Salam Sehat dan Harmonis

-----

LAMBANG MEHAMMADIYAH


. Lambang Muhammadiyah

a. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.

b. Maksud Lambang

Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.
 Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24: ”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadakalian”.
Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang.
Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:
”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah merekaorang-orangyangmenang”.
Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan.
 Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).
Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).

=====================================================

“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak tahu ilmunya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati mereka akan dimintai pertabggugjawaban (Al-qur’an Surat Bani Israil ayat :36)
Perkataan Ulama’ Tentang Menentang Hadits
1. Imam Abu Hanifah rohimahullohu
Ø  “Tidak halal bagi seorang pun untuk mengambil perkataan kami jika dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya”.
Ø  “Jika saya menyampaikan perkataan yang bertentangan dengan Kitabulloh dan hadits Rosululloh, maka tinggalkanlah perkataanku”.
2. Imam Malik rohimahullohu
Ø  “Sesungguhnya saya hanyalah manusia, kadang salah dan kadang benar, maka telitilah pendapatku. Yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah ambillah dan yang tidak sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah tinggalkanlah”.
Ø  “Pendapat semua orang dapat diterima atau ditolak kecuali perkataan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam”.
3. Imam Syafi’i rohimahullohu
Ø  “Jika suatu hadits itu shohih, maka itulah pendapatku”.
Ø  “Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa jika ada yang mengetahui hadits Rosululloh, maka dia tidak boleh meninggalkannya karena mengikuti pendapat seseorang”.
4. Imam Ahmad rohimahullohu
Ø  “Janganlah engkau mengekor kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i, dan Ats-Tsaury. Ambillah dari sumber mereka mengambil”.
Ø  “Barang siapa menolak hadits Rosululloh maka dia dalam jurang kehancuran”. (Lihat Sifat Sholat Nabi hal 47-53).
Ø  Sekulerisme : cara hidup, cara bekerja, cara berfikir seseorang dalam kehidupan dunia tanpa menyentuh Allah (tanpa menggunakan pedoman dari Allah)

Ø  Dinamisme : Faham yang mempercayai (sesuatu barang) itu mempunyai kekuatan gaib (dapat menghilangkan penyakit misalnya)
Ø  Animesme : faham yang percaya dengan roh-roh halus,  untuk sesembahannya menggunakan sesaji
Ø  Palitheisme : Faham yang mempercayai banyak dewa.
Ø  Atheisme ; faham yang tidak mengakui adanya Tuhan
Ø  Pantheisme : ajaran yang menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan dan hukum alam semesta atau penyembahan (pemujaan) kepada sesua dewa.

Ø  Khurafat: kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada tetapi sebenarnya tidak ada  dan dianggap sakral.
Ø  Rubbubiyah : Menyakini dan menegaskan bahwa Allah SWT dzat yang Maha Pencipta.
Ø  Uluhiyah : Mengesakan Allah bahwa Allah SWT adalah dzat yang paling patut di ibadahi dan ditatai.


Hal-hal yang merusak aqidah SEBAGAI BERIKUT:

·         Al-Khurafat berasal dari bahasa Arab artinya cerita bohong, dongeng, dan takhayul atau sesuatu hal yang tidak masuk akal. Semua kepercayaan, keyakinan atau kegiatan yang tidak memiliki dasar dan atau bersumber dari ajaran agama tetapi diyakini hal tersebut berasal dan memiliki dasar dari agama.
·         Tahayul percaya terhadap  memelihara keris, azimat dan sejenisnya, paranormal, karena dengan ini bisa membawa kesuksesan. Kalangan orang Indonesia masihbanyak.
·         Bid’ah menurut arti bahasa dapat berarti model untuk sesuatu yang baru yang tidak didahului oleh contoh, sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada contohnya untuk sesuatu yang diadakan dengan bentuk yang belum pernah ada contohnya, sedangkan menurut syara’ yang dimaksud dengan Bid’ah ialah urusan di dalam agama baik berupa aqidah (kepercayaan), berupa ibadah ataupun berupa sifat bagi ibadah yang belum pernah ada (terjadi) dimasa Rasulullah. Melakukan Bid’ah dalam urusan ibadah ataupun aqidah sangat dicela oleh agama dan dilarang atau diragukan.
·         Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain.
·         Ruqyah yaitu : yang disebut juga dengan istilah Ajimat. Ini tidak diperbolehkan karena menjurus kearah hal hal yang syirik, karena Rasulullah SAW telah mencontohkan mendoakan pada orang sakit tanpa menjampi jampi nya dan itu hanya sekedar mendoakan.          
·         Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu menuturkan : aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
          “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah syirik.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
·         Tilawah adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya.
·         Istighosah sekarang ini sudah menjadi tren dikalangan kaum muslim. Namun sebenarnya mereka tidak menyadari bahwa ibadah yang satu ini banyak memuat kesalahan diluar tuntunan Islam
Kesalahan yang pertama adalah Istighosah dengan memanggil nama Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Islam tidak pernah mengajarkan yang seperti ini, islam merupakan agama yang beraqidah lurus, jadi tidak mungkin ada ajaran seperti ini. Beristighotsah dengan memanggil Nabi SAW merupakan perilaku yang jauh dari islam, bahkan Nabi SAW. mengingkarinya.

“Sesungguhnya janganlah kalian semua beristighotsah kepadaku, karena sesungguhnya Istighosah itu hanyalah kepada Alloh saja.” (Thabrani)

·         Adapun yang dimaksud dengan Isti’anah (memohon pertolongan) adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; tsiqqoh (percaya) kepada Allah Swt dan i'timad (bersandar penuh) kepada-Nya.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Hanya kepada-Mulah kami beribadah, (inilah yang dimaksud dengan ibadah). Dan, hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan, (inilah yang dimaksud dengan Isti’anah).” (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5)
  • Tathayyur (merasa sial karena suatu sebab) Di masa kini pengaruh- pengaruh tathayyur masih begitu kental dan terasa, terbukti dengan semakin marak dan menjamurnya paranormal alias dajjal yang mengklaim mengetahui perkara ghaib.
  • Thiyarah: merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
  • Hamah: burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya; apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.
  • Nau’: bintang; arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan hujan turun kepada bintang ini, atau bintang itu.
KULIAH I
KEMUHAMMADIYAAN

1.  Pengertian Muhammadiyah

Arti :Bahasa atau etimologis:
Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah" yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua orang yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa, geografis, etnis dsb.
Arti Istilah atau terminologis:
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasas Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA. Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik)dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata. 
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah "Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
           
2. Pendiri Muhammadiyah:

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan)  dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah.
Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah:
    
3. Ayat-ayat yang sebagai dasar berdirnya Muhammadiyah:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (AlQur'an, S. Ali-Imran:102)


Artinya: Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia "(AlQur'an, S. Ali-Imran:104).


Artinya:  Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (AlQur'an, S. Ali-Imran:110).


Artinya:  Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[218], dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu[219] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu[220] disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. . (AlQur'an, S. Ali-Imran:112).

[218]. Maksudnya: perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam atas mereka.

[219]. Yakni: ditimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah.

[220]. Yakni: kekafiran dan pembunuhan atas para nabi-nabi.


3. Tujuan Muhammadiyah

Pada Pasal 6 tercantum maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
KULIAH II
KEMUHAMMADIYAAN


Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
    
Jiwa dan pemikirannya KHA. Dahlan cerdas, pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah:
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang menerapkan ajaran Islam tidak seperti yang diajarjakan nabi Muhammad maka beliau ingin merubah mengembalikan seperti semula ketika dibawakan nabi Muhammad. Laau beliau mendirikan persyarikatan Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
            Ada dua faktor yang mempengaruhi berdirinya Muhammadiyah yakni:
1. Faktor obyektif
     Faktor obyektif (melihat kondisi umat Islam dan bangsa saat itu)
     Faktor ini meliputi:
a.       Intern Indonesia melihat pekembangan ajaran agama Islam sudah tidak utuh lagi dan tidak murni lagi.yang sudah dicampuri perbuatan-perbuatan yang tidak pernah diajarkan oleh Rasululloh saw. Pendidikan Umat Islam saat itu (bodoh, mlamat, terjajah) dan kodisi umat Islam tentang dinul Islam Merajalelanya taqlid, bid’ah, khurafat, tahayul, talqin dan adzan di kuburan, kenduri kematian, permintaan keselamatan dan kesuksesan pada kuburan-kuburan wali atau orang yang dianggap suci, kepercayaan pada jimat-jimat dll.
b.      Ekstern Umat Islam; Pada penjajahan belanda bahwa ajaran Islam tidak boleh Agama Islam berkembang secara murni dan utuh tapi bermaksud menyebarkan agama Nasrani

Faktor-faktor tersebut inilah yang mengilhami ide pembaharu dan pemurnian ajaran Islam oleh KHA. Dahlan.

2. Faktor Subyektif

Faktor subyektif adalah faktor yang diilhami oleh tokoh-tokoh besar dari dunia Islam seperti :
1)      Ibnu Taimiyah
a.       Sistem pemikirannya sebagai berikut:
a)       Bersumber pada Al-qur’an dan hadist. Beliau tidak menerima logika dalam penetapan aqidah.
b)      Fungsi akal menurut beliau adalah sebagai saksi pembenar  dan penjelasan dalil-dalin Al-qur’an.
c)       Membuat jauh-jauh fanatisme terhadap pendapat-pendapat orang lain
b.      Aqidah menurut Ibnu Taimiyah
a)       Rukun Iman

2)      Muhammad Bin Abdul Wahab
Beliau termasuk pengikut aliran pembaruan(tajdid) dan  paling keras, konsekwen dan tidak mengenal kompromi  Pemikiran
Pokok-pokok pikiran tentang aqidah
Beliau meneruskan pokok pikiran Ibnu Taimiyah menuruskan pembaharuan dan pemurnian. Beliau tidak membawa hal-hal yang baru selain tauhid yang murni sebagaimana dibawakan Rasululloah saw.
a)      Menurut beliau tauhid (aqidah) sebagai berikut:
a.       Tujuan da’wah para rosul sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
b.      Bersih dari kemusrikan
c.       Tauhid ada dua sisi yakni Rububiyah (Menyakini dan menegaskan bahwa Allah SWT dzat yang Maha Pencipta) dan Uluhiyah.(Mengesakan Allah bahwa Allah SWT adalah dzat yang paling patut di ibadahi dan ditatai).Inilah sebagai garis pemisah antara musyrik dan muslim.
3)      Aqidah menurut Muhammad Bin Abdul Wahab

a.       Memohon kepada para wali, Nabi dan Sholikhin dalam memenuhi hajat atau menolakbencana yang menimpa mereka: (QS. Bani Israil:57, Yunus:106,Azzumar:3)
b.      Tunduk kepala ulama dan penguasa dalam hal menharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh SWT.(attaubah:31)
c.       Berhukum selain hukum Allah(An-nisa’60-61, Maidah:50)
d.      Memintah barokah kepada kuburan dll
e.       Perbuatan, sikap yang berlebihan kepada orang yang sholeh (an-nisa’171, Nuh:23)
f.       Nadzar dan meyembeleh kepada selain Allah (Sd-dahr:7,Al-Baqoroh:270, Al-An’am:162 dan Kausar:2)
g.       Perdukunan, ramalan, sihir dan tathoyyur (Al-baqoroh:106)
h.      Isti’adzah, Istighosah, dan sumpak selain Allah (Jin:6)


   Menurut beliau hal-hal yang merusak tauhid (aqidah) berikut:
a)      Memohon kepada para wali,Nabi dan Sholihin dalam memenuhi hajat atau menolak bencana yang menimpa mereka:
Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.(Bani Israel :57)

857]. Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.

Artinya: Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." Yusuf : 106

Artinya: Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. Azzumar:3

b)      Tunduk kepada Ulama dan Penguasa dalam hal mengharamkan apa yang dihalalakan oleh Allah SWT dan begitu pula sebaliknya:

31. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(Attaubah: 31)

c)      Berathkim kepala selain Allah SWT (An-Nisa’:60-61, Al-Maidah: 50)

60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisa’ : 60)

312]. yang selalu memusuhi Nabi dan kaum Muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga:
1. Orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu.
2. Berhala-berhala
61. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa’ : 61)

d)      Perbuatan sikap yang berlebihan-lebihan terhadap orang yang sholeh dan juga terhadap kuburan-kuburan mereka


Artinya: Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu[383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya[384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya[385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.(an-nisa’171)


Artinya: Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr[1520]."

e)      Perdukunan, ramalan, sihir  dan tathayyur (menganggap sial)

131. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-A’raf 131)


19. Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas." (Yasin: 19)

Ayat mana saja[81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

81]. Para mufassirin berlainan pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.  (Al-Baqoroh: 106)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya wahyu kepada Nabi SAW kadang-kadang pada malam hari tapi beliau lupa siang harinya. Maka Allah turunkan ayat ini (S. 2: 106) sebagai jaminan bahwa wahyu Allah tidak akan mungkin terlupakan.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.)  

f)       Isti’adzah, istighotshah, dan sumpah selain Allah SWT.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan[1523] kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Jin;6)


Ø  Jamaluddin Al Afghani
Ø  Lahir di desa As’ad Abad Afghanistan tahun 1839 M dan meninggal 1897M. Dia adalah seoranf Mujtahid.

Pokok pikirana menurut beliau tentang Aqidah, antara lain adalah sebagai berikut;
a)      Membersihkan akal dengan tauhid dari segala syirik. Tauhid membersihakan seseorang sehingga terhindar dari segala keraguan.
b)      Islam menghapus paham yang mengistimewakan seseorang atau kelompok.
c)      Aqidah Islam didasarkan pada kepuasan, bukan pada taklid atau meniru-niru tanpa dalil yang shoheh
d)      Islam menyusuh Umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegak kemungkaran.
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.(Al-Imron:104)


Ø  Muhammad Abduh
Ø  Lahir di desa Nacer, Bachairah, Mesir tahun 1258 atau 1849 dan wafat tahun 1905. Dia seorang mujtahid.

Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh tentang Aqidah:
a)      Tahuhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat wajib yang ada padaNya, tengan kerasulan Allah.
b)      Pembebasan kaum muslimin dari aqidah kaum jabariyah.
c)      Akal adalah nikmat dari Allah yang harus selaras dengan agama dan risalahnya bagi manusi

DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
7. Hasil yang ingin dicapai yakni: BALDATUN THOYYIBATUN WAROBBON GHOFUR

 PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: "Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah".
SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar amal usaha Muhammadiyah dan (c) Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

 




Kepribadian Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah "Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
 PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: "Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah".
SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar amal usaha Muhammadiyah dan (c) Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang        sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai    dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.  

Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.  Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah , Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlak, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c. Ibadah,  Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d. Muamalah Duniawiyah, Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
 5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"
 (Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo)
Catatan:
Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
1. Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta;
2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.



Khitah Perjuangan
HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
MUHAMMADIYAH DAN POLITIK
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya

Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
 MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.
DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat
Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
Khitah Perjuangan dalam Kehidupan Bernegara dan Bernegara





Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
 Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.
Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar.
Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.

ANGGARANDASAR
PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

MUQADDIMAH
Fatihah-1-2
Fatihah6
fatihah-4
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkaulah hamba menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.
rodhitubillah

"Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama kepada ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wassalam

".fatihah3
AMMA BAD'U, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber'ibadah serta tunduk dan tha'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia " (AlQur'an, S. Ali-Imran:104).
Pada tanggal 8 Dzulhiijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti pererdaan zaman serta bersdaarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan atau Muktamar.
Kesemuanya itu. perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna menpat karunia dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga. merupakan:
"Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun".
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.






BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.
Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pasal 7
Usaha
(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:
a. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:
1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara

Pasal 10
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.

BAB VI
PIMPINAN
Pasal 11
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang, dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang Ketua bersama-sama Sekretaris Umum atau salah seorang Sekretaris, mewakili Muhammadiyah untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan.

Pasal 12
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam wilayahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas orang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat.

Pasal 13
Pimpinan Daerah
(1)   Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan Daerah yang telah dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Wilayah.
Pasal 14
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Daerah.

Pasal 15
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.

Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.
(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah disahkan oleh Pimpinan di atasnya.
Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa
Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
Pasal 19
Penasihat
(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.
(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.
(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
ORGANISASI OTONOM
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir tidak berwenang memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas keputusan Tanwir..
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 24
Tanwir
(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 27
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Cabang, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.




Pasal 28
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting yang berkedudukan di bawah Musyawarah pada masing-masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
Pasal 31
Keputusan Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
BAB X
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut amal usaha, program dan kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam satu masa jabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 34
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga


BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan Muhammadiyah.
Pasal 36
Sumber
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:
1. Uang Pangkal, Iuran, dan Bantuan
2. Hasil hak milik Muhammadiyah
3. Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan perkembangan organisasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masing-masing, Tanwir, dan Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.

BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga perempat dari yang hadir.
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.

BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.
(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Muktamar yang hadir

BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.






Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah




Pasal 1
Tempat Kedudukan
(1) Muhammadiyah berkedudukan di tempat didirikannya, yaitu Yogyakarta
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan tertinggi memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan dan menyelenggarakan aktivitasnya di dua kantor, Yogyakarta dan Jakarta

Pasal 2
Lambang dan Bendera
(1) Lambang Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah seperti berikut:

(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran dua berbanding tiga bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih, seperti berikut:

(3) Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 3
U s a h a
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
13. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah

Pasal 4
Keanggotaan
(1) Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia beragama Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.

(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam, setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya.
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu Muhammadiyah.
(4) Tatacara menjadi anggota diatur sebagai berikut:
a. Anggota Biasa

1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi formulir disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda anggota sementara kepada calon anggota, sebelum yang bersangkutan menerima kartu tanda anggota dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada calon anggota biasa yang telah disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan

b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat

(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang penerimaan permintaan menjadi Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada Pimpinan Wilayah. Pelimpahan wewenang tersebut dan ketentuan pelaksanaannya diatur dengan keputusan Pimpinan Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam permusyawaratan.

b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan:
a. Taat menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya
c. Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d. Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan Pimpinan Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq

(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat

(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Daerah berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah usulan pemberhentian anggota dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan selama menunggu proses pemberhentian anggota dari Pimpinan Pusat,
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung, dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
(1) Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d. Jama`ah

(3) Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang merupakan pemisahan dari Ranting yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Cabang / Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
Pasal 6
Cabang
(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di suatu tempat yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha

(2) Syarat pendirian Cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat dalam lingkungan Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps muballigh / muballighat Cabang, sekurang-kurangnya 10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran / Madrasah Diniyah / Sekolah Dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor

(3) Pengesahan pendirian Cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul Ranting setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Daerah.
(4) Pendirian suatu Cabang yang merupakan pemisahan dari Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di Kabupaten / Kota yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Cabang yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

(2) Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat Daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e. Kursus kader Pimpinan tingkat Daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor

(3) Pengesahan pendirian Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Cabang setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang merupakan pemisahan dari Daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 8
Wilayah
(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di propinsi yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Daerah yang berfungsi
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

(2) Syarat pendirian Wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Wilayah dan Unsur Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30 orang.
e. Kursus kader pimpinan tingkat Wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Mu`allimin / Mu`allimat/ Pondok Pesantren
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor.

(3) Pengesahan pendirian Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang merupakan pemisahan dari Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam Negara Republik Indonesia yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Wilayah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

Pasal 10
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Wilayah
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Pusat

(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Pusat atau di sekitarnya.
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu keputusan Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada Tanwir calon pengganti Ketua Umum Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 11
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu kota propinsi.
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Wilayah atau di sekitarnya.
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan Wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah calon pengganti Ketua Pimpinan Wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Daerahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah, dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Daerah
e. Memimpin gerakan dan menjadikan Daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia

(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu kota Kabupaten / Kota.
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus berdomisili di Kabupaten / Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.

Pasal 13
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Cabangnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Cabang

(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Cabang.

Pasal 14
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi Otonom tingkat Ranting

(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.

Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
(1) Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a. Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
b. Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah
c. Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
d. Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
e. Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya
f. Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, Wilayah dan Pusat
g. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak merangkap jabatan dengan Pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya, baik vertikal maupun horisontal
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan

(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan

Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting sama dengan masa jabatan Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta Pimpinan Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan Pusat dan pelaksanaannya dilakukan setelah Muktamar dan Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam Muhammadiyah yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah-terima dengan Pimpinan yang baru.
(4) Setiap pergantian Pimpinan Muhammadiyah harus menjamin adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan kaderisasi pimpinan.


Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pimpinan Pusat dalam keadaan luar biasa dapat mengambil ketetapan lain terhadap masalah Pimpinan yang diatur dalam pasal 11 sampaidengan 16.
Pasal 18
Penasihat
(1) Penasihat terdiri atas perorangan yang diangkat oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat kepada Pimpinan Muhammadiyah, baik diminta maupun atas kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat sebagai penasihat:
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, atau mempunyai pengalaman dalam organisasi atau memiliki keahlian bidang tertentu

Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpin
an
(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan:
a. Majelis:
1.
Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan pokok dalam bidang tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang di tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b. Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan Pusat di tingkat pusat.
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di tingkat masing-masing dengan persetujuan Pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Qa`idah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 20
Organisasi Otonom
(1) Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam dua kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom yang anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom yang seluruh anggotanya anggota Muhammadiyah, dan diberi wewenang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang membidanginya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran organisasi otonom ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Qa`idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 21
Muktamar
(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Undangan dan acara Muktamar dikirim kepada anggota Muktamar selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Muktamar berlangsung.
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas jumlah perimbangan Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing tiga orang, diantaranya dua orang wakilnya dalam Tanwir.
b. Peserta Muktamar terdiri atas:
1.
Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Muktamar ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat. Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh penyelenggara.

Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diadakan berdasarkan keputusan Tanwir atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar Biasa dikirim kepada Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum Muktamar Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21 berlaku bagi penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3) dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil sekurang-kurangnya dua pertiga dari yang hadir.

Pasal 23
Tanwir
(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan Pusat atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim kepada Anggota Tanwir selambat-lambatnya satu bulan sebelum Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur PWM dan atau PDM antara 3 sampai 5 orang berdasarkan perimbangan daerah dalam wilayah atas dasar keputusan Musyawarah Wilayah atau Musyawarah Pimpinan Wilayah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing dua orang.
b. Peserta Tanwir terdiri dari:
1.
Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Tanwir ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Tanwir berhak menyatakan pendapat. Peninjau Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur oleh penyelenggara.

Pasal 24
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Wilayah dikirim kepada Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Wilayah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Pusat, pelaksanaan keputusan Musyawarah Wilayah , Musyawarah Pimpinan Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b. Program Wilayah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan Anggota Tanwir Wakil Wilayah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
3. Anggota Pimpinan Daerah, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting pada tiap-tiap Cabang.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c. Peninjau Musyawarah Wilayah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus dilaporkan kepada Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim, tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah Wilayah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Wilayah diatur oleh penyelenggara.

Pasal 25
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Daerah dikirim kepada Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah, masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah Daerah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh penyelenggara.

Pasal 26
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Cabang dikirim kepada Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari sebelum Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan Cabang.
4. Keuangan.
b. Program Cabang
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
e. Masalah Muhammadiyah dalam Cabang
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh penyelenggara.

Pasal 27
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Ranting dikirim kepada Anggota Musyawarah Ranting selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Musyawarah Ranting berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a. Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Ranting dan Musyawarah Pimpinan Ranting.
4. Keuangan.
b. Program Ranting
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting dan pengesahan Ketua
d. Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting.
b. Peserta Musyawarah Ranting ialah undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Ranting
c. Peninjau Musyawarah Ranting ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus dilaporkan kepada Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah Musyawarah Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah Ranting dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Ranting diatur oleh penyelenggara.

Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Pimpinan dikirim kepada anggota Musyawarah Pimpinan selambat-lambatnya:
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari,
sebelum Musyawarah Pimpinan berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam Musyawarah sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Wilayah yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat
(b) Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(c) Wakil Daerah tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Wilayah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
b. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(b) Ketua Pimpinan Cabang
(c) Wakil Cabang tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Daerah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
c. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah
(b) Ketua Pimpinan Ranting
(c) Wakil Ranting tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Cabang dua orang.
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
d. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Ranting yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang
(b) Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting dua orang.
2. Peserta (undangan khusus).
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan Musyawarah Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung

Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga dari anggota Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah tidak memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka kembali. Apabila anggota Musyawarah belum juga memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka serta dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah kehadiran anggota Musyawarah.
Pasal 30
Keputusan Musyawarah

(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang dilakukan dengan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup / rahasia.

Pasal 31
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 Anggaran Dasar dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara Rapat Pimpinan ditentukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(4) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.

Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada setiap tingkatan untuk membahas penyelenggaraan program sesuai pembagian tugas yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Undangan.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Undangan.
4. Pada tingkat Cabang:
5. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
6. Wakil Pimpinan Ranting.
7. Undangan.
(3) Keputusan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.


Pasal 34
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan
(1) Seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat secara hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan :
a. Pengelolaan keuangan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Muhammadiyah
b. Pengelolaan kekayaan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
(1) Pengawasan keuangan dan kekayaan dilakukan terhadap Pimpinan Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
(2) Ketentuan tentang pengawasan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 36
Laporan
Laporan terdiri dari:
1. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh Pimpinan Muhammadiyah dan Unsur Pembantu Pimpinan disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah masing-masing tingkat, Tanwir, atau Muktamar.
2. Laporan tahunan tentang perkembangan Muhammadiyah, termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom, dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan disampaikan kepada Pimpinan di atasnya untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
3. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan tahunan disampaikan kepada Unsur Pembantu Pimpinan dengan tembusan kepada Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.

Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
(1) Muhammadiyah menggunakan Tahun Takwim dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember.
(2) Surat-surat resmi Muhammadiyah menggunakan tanggal Hijriyah dan Miladiyah.
(3) a.Surat resmi Muhammadiyah ditandatangani:
1.
Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum / Ketua bersama Sekretaris Umum / Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua Umum / Ketua bersama Bendahara Umum / Bendahara.
2. Di tingkat Wilayah ke bawah ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Bendahara / Wakil Bendahara.
b. Surat-surat yang bersifat rutin dapat ditandatangani oleh Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang ditunjuk
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 38
Penutup
(1) Anggaran Rumah Tangga ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan, Anggaran Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.




MENGAPA MUHAMMADIYAH TIDAK BERMADZHAB?

Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya sebagai warga Muhammadiyah di Malang kadang merasa bingung, kenapa Muhammadiyah tidak bermadzhab seperti NU yang cenderung ke Imam Syafi’i dan mengapa Muhammadiyah tidak menggunakan qunut dalam shalat baik di waktu Shubuh ataupun waktu shalat Tarawih karena di negara kita sekarang lagi banyak terkena bencana? Terima kasih atas jawaban pengasuh, karena jawaban ini akan semakin meneguhkan keyakinanku, bahwa Muhammadiyah adalah salah satu ormas yang bertujuan untuk pemurnian agama Islam.
Wassalamu’alikum wr. wb.
Pertanyaan Dari:
Fahmi Abdul Halim, Malang Jawa Timur
(disidangkan pada: Jum’at, 4 Jumadal Ula 1429 H / 9 Mei 2008 M)

Jawaban:

Untuk memperjelas permasalahan, jawaban atas pertanyaan saudara kami kelompokkan dalam 2 (dua) nomor sebagai berikut:
1.    Menjawab pertanyaan tentang, Mengapa Muhammadiyah tidak bermadzhab?, ada baiknya kami paparkan sedikit isi dari salah satu di antara pokok-pokok Manhaj Majelis Tarjih yang berbunyi “Tidak mengikat diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat”.
Dari sana dapat difahami bahwa Muhammadiyah memang tidak terikat kepada salah satu di antara madzhab-madzhab tertentu, akan tetapi juga bukan berarti Muhammadiyah anti dengan madzhab, kita tidak meragukan kualitas keilmuan para imam-imam madzhab. Namun, bagaimanapun juga pendapat-pendapat para imam tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak sebagaimana kebenaran al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Pendapat-pendapat para imam tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi pada masa mereka hidup, yang tentunya akan terdapat perbedaan dan juga akan ada hal-hal yang kurang relevan lagi dengan masa kita sekarang. Apa yang dilakukan Muhammadiyah - melaksanakan agama bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah - ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. [Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Muwattha’].
Dan juga, apa yang dikatakan oleh salah satu Imam madzhab, yaitu Imam Ahmad Bin Hanbal yang berbunyi:

Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun, ambillah (ikutilah) dari mana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah)”.
Singkatnya, tidak mengikuti pada madzhab-madzhab tertentu bukan berarti tidak menghormati pendapat para imam fuqaha, namun hal ini justru langkah untuk menghormati mereka karena mengikuti metode dan jalan hidup mereka serta melaksanakan pesan-pesan mereka agar tidak bertaqlid. Jadi, sebenarnya hal penting yang perlu diikuti adalah menggali pandapat itu dari sumber pengambilan mereka yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw yang shahih yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

2.    Permasalahan qunut sebenarnya telah dijawab pada keputusan Muktamar Tarjih Wiradesa dan sudah termaktub dalam buku Himpunan Putusan Tarjih hal. 366-367, dan telah dijawab oleh Tim PP. Muhammadiyah Majelis Tarjih dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.
Pengertian qunut secara definitif adalah tunduk pada Allah dengan penuh kebaktian dan juga bisa berarti tulul qiyam atau berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan ini termasuk ada tuntutannya (masyru’), berdasarkan Hadits Nabi saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut)”. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Adapun qunut diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika i’tidal dan membaca doa: Allahummahdiny fiman hadait … dan seterusnya di waktu shalat Subuh hukumnya diperselisihkan ulama, di samping doa tersebut juga sebagai doa qunut witir berdasarkan Hadits:

Artinya: “Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah saw telah mengajarkan kepadaku tentang kalimat-kalimat yang aku baca ketika melakukan qunut witir: Allahumma-hdini fiman hadait, wa’afini fiman ‘afait, watawallani fiman tawallait wabarikli fima a’thaita wa qini syarra ma qadzaita fainnaka taqdzi wala yuqdza ‘alaika innahu la yadzillu man wallaita tabarakta rabbana wa ta’alaita”. (HR. lima ahli Hadits)
Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat Hadits-Hadits tentang qunut Subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ulama. Di samping itu terdapat Hadits yang menguatkan tidak adanya qunut Subuh. Dalam riwayat beberapa imam disebutkan sebagai berikut:

Artinya: “Khatib meriwayatkan dari jalan Qais bin Rabi’ dari Ashim bin Sulaiman, kami berkata kepada Anas: Sesungguhnya suatu kaum menganggap Nabi saw itu tidak putus-putus berqunut di (shalat) subuh, lalu Anas berkata: Mereka telah berdusta, karena beliau tidak qunut melainkan satu bulan, yang mendoakan kecelakaan satu ka. Lambang Muhammadiyah

a. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.

b. Maksud Lambang

Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.
Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.
 Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24: ”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadakalian”.
Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang.
Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:
”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah merekaorang-orangyangmenang”.
Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan. Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan.
 Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).
Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).

=====================================================

“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak tahu ilmunya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati mereka akan dimintai pertabggugjawaban (Al-qur’an Surat Bani Israil ayat :36)
Perkataan Ulama’ Tentang Menentang Hadits
1. Imam Abu Hanifah rohimahullohu
Ø  “Tidak halal bagi seorang pun untuk mengambil perkataan kami jika dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya”.
Ø  “Jika saya menyampaikan perkataan yang bertentangan dengan Kitabulloh dan hadits Rosululloh, maka tinggalkanlah perkataanku”.
2. Imam Malik rohimahullohu
Ø  “Sesungguhnya saya hanyalah manusia, kadang salah dan kadang benar, maka telitilah pendapatku. Yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah ambillah dan yang tidak sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah tinggalkanlah”.
Ø  “Pendapat semua orang dapat diterima atau ditolak kecuali perkataan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam”.
3. Imam Syafi’i rohimahullohu
Ø  “Jika suatu hadits itu shohih, maka itulah pendapatku”.
Ø  “Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa jika ada yang mengetahui hadits Rosululloh, maka dia tidak boleh meninggalkannya karena mengikuti pendapat seseorang”.
4. Imam Ahmad rohimahullohu
Ø  “Janganlah engkau mengekor kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i, dan Ats-Tsaury. Ambillah dari sumber mereka mengambil”.
Ø  “Barang siapa menolak hadits Rosululloh maka dia dalam jurang kehancuran”. (Lihat Sifat Sholat Nabi hal 47-53).
Ø  Sekulerisme : cara hidup, cara bekerja, cara berfikir seseorang dalam kehidupan dunia tanpa menyentuh Allah (tanpa menggunakan pedoman dari Allah)

Ø  Dinamisme : Faham yang mempercayai (sesuatu barang) itu mempunyai kekuatan gaib (dapat menghilangkan penyakit misalnya)
Ø  Animesme : faham yang percaya dengan roh-roh halus,  untuk sesembahannya menggunakan sesaji
Ø  Palitheisme : Faham yang mempercayai banyak dewa.
Ø  Atheisme ; faham yang tidak mengakui adanya Tuhan
Ø  Pantheisme : ajaran yang menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan dan hukum alam semesta atau penyembahan (pemujaan) kepada sesua dewa.

Ø  Khurafat: kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada tetapi sebenarnya tidak ada  dan dianggap sakral.
Ø  Rubbubiyah : Menyakini dan menegaskan bahwa Allah SWT dzat yang Maha Pencipta.
Ø  Uluhiyah : Mengesakan Allah bahwa Allah SWT adalah dzat yang paling patut di ibadahi dan ditatai.


Hal-hal yang merusak aqidah SEBAGAI BERIKUT:

·         Al-Khurafat berasal dari bahasa Arab artinya cerita bohong, dongeng, dan takhayul atau sesuatu hal yang tidak masuk akal. Semua kepercayaan, keyakinan atau kegiatan yang tidak memiliki dasar dan atau bersumber dari ajaran agama tetapi diyakini hal tersebut berasal dan memiliki dasar dari agama.
·         Tahayul percaya terhadap  memelihara keris, azimat dan sejenisnya, paranormal, karena dengan ini bisa membawa kesuksesan. Kalangan orang Indonesia masihbanyak.
·         Bid’ah menurut arti bahasa dapat berarti model untuk sesuatu yang baru yang tidak didahului oleh contoh, sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada contohnya untuk sesuatu yang diadakan dengan bentuk yang belum pernah ada contohnya, sedangkan menurut syara’ yang dimaksud dengan Bid’ah ialah urusan di dalam agama baik berupa aqidah (kepercayaan), berupa ibadah ataupun berupa sifat bagi ibadah yang belum pernah ada (terjadi) dimasa Rasulullah. Melakukan Bid’ah dalam urusan ibadah ataupun aqidah sangat dicela oleh agama dan dilarang atau diragukan.
·         Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain.
·         Ruqyah yaitu : yang disebut juga dengan istilah Ajimat. Ini tidak diperbolehkan karena menjurus kearah hal hal yang syirik, karena Rasulullah SAW telah mencontohkan mendoakan pada orang sakit tanpa menjampi jampi nya dan itu hanya sekedar mendoakan.          
·         Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu menuturkan : aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
          “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah syirik.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
·         Tilawah adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya.
·         Istighosah sekarang ini sudah menjadi tren dikalangan kaum muslim. Namun sebenarnya mereka tidak menyadari bahwa ibadah yang satu ini banyak memuat kesalahan diluar tuntunan Islam
Kesalahan yang pertama adalah Istighosah dengan memanggil nama Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Islam tidak pernah mengajarkan yang seperti ini, islam merupakan agama yang beraqidah lurus, jadi tidak mungkin ada ajaran seperti ini. Beristighotsah dengan memanggil Nabi SAW merupakan perilaku yang jauh dari islam, bahkan Nabi SAW. mengingkarinya.

“Sesungguhnya janganlah kalian semua beristighotsah kepadaku, karena sesungguhnya Istighosah itu hanyalah kepada Alloh saja.” (Thabrani)

·         Adapun yang dimaksud dengan Isti’anah (memohon pertolongan) adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; tsiqqoh (percaya) kepada Allah Swt dan i'timad (bersandar penuh) kepada-Nya.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Hanya kepada-Mulah kami beribadah, (inilah yang dimaksud dengan ibadah). Dan, hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan, (inilah yang dimaksud dengan Isti’anah).” (Q.S. Al-Fatihah [1]: 5)
  • Tathayyur (merasa sial karena suatu sebab) Di masa kini pengaruh- pengaruh tathayyur masih begitu kental dan terasa, terbukti dengan semakin marak dan menjamurnya paranormal alias dajjal yang mengklaim mengetahui perkara ghaib.
  • Thiyarah: merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
  • Hamah: burung hantu. Orang-orang jahiliyah merasa bernasib sial dengan melihatnya; apabila ada burung hantu hinggap di atas rumah salah seorang di antara mereka, dia merasa bahwa burung ini membawa berita kematian tentang dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.
  • Nau’: bintang; arti asalnya adalah: tenggelam atau terbitnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyah menisbatkan hujan turun kepada bintang ini, atau bintang itu.
KULIAH I
KEMUHAMMADIYAAN

1.  Pengertian Muhammadiyah

Arti :Bahasa atau etimologis:
Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah" yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua orang yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa, geografis, etnis dsb.
Arti Istilah atau terminologis:
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasas Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA. Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik)dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata. 
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah "Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
           
2. Pendiri Muhammadiyah:

Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan)  dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah.
Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah:
    
3. Ayat-ayat yang sebagai dasar berdirnya Muhammadiyah:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (AlQur'an, S. Ali-Imran:102)


Artinya: Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia "(AlQur'an, S. Ali-Imran:104).


Artinya:  Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (AlQur'an, S. Ali-Imran:110).


Artinya:  Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[218], dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu[219] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu[220] disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. . (AlQur'an, S. Ali-Imran:112).

[218]. Maksudnya: perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam atas mereka.

[219]. Yakni: ditimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah.

[220]. Yakni: kekafiran dan pembunuhan atas para nabi-nabi.


3. Tujuan Muhammadiyah

Pada Pasal 6 tercantum maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
KULIAH II
KEMUHAMMADIYAAN


Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
    
Jiwa dan pemikirannya KHA. Dahlan cerdas, pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah:
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang menerapkan ajaran Islam tidak seperti yang diajarjakan nabi Muhammad maka beliau ingin merubah mengembalikan seperti semula ketika dibawakan nabi Muhammad. Laau beliau mendirikan persyarikatan Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
            Ada dua faktor yang mempengaruhi berdirinya Muhammadiyah yakni:
1. Faktor obyektif
     Faktor obyektif (melihat kondisi umat Islam dan bangsa saat itu)
     Faktor ini meliputi:
a.       Intern Indonesia melihat pekembangan ajaran agama Islam sudah tidak utuh lagi dan tidak murni lagi.yang sudah dicampuri perbuatan-perbuatan yang tidak pernah diajarkan oleh Rasululloh saw. Pendidikan Umat Islam saat itu (bodoh, mlamat, terjajah) dan kodisi umat Islam tentang dinul Islam Merajalelanya taqlid, bid’ah, khurafat, tahayul, talqin dan adzan di kuburan, kenduri kematian, permintaan keselamatan dan kesuksesan pada kuburan-kuburan wali atau orang yang dianggap suci, kepercayaan pada jimat-jimat dll.
b.      Ekstern Umat Islam; Pada penjajahan belanda bahwa ajaran Islam tidak boleh Agama Islam berkembang secara murni dan utuh tapi bermaksud menyebarkan agama Nasrani

Faktor-faktor tersebut inilah yang mengilhami ide pembaharu dan pemurnian ajaran Islam oleh KHA. Dahlan.

2. Faktor Subyektif

Faktor subyektif adalah faktor yang diilhami oleh tokoh-tokoh besar dari dunia Islam seperti :
1)      Ibnu Taimiyah
a.       Sistem pemikirannya sebagai berikut:
a)       Bersumber pada Al-qur’an dan hadist. Beliau tidak menerima logika dalam penetapan aqidah.
b)      Fungsi akal menurut beliau adalah sebagai saksi pembenar  dan penjelasan dalil-dalin Al-qur’an.
c)       Membuat jauh-jauh fanatisme terhadap pendapat-pendapat orang lain
b.      Aqidah menurut Ibnu Taimiyah
a)       Rukun Iman

2)      Muhammad Bin Abdul Wahab
Beliau termasuk pengikut aliran pembaruan(tajdid) dan  paling keras, konsekwen dan tidak mengenal kompromi  Pemikiran
Pokok-pokok pikiran tentang aqidah
Beliau meneruskan pokok pikiran Ibnu Taimiyah menuruskan pembaharuan dan pemurnian. Beliau tidak membawa hal-hal yang baru selain tauhid yang murni sebagaimana dibawakan Rasululloah saw.
a)      Menurut beliau tauhid (aqidah) sebagai berikut:
a.       Tujuan da’wah para rosul sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
b.      Bersih dari kemusrikan
c.       Tauhid ada dua sisi yakni Rububiyah (Menyakini dan menegaskan bahwa Allah SWT dzat yang Maha Pencipta) dan Uluhiyah.(Mengesakan Allah bahwa Allah SWT adalah dzat yang paling patut di ibadahi dan ditatai).Inilah sebagai garis pemisah antara musyrik dan muslim.
3)      Aqidah menurut Muhammad Bin Abdul Wahab

a.       Memohon kepada para wali, Nabi dan Sholikhin dalam memenuhi hajat atau menolakbencana yang menimpa mereka: (QS. Bani Israil:57, Yunus:106,Azzumar:3)
b.      Tunduk kepala ulama dan penguasa dalam hal menharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh SWT.(attaubah:31)
c.       Berhukum selain hukum Allah(An-nisa’60-61, Maidah:50)
d.      Memintah barokah kepada kuburan dll
e.       Perbuatan, sikap yang berlebihan kepada orang yang sholeh (an-nisa’171, Nuh:23)
f.       Nadzar dan meyembeleh kepada selain Allah (Sd-dahr:7,Al-Baqoroh:270, Al-An’am:162 dan Kausar:2)
g.       Perdukunan, ramalan, sihir dan tathoyyur (Al-baqoroh:106)
h.      Isti’adzah, Istighosah, dan sumpak selain Allah (Jin:6)


   Menurut beliau hal-hal yang merusak tauhid (aqidah) berikut:
a)      Memohon kepada para wali,Nabi dan Sholihin dalam memenuhi hajat atau menolak bencana yang menimpa mereka:
Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.(Bani Israel :57)

857]. Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.

Artinya: Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." Yusuf : 106

Artinya: Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. Azzumar:3

b)      Tunduk kepada Ulama dan Penguasa dalam hal mengharamkan apa yang dihalalakan oleh Allah SWT dan begitu pula sebaliknya:

31. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(Attaubah: 31)

c)      Berathkim kepala selain Allah SWT (An-Nisa’:60-61, Al-Maidah: 50)

60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisa’ : 60)

312]. yang selalu memusuhi Nabi dan kaum Muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga:
1. Orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu.
2. Berhala-berhala
61. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (An-Nisa’ : 61)

d)      Perbuatan sikap yang berlebihan-lebihan terhadap orang yang sholeh dan juga terhadap kuburan-kuburan mereka


Artinya: Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu[383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya[384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya[385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.(an-nisa’171)


Artinya: Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr[1520]."

e)      Perdukunan, ramalan, sihir  dan tathayyur (menganggap sial)

131. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-A’raf 131)


19. Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas." (Yasin: 19)

Ayat mana saja[81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

81]. Para mufassirin berlainan pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.  (Al-Baqoroh: 106)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya wahyu kepada Nabi SAW kadang-kadang pada malam hari tapi beliau lupa siang harinya. Maka Allah turunkan ayat ini (S. 2: 106) sebagai jaminan bahwa wahyu Allah tidak akan mungkin terlupakan.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari 'Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.)  

f)       Isti’adzah, istighotshah, dan sumpah selain Allah SWT.

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan[1523] kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Jin;6)


Ø  Jamaluddin Al Afghani
Ø  Lahir di desa As’ad Abad Afghanistan tahun 1839 M dan meninggal 1897M. Dia adalah seoranf Mujtahid.

Pokok pikirana menurut beliau tentang Aqidah, antara lain adalah sebagai berikut;
a)      Membersihkan akal dengan tauhid dari segala syirik. Tauhid membersihakan seseorang sehingga terhindar dari segala keraguan.
b)      Islam menghapus paham yang mengistimewakan seseorang atau kelompok.
c)      Aqidah Islam didasarkan pada kepuasan, bukan pada taklid atau meniru-niru tanpa dalil yang shoheh
d)      Islam menyusuh Umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegak kemungkaran.
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.(Al-Imron:104)


Ø  Muhammad Abduh
Ø  Lahir di desa Nacer, Bachairah, Mesir tahun 1258 atau 1849 dan wafat tahun 1905. Dia seorang mujtahid.

Pokok-pokok pikiran Muhammad Abduh tentang Aqidah:
a)      Tahuhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat wajib yang ada padaNya, tengan kerasulan Allah.
b)      Pembebasan kaum muslimin dari aqidah kaum jabariyah.
c)      Akal adalah nikmat dari Allah yang harus selaras dengan agama dan risalahnya bagi manusi

DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
7. Hasil yang ingin dicapai yakni: BALDATUN THOYYIBATUN WAROBBON GHOFUR

 PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: "Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah".
SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar amal usaha Muhammadiyah dan (c) Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

 




Kepribadian Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah "Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
 PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: "Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah".
SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar amal usaha Muhammadiyah dan (c) Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang        sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai    dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.  

Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.  Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah , Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlak, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c. Ibadah,  Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d. Muamalah Duniawiyah, Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
 5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"
 (Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo)
Catatan:
Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
1. Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta;
2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.



Khitah Perjuangan
HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
MUHAMMADIYAH DAN POLITIK
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya

Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
 MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.
DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat
Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
Khitah Perjuangan dalam Kehidupan Bernegara dan Bernegara





Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
 Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.
Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar.
Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.

ANGGARANDASAR
PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

MUQADDIMAH
Fatihah-1-2
Fatihah6
fatihah-4
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkaulah hamba menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.
rodhitubillah

"Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama kepada ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wassalam

".fatihah3
AMMA BAD'U, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber'ibadah serta tunduk dan tha'at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia " (AlQur'an, S. Ali-Imran:104).
Pada tanggal 8 Dzulhiijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti pererdaan zaman serta bersdaarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan atau Muktamar.
Kesemuanya itu. perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna menpat karunia dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga. merupakan:
"Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun".
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga "Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.






BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.
Pasal 2
Pendiri
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pasal 7
Usaha
(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
(1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:
a. Anggota Biasa ialah warga negara Indonesia beragama Islam.
b. Anggota Luar Biasa ialah orang Islam bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota Kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.
(2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:
1. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan
2. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
5. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara

Pasal 10
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan Wilayah dan Daerah dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.

BAB VI
PIMPINAN
Pasal 11
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kurangnya tiga belas orang, dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(3) Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
(4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan diumumkan dalam forum Muktamar.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Tanwir.
(6) Pimpinan Pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah seorang Ketua bersama-sama Sekretaris Umum atau salah seorang Sekretaris, mewakili Muhammadiyah untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan.

Pasal 12
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dalam wilayahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Wilayah terdiri atas sekurang-kurangnya sebelas orang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat.

Pasal 13
Pimpinan Daerah
(1)   Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon anggota Pimpinan Daerah yang telah dipilih dalam Musyawarah Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
(4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Wilayah.
Pasal 14
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Cabang.
(4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Daerah.

Pasal 15
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
(2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Ranting.
(3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
(4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.

Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
(1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.
(2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
(3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting lima tahun.
(2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan berturut-turut.
(3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar telah menetapkan Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah disahkan oleh Pimpinan di atasnya.
Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa
Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12 sampai dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
Pasal 19
Penasihat
(1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat penasihat.
(2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
(1) Unsur Pembantu Pimpinan terdiri atas Majelis dan Lembaga.
(2) Majelis adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah.
(3) Lembaga adalah Unsur Pembantu Pimpinan yang menjalankan tugas pendukung Muhammadiyah.
(4) Ketentuan tentang tugas dan pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
ORGANISASI OTONOM
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
(3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa ialah muktamar darurat disebabkan oleh keadaan yang membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedang Tanwir tidak berwenang memutuskannya.
(2) Muktamar Luar Biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atas keputusan Tanwir..
(3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 24
Tanwir
(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
(3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali selama masa jabatan Pimpinan.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Wilayah.
(2) Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Wilayah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimbangan jumlah Ranting dalam tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Daerah.
(2) Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas dasar perimbangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
(3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 27
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Cabang, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Cabang.
(2) Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
(3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.




Pasal 28
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Ranting, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Ranting.
(2) Anggota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting
(3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun.
(4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam Muhammadiyah pada tingkat Wilayah sampai dengan Ranting yang berkedudukan di bawah Musyawarah pada masing-masing tingkat.
(2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan Muhammadiyah di tingkat masing-masing.
Pasal 31
Keputusan Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 diusahakan dengan cara mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
BAB X
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan ialah rapat dalam Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Muhammadiyah apabila diperlukan.
(2) Rapat Pimpinan membicarakan masalah kebijakan organisasi.
(3) Ketentuan lain mengenai Rapat Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 33
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja ialah rapat yang diadakan untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut amal usaha, program dan kegiatan organisasi.
(2) Rapat Kerja dibedakan dalam dua jenis yaitu Rapat Kerja Pimpinan dan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan pada tiap tingkat diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
(4) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan diadakan dua kali dalam satu masa jabatan.
(5) Ketentuan mengenai masing-masing jenis Rapat Kerja diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 34
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat yang dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat berlaku sejak ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Tanfidz keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, dan Rapat semua tingkat
a. Bersifat redaksional
b. Mempertimbangkan kemaslahatan
c. Tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga


BAB XI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 35
Pengertian
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah adalah semua harta benda yang diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan pelaksanaan amal usaha, program, dan kegiatan Muhammadiyah.
Pasal 36
Sumber
Keuangan dan kekayaan Muhammadiyah diperoleh dari:
1. Uang Pangkal, Iuran, dan Bantuan
2. Hasil hak milik Muhammadiyah
3. Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, Wasiat, dan Hibah
4. Usaha-usaha perekonomian Muhammadiyah
5. Sumber-sumber lain
Pasal 37
Pengelolaan dan Pengawasan
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pengawasan keuangan dan kekayaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
(1) Pimpinan Muhammadiyah semua tingkat wajib membuat laporan perkembangan organisasi dan laporan pertanggungjawaban keuangan serta kekayaan, disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah tingkat masing-masing, Tanwir, dan Muktamar.
(2) Ketentuan lain tentang laporan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
(3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.

BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
(1) Pembubaran Muhammadiyah hanya dapat dilakukan dalam Muktamar Luar Biasa yang diselenggarakan khusus untuk keperluan itu atas usul Tanwir.
(2) Muktamar Luar Biasa yang membicarakan usul Tanwir tentang pembubaran dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat dari jumlah anggota Muktamar Luar Biasa.
(3) Keputusan pembubaran diambil sekurang-kurangnya tiga perempat dari yang hadir.
(4) Muktamar Luar Biasa memutuskan segala hak milik Muhammadiyah diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan umat Islam setelah Muhammadiyah dinyatakan bubar.

BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Muktamar.
(2) Rencana perubahan Anggaran Dasar diusulkan oleh Tanwir dan harus sudah tercantum dalam acara Muktamar.
(3) Perubahan Anggaran Dasar dinyatakan sah apabila diputuskan oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Muktamar yang hadir

BAB XVI
PENUTUP
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.






Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah




Pasal 1
Tempat Kedudukan
(1) Muhammadiyah berkedudukan di tempat didirikannya, yaitu Yogyakarta
(2) Pimpinan Pusat sebagai pimpinan tertinggi memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan dan menyelenggarakan aktivitasnya di dua kantor, Yogyakarta dan Jakarta

Pasal 2
Lambang dan Bendera
(1) Lambang Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah seperti berikut:

(2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran dua berbanding tiga bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di bawahnya, berwarna dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih, seperti berikut:

(3) Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 3
U s a h a
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya.
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas
7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12. Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan.
13. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah

Pasal 4
Keanggotaan
(1) Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia beragama Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal.

(2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam, setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mendukung amal usahanya.
(3) Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu Muhammadiyah.
(4) Tatacara menjadi anggota diatur sebagai berikut:
a. Anggota Biasa

1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi formulir disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberi tanda anggota sementara kepada calon anggota, sebelum yang bersangkutan menerima kartu tanda anggota dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bentuk tanda anggota sementara ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Pimpinan Pusat memberi kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada calon anggota biasa yang telah disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan

b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur oleh Pimpinan Pusat

(5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang penerimaan permintaan menjadi Anggota Biasa dan memberikan kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada Pimpinan Wilayah. Pelimpahan wewenang tersebut dan ketentuan pelaksanaannya diatur dengan keputusan Pimpinan Pusat.
(6) Hak Anggota
a. Anggota biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar permusyawaratan.
2. Memilih dan dipilih dalam permusyawaratan.

b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
(7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan:
a. Taat menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya
c. Berpegang teguh kepada Kepribadian serta Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
d. Taat pada peraturan Muhammadiyah, keputusan musyawarah, dan kebijakan Pimpinan Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq

(8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat

(9) Tata cara pemberhentian anggota.
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Daerah berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah usulan pemberhentian anggota dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan selama menunggu proses pemberhentian anggota dari Pimpinan Pusat,
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung, dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
(1) Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota.
(2) Syarat pendirian Ranting sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d. Jama`ah

(3) Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Pimpinan Cabang.
(4) Pendirian suatu Ranting yang merupakan pemisahan dari Ranting yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Cabang / Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
Pasal 6
Cabang
(1) Cabang adalah kesatuan Ranting di suatu tempat yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha

(2) Syarat pendirian Cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat dalam lingkungan Cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps muballigh / muballighat Cabang, sekurang-kurangnya 10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran / Madrasah Diniyah / Sekolah Dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor

(3) Pengesahan pendirian Cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas usul Ranting setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Daerah.
(4) Pendirian suatu Cabang yang merupakan pemisahan dari Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
(1) Daerah adalah kesatuan Cabang di Kabupaten / Kota yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Cabang yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

(2) Syarat pendirian Daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat Daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e. Kursus kader Pimpinan tingkat Daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor

(3) Pengesahan pendirian Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Cabang setelah memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah.
(4) Pendirian suatu Daerah yang merupakan pemisahan dari Daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 8
Wilayah
(1) Wilayah adalah kesatuan Daerah di propinsi yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga Daerah yang berfungsi
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

(2) Syarat pendirian Wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota Pimpinan Wilayah dan Unsur Pembantu Pimpinannya serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat Wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30 orang.
e. Kursus kader pimpinan tingkat Wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Mu`allimin / Mu`allimat/ Pondok Pesantren
g. Amal Usaha dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
h. Kantor.

(3) Pengesahan pendirian Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul Daerah yang bersangkutan.
(4) Pendirian suatu Wilayah yang merupakan pemisahan dari Wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Wilayah / Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan Wilayah dalam Negara Republik Indonesia yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi Wilayah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

Pasal 10
Pimpinan Pusat
(1) Pimpinan Pusat bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Wilayah
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Pusat

(2) Anggota Pimpinan Pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Pusat harus berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Pusat atau di sekitarnya.
(4) Pimpinan Pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Tanwir sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Pusat terpilih. Selama menunggu keputusan Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
(5) Pimpinan Pusat mengusulkan kepada Tanwir calon pengganti Ketua Umum Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 11
Pimpinan Wilayah
(1) Pimpinan Wilayah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah, Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat dan Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Wilayah
(2) Pimpinan Wilayah berkantor di ibu kota propinsi.
(3) Anggota Pimpinan Wilayah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Wilayah harus berdomisili di kota tempat kantor Pimpinan Wilayah atau di sekitarnya.
(5) Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Tanwir apabila Ketua Pimpinan Wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir.
(6) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
(7) Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Wilayah calon pengganti Ketua Pimpinan Wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah dan ketetapan dari Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan Daerah
(1) Pimpinan Daerah bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Daerahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah, dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Daerah
e. Memimpin gerakan dan menjadikan Daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia

(2) Pimpinan Daerah berkantor di ibu kota Kabupaten / Kota.
(3) Anggota Pimpinan Daerah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(4) Anggota Pimpinan Daerah harus berdomisili di Kabupaten / Kotanya.
(5) Pimpinan Daerah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah apabila Ketua Pimpinan Daerah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Daerah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Daerah mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Daerah calon pengganti Ketua Pimpinan Daerah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah dan ketetapan dari Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.

Pasal 13
Pimpinan Cabang
(1) Pimpinan Cabang bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Cabangnya berdasarkan kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan Ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat Cabang

(2) Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya.
(4) Pimpinan Cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
(5) Pimpinan Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Cabang.

Pasal 14
Pimpinan Ranting
(1) Pimpinan Ranting bertugas:
a. Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting
b. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur Pembantu Pimpinan.
c. Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya
d. Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi Otonom tingkat Ranting

(2) Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
(3) Anggota Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
(4) Pimpinan Ranting menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang apabila Ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
(5) Pimpinan Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
(6) Pimpinan Ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.

Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
(1) Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a. Taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam
b. Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah
c. Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah
d. Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah
e. Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya
f. Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya satu tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, Wilayah dan Pusat
g. Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan organisasi yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak merangkap jabatan dengan Pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya, baik vertikal maupun horisontal
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan

(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan

Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
(1) Masa jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting sama dengan masa jabatan Pimpinan Pusat.
(2) Pergantian Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dengan segenap Unsur Pembantu Pimpinannya, serta Pimpinan Ranting, disesuaikan dengan pergantian Pimpinan Pusat dan pelaksanaannya dilakukan setelah Muktamar dan Musyawarah di atasnya.
(3) Pimpinan-pimpinan dalam Muhammadiyah yang telah habis masa jabatannya, tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah-terima dengan Pimpinan yang baru.
(4) Setiap pergantian Pimpinan Muhammadiyah harus menjamin adanya peningkatan kinerja, penyegaran, dan kaderisasi pimpinan.


Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pimpinan Pusat dalam keadaan luar biasa dapat mengambil ketetapan lain terhadap masalah Pimpinan yang diatur dalam pasal 11 sampaidengan 16.
Pasal 18
Penasihat
(1) Penasihat terdiri atas perorangan yang diangkat oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(2) Penasihat bertugas memberi nasihat kepada Pimpinan Muhammadiyah, baik diminta maupun atas kemauan sendiri.
(3) Syarat untuk dapat diangkat sebagai penasihat:
a. Anggota Muhammadiyah
b. Pernah menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, atau mempunyai pengalaman dalam organisasi atau memiliki keahlian bidang tertentu

Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpin
an
(1) Pengertian dan Pembentukan Unsur Pembantu Pimpinan:
a. Majelis:
1.
Majelis bertugas menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan pokok dalam bidang tertentu.
2. Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang di tingkat masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
b. Lembaga:
1. Lembaga bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang bersifat khusus.
2. Lembaga dibentuk oleh Pimpinan Pusat di tingkat pusat.
3. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah, apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu di tingkat masing-masing dengan persetujuan Pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya.
(2) Ketentuan lain tentang Unsur Pembantu Pimpinan diatur dalam Qa`idah yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 20
Organisasi Otonom
(1) Organisasi Otonom adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Muhammadiyah guna membina warga Muhammadiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom dibedakan dalam dua kategori:
a. Organisasi Otonom Umum adalah organisasi otonom yang anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah
b. Organisasi Otonom Khusus adalah organisasi otonom yang seluruh anggotanya anggota Muhammadiyah, dan diberi wewenang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang membidanginya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut
(3) Pembentukan dan pembubaran organisasi otonom ditetapkan oleh Tanwir atas usul Pimpinan Pusat.
(4) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam Qa`idah Organisasi Otonom yang dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 21
Muktamar
(1) Muktamar diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Undangan dan acara Muktamar dikirim kepada anggota Muktamar selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Muktamar berlangsung.
(4) Acara Muktamar:
a. Laporan Pimpinan Pusat tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Muktamar dan Tanwir.
4. Keuangan.
b. Program Muhammadiyah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. Masalah Muhammadiyah yang bersifat umum
e. Usul-usul
(5) Muktamar dihadiri oleh:
a. Anggota Muktamar terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Anggota Tanwir wakil Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
5. Wakil Daerah sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya tujuh orang, berdasar atas jumlah perimbangan Cabang dalam tiap Daerah, atas dasar keputusan Musyawarah Pimpinan Daerah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing tiga orang, diantaranya dua orang wakilnya dalam Tanwir.
b. Peserta Muktamar terdiri atas:
1.
Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Muktamar ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat. Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh penyelenggara.

Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diadakan berdasarkan keputusan Tanwir atas usul Pimpinan Pusat atau dua pertiga Pimpinan Wilayah.
(2) Undangan dan acara Muktamar Luar Biasa dikirim kepada Anggota Muktamar selambat-lambatnya satu bulan sebelum Muktamar Luar Biasa berlangsung.
(3) Ketentuan-ketentuan pasal 21 berlaku bagi penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa, kecuali ayat (3) dan ayat (4).
(4) Muktamar Luar Biasa dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggota Muktamar dan keputusannya diambil sekurang-kurangnya dua pertiga dari yang hadir.

Pasal 23
Tanwir
(1) Tanwir diadakan oleh Pimpinan Pusat atau atas permintaan sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.
(2) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(4) Undangan dan acara Tanwir dikirim kepada Anggota Tanwir selambat-lambatnya satu bulan sebelum Tanwir berlangsung.
(5) Acara Tanwir:
a. Laporan Pimpinan Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar
e. Usul-usul
(6) Tanwir dihadiri oleh:
a. Anggota Tanwir terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Wilayah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
3. Wakil Wilayah terdiri dari unsur PWM dan atau PDM antara 3 sampai 5 orang berdasarkan perimbangan daerah dalam wilayah atas dasar keputusan Musyawarah Wilayah atau Musyawarah Pimpinan Wilayah. Ketentuan perimbangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat masing-masing dua orang.
b. Peserta Tanwir terdiri dari:
1.
Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
c. Peninjau Tanwir ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat.
(7) Anggota Tanwir berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Tanwir berhak menyatakan pendapat. Peninjau Tanwir tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(8) Keputusan Tanwir harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Tanwir.
(9) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Sidang Tanwir diatur oleh penyelenggara.

Pasal 24
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselengarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Wilayah dikirim kepada Anggota Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Wilayah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Wilayah:
a. Laporan Pimpinan Wilayah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Pusat, pelaksanaan keputusan Musyawarah Wilayah , Musyawarah Pimpinan Wilayah, dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.
4. Keuangan.
b. Program Wilayah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan Anggota Tanwir Wakil Wilayah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Wilayah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Wilayah yang sudah disahkan oleh Pimpinan Pusat.
2. Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
3. Anggota Pimpinan Daerah, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
4. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
5. Wakil Cabang yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah berdasarkan atas perimbangan jumlah Ranting pada tiap-tiap Cabang.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Wilayah.
c. Peninjau Musyawarah Wilayah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Wilayah
(6) Anggota Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Wilayah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Wilayah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Wilayah harus dilaporkan kepada Pimpinan Pusat selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Wilayah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim, tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Pusat, maka keputusan Musyawarah Wilayah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Wilayah diatur oleh penyelenggara.

Pasal 25
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Daerah dikirim kepada Anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Daerah berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Daerah:
a. Laporan Pimpinan Daerah tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah, masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Daerah harus dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Daerah. Apabila dalam waktu satu bulan sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Wilayah, maka keputusan Musyawarah Daerah dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Daerah diatur oleh penyelenggara.

Pasal 26
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Cabang dikirim kepada Anggota Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 15 hari sebelum Musyawarah Cabang berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Cabang:
a. Laporan Pimpinan Cabang tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan Cabang.
4. Keuangan.
b. Program Cabang
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Cabang dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
e. Masalah Muhammadiyah dalam Cabang
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang, masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh penyelenggara.

Pasal 27
Musyawarah Ranting
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Ranting dikirim kepada Anggota Musyawarah Ranting selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Musyawarah Ranting berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Ranting:
a. Laporan Pimpinan Ranting tentang:
1. Kebijakan Pimpinan.
2. Organisasi.
3. Pelaksanaan keputusan Musyawarah dan keputusan Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan Musyawarah Ranting dan Musyawarah Pimpinan Ranting.
4. Keuangan.
b. Program Ranting
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Ranting dan pengesahan Ketua
d. Masalah Muhammadiyah dalam Ranting
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Ranting:
1. Anggota Muhammadiyah.
2. Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting.
b. Peserta Musyawarah Ranting ialah undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang ditentukan oleh Pimpinan Ranting
c. Peninjau Musyawarah Ranting ialah mereka yang diundang oleh Pimpinan Ranting
(6) Anggota Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Ranting berhak menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Ranting tidak berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Ranting harus dilaporkan kepada Pimpinan Cabang selambat-lambatnya 15 hari setelah Musyawarah Ranting. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari Pimpinan Cabang, maka keputusan Musyawarah Ranting dapat ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan bersamaan waktu Musyawarah Ranting diatur oleh penyelenggara.

Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara Musyawarah Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara.
(3) Undangan dan acara Musyawarah Pimpinan dikirim kepada anggota Musyawarah Pimpinan selambat-lambatnya:
a. Tingkat Wilayah dan Daerah, satu bulan,
b. Tingkat Cabang, 15 hari,
c. Tingkat Ranting, tujuh hari,
sebelum Musyawarah Pimpinan berlangsung.
(4) Acara Musyawarah Pimpinan:
a. Laporan pelaksanaan kegiatan
b. Masalah yang oleh Musyawarah atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diserahkan kepada Musyawarah Pimpinan
c. Masalah yang akan dibahas dalam Musyawarah sebagai pembicaraan pendahuluan
d. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah
e. Usul-usul
(5) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Wilayah yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat
(b) Ketua Pimpinan Daerah atau penggantinya yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(c) Wakil Daerah tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Wilayah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
b. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
(b) Ketua Pimpinan Cabang
(c) Wakil Cabang tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Daerah dua orang
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
c. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh Pimpinan Daerah
(b) Ketua Pimpinan Ranting
(c) Wakil Ranting tiga orang
(d) Wakil Organisasi Otonom tingkat Cabang dua orang.
2. Peserta:
(a) Wakil Unsur Pembantu Pimpinan masing-masing dua orang
(b) Undangan khusus
d. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota:
(a) Anggota Pimpinan Ranting yang telah disahkan oleh Pimpinan Cabang
(b) Wakil Organisasi Otonom tingkat Ranting dua orang.
2. Peserta (undangan khusus).
(6) Anggota Musyawarah Pimpinan berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih. Peserta berhak pendapat.
(7) Keputusan Musyawarah Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan Musyawarah Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambat-lambatnya satu bulan sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung

Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh dua pertiga dari anggota Musyawarah. Apabila anggota Musyawarah tidak memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka kembali. Apabila anggota Musyawarah belum juga memenuhi jumlah dua pertiga, maka Musyawarah ditunda lagi selama satu jam dan setelah itu dapat dibuka serta dinyatakan sah tanpa memperhitungkan jumlah kehadiran anggota Musyawarah.
Pasal 30
Keputusan Musyawarah

(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
(3) Keputusan Musyawarah yang dilakukan dengan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup / rahasia.

Pasal 31
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 Anggaran Dasar dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Pusat.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Daerah.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Ketua dan Sekretaris Pimpinan Cabang.
3. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Organisasi Otonom tingkat Daerah.
4. Ketua dan Sekretaris Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
(2) Ketentuan pelaksanaan dan acara Rapat Pimpinan ditentukan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(4) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.

Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
(1) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan pada setiap tingkatan untuk membahas penyelenggaraan program sesuai pembagian tugas yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan dihadiri oleh:
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Undangan.
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Undangan.
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Undangan.
4. Pada tingkat Cabang:
5. Anggota Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
6. Wakil Pimpinan Ranting.
7. Undangan.
(3) Keputusan Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.


Pasal 34
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan
(1) Seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk keuangan dan kekayaan Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat secara hukum milik Pimpinan Pusat.
(2) Pengelolaan keuangan dan kekayaan :
a. Pengelolaan keuangan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Muhammadiyah
b. Pengelolaan kekayaan dalam Muhammadiyah diwujudkan dalam Jurnal
(3) Ketentuan tentang pengelolaan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
(1) Pengawasan keuangan dan kekayaan dilakukan terhadap Pimpinan Muhammadiyah, Unsur Pembantu Pimpinan, Amal Usaha, dan Organisasi Otonom pada semua tingkat.
(2) Ketentuan tentang pengawasan keuangan dan kekayaan Muhammadiyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 36
Laporan
Laporan terdiri dari:
1. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh Pimpinan Muhammadiyah dan Unsur Pembantu Pimpinan disampaikan kepada Musyawarah Pimpinan, Musyawarah masing-masing tingkat, Tanwir, atau Muktamar.
2. Laporan tahunan tentang perkembangan Muhammadiyah, termasuk laporan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom, dibuat oleh masing-masing Pimpinan dan disampaikan kepada Pimpinan di atasnya untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.
3. Pimpinan Amal Usaha membuat laporan tahunan disampaikan kepada Unsur Pembantu Pimpinan dengan tembusan kepada Pimpinan Muhammadiyah untuk dipelajari dan ditindaklanjuti.

Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
(1) Muhammadiyah menggunakan Tahun Takwim dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember.
(2) Surat-surat resmi Muhammadiyah menggunakan tanggal Hijriyah dan Miladiyah.
(3) a.Surat resmi Muhammadiyah ditandatangani:
1.
Di tingkat Pusat oleh Ketua Umum / Ketua bersama Sekretaris Umum / Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua Umum / Ketua bersama Bendahara Umum / Bendahara.
2. Di tingkat Wilayah ke bawah ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Sekretaris / Wakil Sekretaris. Surat resmi mengenai masalah keuangan ditandatangani oleh Ketua / Wakil Ketua bersama Bendahara / Wakil Bendahara.
b. Surat-surat yang bersifat rutin dapat ditandatangani oleh Sekretaris Umum / Sekretaris atau petugas yang ditunjuk
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 38
Penutup
(1) Anggaran Rumah Tangga ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan, Anggaran Rumah Tangga sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi.




MENGAPA MUHAMMADIYAH TIDAK BERMADZHAB?

Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya sebagai warga Muhammadiyah di Malang kadang merasa bingung, kenapa Muhammadiyah tidak bermadzhab seperti NU yang cenderung ke Imam Syafi’i dan mengapa Muhammadiyah tidak menggunakan qunut dalam shalat baik di waktu Shubuh ataupun waktu shalat Tarawih karena di negara kita sekarang lagi banyak terkena bencana? Terima kasih atas jawaban pengasuh, karena jawaban ini akan semakin meneguhkan keyakinanku, bahwa Muhammadiyah adalah salah satu ormas yang bertujuan untuk pemurnian agama Islam.
Wassalamu’alikum wr. wb.
Pertanyaan Dari:
Fahmi Abdul Halim, Malang Jawa Timur
(disidangkan pada: Jum’at, 4 Jumadal Ula 1429 H / 9 Mei 2008 M)

Jawaban:

Untuk memperjelas permasalahan, jawaban atas pertanyaan saudara kami kelompokkan dalam 2 (dua) nomor sebagai berikut:
1.    Menjawab pertanyaan tentang, Mengapa Muhammadiyah tidak bermadzhab?, ada baiknya kami paparkan sedikit isi dari salah satu di antara pokok-pokok Manhaj Majelis Tarjih yang berbunyi “Tidak mengikat diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-Qur’an dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat”.
Dari sana dapat difahami bahwa Muhammadiyah memang tidak terikat kepada salah satu di antara madzhab-madzhab tertentu, akan tetapi juga bukan berarti Muhammadiyah anti dengan madzhab, kita tidak meragukan kualitas keilmuan para imam-imam madzhab. Namun, bagaimanapun juga pendapat-pendapat para imam tidaklah memiliki kebenaran secara mutlak sebagaimana kebenaran al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Pendapat-pendapat para imam tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi pada masa mereka hidup, yang tentunya akan terdapat perbedaan dan juga akan ada hal-hal yang kurang relevan lagi dengan masa kita sekarang. Apa yang dilakukan Muhammadiyah - melaksanakan agama bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah - ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. [Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Muwattha’].
Dan juga, apa yang dikatakan oleh salah satu Imam madzhab, yaitu Imam Ahmad Bin Hanbal yang berbunyi:

Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun, ambillah (ikutilah) dari mana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah)”.
Singkatnya, tidak mengikuti pada madzhab-madzhab tertentu bukan berarti tidak menghormati pendapat para imam fuqaha, namun hal ini justru langkah untuk menghormati mereka karena mengikuti metode dan jalan hidup mereka serta melaksanakan pesan-pesan mereka agar tidak bertaqlid. Jadi, sebenarnya hal penting yang perlu diikuti adalah menggali pandapat itu dari sumber pengambilan mereka yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw yang shahih yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

2.    Permasalahan qunut sebenarnya telah dijawab pada keputusan Muktamar Tarjih Wiradesa dan sudah termaktub dalam buku Himpunan Putusan Tarjih hal. 366-367, dan telah dijawab oleh Tim PP. Muhammadiyah Majelis Tarjih dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.
Pengertian qunut secara definitif adalah tunduk pada Allah dengan penuh kebaktian dan juga bisa berarti tulul qiyam atau berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan ini termasuk ada tuntutannya (masyru’), berdasarkan Hadits Nabi saw:

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut)”. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Adapun qunut diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika i’tidal dan membaca doa: Allahummahdiny fiman hadait … dan seterusnya di waktu shalat Subuh hukumnya diperselisihkan ulama, di samping doa tersebut juga sebagai doa qunut witir berdasarkan Hadits:

Artinya: “Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah saw telah mengajarkan kepadaku tentang kalimat-kalimat yang aku baca ketika melakukan qunut witir: Allahumma-hdini fiman hadait, wa’afini fiman ‘afait, watawallani fiman tawallait wabarikli fima a’thaita wa qini syarra ma qadzaita fainnaka taqdzi wala yuqdza ‘alaika innahu la yadzillu man wallaita tabarakta rabbana wa ta’alaita”. (HR. lima ahli Hadits)
Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat Hadits-Hadits tentang qunut Subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ulama. Di samping itu terdapat Hadits yang menguatkan tidak adanya qunut Subuh. Dalam riwayat beberapa imam disebutkan sebagai berikut:

Artinya: “Khatib meriwayatkan dari jalan Qais bin Rabi’ dari Ashim bin Sulaiman, kami berkata kepada Anas: Sesungguhnya suatu kaum menganggap Nabi saw itu tidak putus-putus berqunut di (shalat) subuh, lalu Anas berkata: Mereka telah berdusta, karena beliau tidak qunut melainkan satu bulan, yang mendoakan kecelakaan satu kabilah dari kabilah-kabilah kaum musyrikin”. (HR al-Khatib)
Begitu pula doa qunut witir yang dibaca sesudah i’tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir di malam shalat witir baik dalam bulan Ramadlan maupun dipertengahannya, tidak disyariatkan. Karena itu, tidak perlu untuk diamalkan. Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, riwayat an-Nasa’i, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang kurang kuat karena ada perawi-perawi yang dipandang dhaif.
Adapun yang ada tuntunannya itu ialah qunut NAZILAH yakni dilakukan setiap shalat selama satu bulan di kala kaum Muslimin menderita kesusahan dan tidak hanya dikhususkan untuk shalat tertentu saja. Dan ini berdasarkan Hadits Nabi saw bahwa beliau pernah melakukannnya selama sebulan kemudian meninggalkannya setelah turun peringatan Allah SwT.

Artinya: “Berkata al-Bukhari: Berkata Muhammad bin Ajlan dari Nafi’, dari Umar, katanya: Pernah Rasulullah saw mengutuk orang-orang musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan ayat 127 surah Ali Imran: Laisa laka minal-amri syaiun (tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”.
Pemahaman yang dapat diambil dari riwayat tersebut ialah:
a.    Bahwa QUNUT NAZILAH tidak lagi boleh diamalkan.
b.    Boleh dikerjakan dengan tidak menggunakan kata-kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.
Wallahu a’lam bish-shawab. putm*)l


 bilah dari kabilah-kabilah kaum musyrikin”. (HR al-Khatib)
Begitu pula doa qunut witir yang dibaca sesudah i’tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir di malam shalat witir baik dalam bulan Ramadlan maupun dipertengahannya, tidak disyariatkan. Karena itu, tidak perlu untuk diamalkan. Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, riwayat an-Nasa’i, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang kurang kuat karena ada perawi-perawi yang dipandang dhaif.
Adapun yang ada tuntunannya itu ialah qunut NAZILAH yakni dilakukan setiap shalat selama satu bulan di kala kaum Muslimin menderita kesusahan dan tidak hanya dikhususkan untuk shalat tertentu saja. Dan ini berdasarkan Hadits Nabi saw bahwa beliau pernah melakukannnya selama sebulan kemudian meninggalkannya setelah turun peringatan Allah SwT.

Artinya: “Berkata al-Bukhari: Berkata Muhammad bin Ajlan dari Nafi’, dari Umar, katanya: Pernah Rasulullah saw mengutuk orang-orang musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan ayat 127 surah Ali Imran: Laisa laka minal-amri syaiun (tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”.
Pemahaman yang dapat diambil dari riwayat tersebut ialah:
a.    Bahwa QUNUT NAZILAH tidak lagi boleh diamalkan.
b.    Boleh dikerjakan dengan tidak menggunakan kata-kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.
Wallahu a’lam bish-shawab. putm*)l



Previous
Next Post »

Translate