PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ajaran
Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang terangkum
dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam
bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah,
syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran
Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya
bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bid’ah. Selain itu,
kasus-kasus kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini
merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk
itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari
tentang Ilmu yang membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran
agama Islam tersebut agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang
benar.
Oleh
sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur tersebut
yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.
Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah
memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di akhirat.
1.2.
Rumusan Masalah
Makalah
ini terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu :
1.2.1.
Apakah pengertian Aqidah?
1.2.2.
Apakah pengertian Syariah?
1.2.3.
Apakah pengertian Akhlaq ?
1.2.4.
Apa kedudukan akhlaq pada manusia ?
1.3.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan
penelitian di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1.
Untuk mengetahui pengertian Aqidah, serta manfaat
mempelajari aqidah.
1.3.2.
Untuk mengetahui pengertian syari’ah, serta
karakteristiknya di dalam Islam.
1.3.3.
Untuk mengetahui definisi akhlaq, serta cara
pembentukan akhlaq.
1.4.
Metode Penulisan
1.4.1. Metode
Literatur / Kepustakaan
Penulis menggunakan studi kepustakaan dari
berbagai sumber berupa media elektronik yang memuat informasi berkaitan dengan
Aqidah, Syariah, dan Akhlaq dalam Islam.
1.5.
Pembatasan Masalah
Dalam
penulisan makalah ini kami hanya membatasi permasalahan hanya tentang kerangka
dasar Agama Islam yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.
1.6.
Sistematika Penulisan
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Metode Penulisan
1.5. Pembatasan Masalah
1.6. Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
1.1. Aqidah
1.2. Syariah
1.3. Akhlaq
1.4.
Kedudukan akhlak pada manusia
BAB
III PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
1.2.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.
Aqidah
1.1.1.
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk masdar dari kata “ ‘Aqoda,
Ya’qidu, ‘Aqdan-‘Aqidatan ” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan,
perjanjian dan kokoh. Sedangkan secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan
dan keyakinan. Dan tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang
dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang menghujam atau tersimpul di dalam hati.
Sedangkan
menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur
oleh keraguan.Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan
bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.Adapun aqidah menurut
Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan
terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak
boleh dicampuri oleh keragu-raguan.
Aqidah
atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia,
sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.Sedangkan Syekh
Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati
membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan
bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
1.1.2. Upaya
Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh
aqidah adalah dengan memurnikan keimanan kepada Allah. Iman kepada Allah
merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini sangat penting kedudukannya
dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk mengilmuinya dengan benar
supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang Allah SWT.
1.1.3. Fungsi dan Sumber Aqidah
Fungsi Aqidah
Ibaratnya, Aqidah adalah dasar atau
pondasi mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus
semakin kuat dan kokoh pondasi dibuat. Kalau dasar/pondasi lemah, bangunan itu
akan roboh dan ambruk. Tak ada bangunan tanpa dasar/pondasi.
Dalam ajara Islam,
Aqidah-Akhlaq-Syari’ah (Ibadah dan Muamalah), tidak bisa dipisahkan, satu sama
lain saling terkait.
Jika seseorang memiliki aqidah yang
kuat pasti memiliki akhlaq yang mulia, melaksanakan ibadah sebagaimana tuntunan
dan bermuamalah sebaimana di syari’atkan Allah SWT. Juga, jika seseorang
berakhlaq mulia, pasti ia kuat aqidahnya, ibadahnya dan bermuamalahnya-pun
bagus dan seterusnya.
Sumber Aqidah Islam adalah Al-Qur’an
dan as Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an
dan oleh Rasulullah SAW dalam as Sunnahnya, wajib di imani (diyakini dan
diamalkan).
1.2. Syariah
Syariah
(berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu
sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum
dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari
syariah itu sendiri.
Syariah
memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia
dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat
madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1.2.1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas
hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci
dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
1.2.2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal
(manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih
bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas
dalam ilmu fiqh.
Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang
perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah
(24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas
apa yang halal dan haram (7 :33, 156-157), maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
- ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan
manusia (2:286), dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga
terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal
dilakukan sesuai kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi
perpecahan dalam syari’ah (3:103, 8:46).
Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya
sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar.
1.2.1.
Perbedaan Syari’ah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syari’ah
dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh memang membahas tentang tata cara
beribadah yang termasuk dalam syari’ah. Keduanya ada untuk saling
melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara keduanya.
Berikut ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua
bagian yaitu:
(1). Ibadah
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(2).
Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya
(binatang dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’ dan
secara istilah adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah yang berkaitan
dengan perbuatan dan perkataan mukallaf dan mengkaji secara mendalam ilmu
Syari’ah yang terdiri dari ibadah, baik yang bersifat mahdhah maupun
ghairmahdhah. Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks
hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash yang
qat'i. Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang
zanni.
1.2.3. Ibadah dan Mu’amalah dalam Kehidupan Manusia
Syari’ah Islam berfungsi membimbing
manusia dalam rangka mendapatkan ridha Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia juga memiliki “tujuan”
yang sangat mulia. Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus
memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak,
karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah,
2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “...Maka barangsiapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat
menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai
mu’min tidak dibenarkan memaksa
orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan kebenaran-Nya
adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan seolah-olah
kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh keislaman
orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman seseorang.
Yang kedua, “melindungi jiwa”.
Syariat Islam sangat melindungi keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan
sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam
dikenal ada “tiga” macam pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”, pembunuhan
yang “tidak disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat
dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti
suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang
terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati
atau membayar “Diyat”(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda
dengan kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”,
di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda)
sebelum qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan
perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, “perlindungan terhadap
keturunan”. Islam sangat melindungi keturunan diantaranya dengan menetapkan
hukum “Dera” seratus kali bagi pezina ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan
rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits).
Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (An Nuur, 24:2).
Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi
keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina
dengan siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya,
betapa akan semrawutnya kehidupan ini.
Yang keempat, “melindungi akal”.
Permasalahan perlindungan akal ini sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan
dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang
tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya,
seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak
bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka
yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam.
Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa.
Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi orang yang berakal atau
yang bisa menggunakan akalnya. Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi
manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam diantaranya untuk menjaga dan
memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa
menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian
pula, agar manusia dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang
akallah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk
memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan
segala macam bentuk konsumsi baik makanan,
minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi
akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah
hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi
yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat
memabukkan” (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas,
di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah SWT menyatakan, “Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini
mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban
untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan, karena sifat syaitani
sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, “melindungi harta”.
Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk bisa menjadi hak setiap orang agar
terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan hukum potong tangan
bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah,
5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka
yang memakan harta milik orang lain dengan zalim, “Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang
menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, “melindungi kehormatan
seseorang”. Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya,
sehingga setiap orang berhak dilindungi kehormatannya dimata orang lain dari
upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka
sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar biasa Islam menetapkan hukuman
yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang
tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT
berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan
empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik” (QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab
yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula untuk kita
berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap sesama
mu’min (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang
ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan bermasyarakat,seseorang
harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus
bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di bawah
kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”. Allah SWT
berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, “melindugi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara”. Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka
yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih
oleh umat Islam “dengan cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot
ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara
terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan
Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta
khalifah yang sah maka penggallah lehernya”.
1.3. Akhlaq
Pengertian akhlaq secara etimologi
berasal dari kata khuluq dan jama’nya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq
berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq
(pencipta), makhluk (yang
diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan
bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata
lain, tata prilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru
mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika tindakan atau prilaku tersebut
didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian etimologi tersebut diatas
akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antar
sesama manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan
dengan alam semesta.
Apabila
kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak Islamiyah
atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah laku yang
terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as Sunnah.
Secara
terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan
dirinya.
Akhlaq
terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul
al-madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat
terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu
Allah SWT dan akhlaq terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan
Allah, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq
terhadap manusia terdiri dari akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap
diri sendiri, akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat,
terhadap bangsa dan hubungan antar bangsa.
Akhlaq
terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda mati, terhadap
alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran tentang
dasar-dasar agama Islam ini, terjalin
rukun agama yang disebut Hadis Nabi yaitu Hadis
Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
1.3.1.
Urgensi Akhlaq
Akhlak mendapat kedudukan yang
tinggi di dalam Islam, hal ini dapat dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Islam
telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama Islam diturunkan. Hal
ini terdapat dalam sabda Rasulullah “Aku
diutus hanyalah semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang
mulia” (HR Malik). Sesungguhnya realisasi akhlak yang mulia merupakan
inti risalah Nabi Muhammad saw.
2. Islam
menganggap orang yang paling tinggi darajat keimanannya ialah mereka
yang paling mulia akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan “Orang-orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah
yang paling baik akhlaknya, dan manusia yang paling baik di antara kamu
adalah yang paling baik terhadap istrinya” (hadits shahih,
diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi). Selain itu terdapat juga hadist yang
artinya :
“Sesungguhnya seseorang yang berakhlak baik akan mendapatkan derajat
orang yang bangun malam (beribadah), dan puasa pada siang harinya”. Jadi,
Kemuliaan akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Kemuliaan akhlak pada akhirnya
akan mengantarkan orang-orang beriman ke dalam surga. Rasulullah saw bersabda,
“Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga adalah ketaqwaan
kepada Allah
SWT dan akhlak yang baik, sementara yang paling banyak menyebabkan manusia
masuk neraka adalah mulut dan kemaluan”. (hadits hasan, diriwayatkan
oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
3. Islam
telah mentakrifkan “Addin” dengan akhlak yang baik. Dalam hadist telah dinyatakan
bahwa telah bertanya kepada Rasulullah SAW. “Apakah Addin itu ? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik
Ini berarti bahwa akhlak itu dianggap sebagai rukun Islam samalah
keadaannya dengan wukuf dipandang Arafah
dalam bulan Haji”.Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, Haji itu
(amal haji) ialah wukuf diPadang Arafah, Wukuf di padang Arafah adalah dianggap
sebagai salah satu rukun amal haji, demikian juga keadaannya pada akhlak.
4. Di dalam
Islam, akhlak yang baik merupakan amalan utama yang dapat memberatkan neraca
amal baik di akhirat kelak. Hal ini dinyatakan dalam hadist Rasulullah SAW yang
artinya : “Tidak ada sesuatu yang lebih berat
dalam timbangan selain akhlak yang baik” (Shahih Jami). Dari
hadist tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa timbangan amal baik kita
diakhirat dapat ditambah beratnya dengan akhlak yang baik. Selain itu, akhlak
dan takwa sama kedudukannya dari sudut ini, yang mana kedua-duanya
merupakan perkara paling berat yang diletakkan dalam neraca akhirat.
Selain itu, Rasulullah pernah bersabda, “Kebajikan itu adalah akhlak yang baik” (HR Muslim). Jadi,
akhlak yang mulia adalah inti dari suatu kebajikan.
5. Dalam ajaran Islam
dinyatakan bahwa mereka yang berjaya memenangi kasih sayang Rasulullah SAW pada
hari akhirat ialah orang yang paling baik akhlaknya. Dalam hadist Rasulullah
SAW bersabda “Yang paling aku kasihi di antara
kamu dan yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat
adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu”.
6. Keistimewaan
Nabi Muhammad SAW adalah keberadaannya sebagai manusia yang memiliki akhlak
tinggi, mulia dan agung. Akhlak ini dimiliki Beliau SAW
semenjak belum menjadi nabi dan rasul, sebagaimana pernyataan Ummul
Mukminin Khadijahra, “Demi Allah,
Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, demi Allah, engkau menyambung hubungan silaturrahim, berbicara benar,
memikul beban orang lain, membantu yang tidak berpunya, menyuguhkan
penghormatan untuk tamu dan membantu mereka yang terkena musibah”
(HR Bukhari). Selain itu terdapat juga dalam firman Allah Surah Al-Qalam
ayat 4
“Sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang
luhur”. Walau begitu Beliau
SAW tetap sering berdoa “Tuhanku,
tunjukilah aku akhlak yang paling baik”.
7. Syi’ar-syi’ar
ibadah Islam di antaranya dimaksudkan untuk menggapai akhlak yang mulia. Shalat
misalnya, dimaksudkan untuk mentarbiyah dan mendidik manusia agar berhenti
dari segala perbuatan keji dan munkar (QS Al-‘Ankabut: 45). Ibadah puasa dimaksudkan
untuk menggapai tingkatan taqwa (QS Al-Baqarah: 183). Berkaitan dengan ibadah
puasa ini, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa
yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan palsu (bohong), maka tidak ada keperluan bagi Allah swt terhadap puasa seseorang yang hanya
sekadar meninggalkan makan dan minum” (HR Bukhari). Zakat,
infak dan sedekah, di antara rahasianya adalah untuk menyucikan dan membersihkan jiwa dari berbagai
sifat buruk dan tercela (QS At-Taubah: 103). Sedangkan ibadah haji
difardhukan oleh Allah agar orang yang beribadah haji terlatih untuk tidak
berkata kotor, tidak berbuat fasik, dan tidak banyak berdebat kusir (QS
Al-Baqarah: 197).
1.3.2. Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah
yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana
keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Al-Qur’an dan as Sunnah, bukan
akal fikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.
Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan
Mu’tazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu
itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara’
(Al-Qur’an dan as Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur,
pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai baik?tidak lain karena syara’ menilai
semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak
bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena
Syara’ menilainya demikian.
1.4. Akhlak Dalam Kehidupan Manusia
1. Akhlak
kepada Allah
a. Mensyukuri nikmat Allah (QS Al-Baqarah,
2: 52)
b.Malu
berbuat dosa (QS An Nahl: 19)
c. Allah sebagai tempat pengharapan (QS Al Huud: 56)
d.Optimis
terhadap pertolongan Allah (QS Yusuf: 87)Yang berputus asa dari rahmat Allah :
orang-orang kafir. Bersifat husnudzan kepada Allah (QS Fushilat: 22 ± 23)
f. Yakin akan janji-janji Allah (QS Al An’am: 160)
2. Akhlak
kepada diri sendiri
Beberapa
cara memperbaiki diri:
- Taubatun
nashuha (QS At Tahrim: 8)
- Muroqobah:
senantiasa merasa dalam pengawasan Allah (QS Al-Baqarah: 235)
- Muhasabah:
evaluasi diri (QS Al Hasyr: 18)
- Mujahadah: bersungguh-sungguh
melawan hawa nafsu (QS Al ankabut: 69, QSYusuf: 53)
3. Akhlak
kepada orang lain
a. Akhlak
kepada orang tua:
- Taat dan patuh kepada orang tua. QS Lukman: 15,
Harus taat dan patuh pada orang tua, namun jika orang tua memaksa berbuat
jahat, kita tidak boleh mengikuti.
4. Akhlak
kepada masyarakat
- Amar ma’ruf nahi munkar.
-
Menyebarkan rahmat dan kasih sayang.
5. Akhlak kepada lingkungan
- Mengelola
dan memelihara lingkungan hidup.
- Menjaga
dan melestarikan lingkungan hidup.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Jadi, perbedaan antara aqidah,
syari’ah, dan akhlak adalah aqidah yang merupakan pegangan seorang muslim dalam
meyakini dan mengimani Allah SWT dan Islam. Syari’ah sebagai jalan, aturan, dan
tindakan konkret berupa ibadah kepada Allah SWT setelah meyakini dan
terbentuknya aqidah yang benar. Akhlak adalah perilaku, kebiasaan, dan budi
pekerti sebagai aplikasi aqidah dan syari’ah dalam kehidupan sehari-hari.
1.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari
masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik
dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun penulisan makalah
ini.
DAFTAR
PUSAKA
Fadhil, M.
Mustaqim, Buku Ajar Pokok-Pokok Materi Al
Islam 1, Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2003.
http://www.docstoc.com/docs/80978155/akhlak
ConversionConversion EmoticonEmoticon