling menaggung satu dengan lainnya dalam hak dan kewajiban. Dalam syirkah ini
tidak diperbolehkan satu patner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi
dari para patner lainnya. Yang perlu diperhatian dalam syirkah ini adalah
persamaan dalam segala hal di antara masing-masing patner.
Syirkah Wujuh
Syirkah ini
dibentuk tanpa modal dari para patner. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang
diraihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah ini
terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik
dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan kemudian
menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini kemudian
dibagi menurut persyaratan yang telah disepakati antara mereka.
Syirkah Abdan
(A’mal)
Syirkah ini
dibentuk oleh beberapa orang dengan modal profesi dan keahlian masing-masing.
Profesi dan keahlian ini bisa sama dan bisa juga berbeda. Misalnya satu pihak
tukang cukur dan pihak lainnya tukang jahit. Mereka menyewa satu tempat untuk
perniagaannya dan bila mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di
antara mereka. Syirkah ini dinamakan juga dengan syirkah shona’i atau taqobul.
Syarat-syarat
umum syirkah
·
Jenis usaha fisik yang
dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini
penting karena dalam kenyataan, sering kali satu patner mewakili perusahaan
untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat ini tidak ada dalam
jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan gesit.
·
Keuntungan yang didapat nanti
dari hasul usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing patner harus
mengetahui saham keuntungannya seperti 10 % atau 20 % misalnya.
·
Keuntungan harus disebar kepada
semua patner.
Syarat-syarat
khusus
·
Modal yang disetor harus berupa
barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih berupah utang atau uang
yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau beli. Tidak disyaratkan modal yang
disetor oleh para patner itu dicampur satu sama lain. Karena syirkah ini dapat
diwujudkan dengan akad dan bukan dengan modal.
·
Modal harus berupa uang kontan.
Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak bergerak atau barang.
Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran sehingga akan menimbulkan
persengketaan di kemudian hari karena keuntungan yang dihasilkannya juga
menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor akibat sulitnya
dinilai.
Persoalan
syirkah ‘Inan
·
Persyaratan kerja fisik. Dalam
syirkah ‘Inan dibolehkan masing-masing patner untuk menyepakati persyaratan
bahwa masing-masing harus ikut kerja atau salah satu saja yang bekerja.
·
Pembagian keuntungan. Keuntungan
yang diraih bisa dibagi sama rata atau ada yang lebih tinggi. Sedangkan
kerugian yang terjadi harus dibagi menurut kadar saham yang disetor oleh
masing-masing patner.
·
Hilangnya modal syirkah. Jika
modal syirkah ini hancur sebagian atau seluruhnya sebelum pembelian dan sebelum
dicampur, maka syirkah ini menjadi batal.
·
Menjalankan modal syirkah.
Masing-masing patner berhak untuk menjalankan modal perusahaan karena keduanya
telah sepakat untuk berkongsi sehingga menimbulkan pengertian sudah ada izin
dari masing-masing untuk menjalankan perusahaannya. Ini juga disebabkan karena
syirkah pada hakekatnya mengandung pengertian perwakilan sehingga masing-masing
patner mewakili yang lainnya.
Menurut saya:
·
Musyarokah Adalah
mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak
dapat dibedakan di antara keduanya
(1). Dalam pengertian lain musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di
mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
(2)Penerapan
yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan
nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama
dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan
prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian
keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut
berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
ConversionConversion EmoticonEmoticon