LAPORAN PENDAHULUAN
A.
KONSEP DASAR
I.
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 36).
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1.
Fraktur tertutup (closed)
adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila jaringan
kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
2.
Fraktur berbuka (open / compound)
adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang
pernah / sedang berhubungan dengan dunia luar.
II.
Klasifikasi menurut Gastilo dan
Anderson dari derajat patah tulang
1.
Derajat 1
-
Luka < 1 cm.
-
Kerusakan jaringan lunak sedikit,
tak ada tanda luka remuk.
-
Fraktur sederhana, transversal,
oblik atau kominutif ringan.
-
Kontaminasi mininal.
2.
Derajat 2
-
Laserasi > 1 cm.
-
Kerusakan jaringan lunak, tidak
luas, flap / arulsi.
-
Fraktur kominutif sedang.
-
Kontaminasi sedang.
3.
Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi
struktur kulit, otot dan neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara
otomatis, Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1.
Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat
kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
2.
Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi.
3.
Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf
perifer yang harus dan perbaiki tanpa melihat keruskaan jaringan lunak.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 :
347)
III.
Anatomi Fisiologi
Tulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan
ujung bawah, ujung atas terdiri dari
a.
Kaput adalah masa yang membuat
dan mengarah ke dalam dan ke atas tulang tersebut halus dan dilapisi dengan
kartilago kembali fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang
menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum os coxal.
b.
Trochanten mayor sebelah
lateral dan trochanter minor sebelah medial, merupakan melekatnya otot-otot.
Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah
medial, sebagian besar permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada
bagian posterior linea aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda,
membentang ke bawah dari trochanter atas dan melebar keluar bawah untuk menutup
area yang halus. Ujung bawah terdiri dari kondik medial dan lateral yang besar
dan suatu area tulang diantaranya kondile mempunyai permukaan artikulur untuk
fibia dibawah dan patela di depan.
Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang
umum, fraktur tersebut lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena
jatuh. Fraktur tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong
banyak suplay darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan dan
memudahkan pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini biasanya ditangani
dengan memasang pembaja melalui trochanter mayor ke dalam kaput femuris. Dengan
demikian pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan
(John Gibson, 1995 : 44).
IV.
Patofisiologi
V.
Penatalaksanaan
a.
Patah tulang terbuka
Prinsip
1.
Harus ditegakkan dan ditangani
dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa ® airway, breathing, circulation.
2.
Semua patah tulang terbuka
adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi
pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
3.
Pemberian antibiotika.
4.
Debridement dan irigasi
sempurna.
5.
Stabilisasi.
6.
Penutub luka.
7.
Rehabilitasi.
1.
Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat
sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang
serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang
diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat
total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu :
airway, breath and circulation.
2.
Semua patah tulang terbuka
dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah
tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa
periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium
kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi
luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan
sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang
terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang
secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah
mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3.
Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah
tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi.
Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai
pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram
positif maupun negatif.
4.
Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi
kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
“Di Intion is solution for
polution” untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya selalu di ingat 4 C :
Contractibility, color, consistency, capacity to bleed.
Kedua tindakan ini harus
dilakukan sesempurna mungkin sebelum penanganan definitif.
5.
Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang
sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang
tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada.
Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3
dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat
segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
6.
Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah
tulang derajat 1 dan 2 tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau
memungkinkan tulang yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot)
untuk memperkuat hidupnya.
7.
Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan
umum penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di harapkan
kembali secara normal.
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF,
1994: 133)
b.
Patah tulang tertutup
1.
Pertolongan darurat (Emergency)
Pemasangan bidal (splint)
a.
Mencegah kerusakan jaringan
lebih lanjut.
b.
Mengurangi rasa nyeri.
c.
Menekan kemungkinan terjadinya
emboli dan syok.
d.
Memudahkan transportasi dan
pengambilan foto.
2.
Pengobatan definitif
-
Reposisi secara tertutup
a.
Manipulasi secara tertutup
untuk mereposisi terbatas hanya pada patah tulang tertentu.
b.
Traksi dengan melakukan tarikan
pada ekstremitas bagian distal.
-
Imobilisasi
a.
Gips (Plaster of paris castis)
b.
Traksi secara kontinue : traksi
kulit, traksi tulang.
-
Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi
kemudian melakukan imobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat
berupa plat, pen dan kawat.
3.
Rehabilitasi
Tujuan umum
a.
Mempertahankan ruang gerak
sendi.
b.
Mempertahankan kekuatan otot.
c.
Mempercepat proses penyembuhan
fraktur.
d.
Mempercepat pengambilan fungsi
penderita
Latihan terdiri dari
-
Mempertahankan ruang gerak
sendi.
-
Latihan otot.
-
Latihan berjalan
(Pedoman
diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 138)
VI.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan radiologi untuk
memastikan daerah fraktur dengan.
-
2 arah (antero-posterior dan
lateral).
-
2 waktu yang berbeda (saat
setelah trauma dari 10 hari setelah trauma).
-
2 sendi : sendi proksimal dan
distal dari fraktur harus terlihat pada film.
-
2 ekstremitas : sebagai
pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama pada anak-anak.
b.
Pemeriksaan laboratorium
(Pedoman
diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 137)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah penerapan
pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan secara sistematis dan
melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)
Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
(Nasrul Effendy, 1995 : 18)
a.
Pengumpulan Data.
Meliputi
1.
Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2.
Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah
fraktur tersebut.
3.
Riwayat Penyakit
-
Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
-
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah
tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
-
Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular.
4.
Pola-pola Fungsi Kesehatan.
-
Pola resepsi dan tata laksana
hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami
perubahan dan gangguan pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok
gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga
dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
-
Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan
waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi
defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih,
buang air kecil 3 – 4 x/hari.
-
Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan
nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama
sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klein.
-
Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan
dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau
keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas
tempat tidur.
-
Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri
bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada
sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan
perawatan / pemasangan traksi.
-
Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan
jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan
seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara
berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
-
Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika
klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
-
Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri
karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah
tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
-
Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein
tidak akan mengalami gangguan.
-
Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
-
Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan
/ gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas
tempat tidur.
5.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan
tanda-tanda vital
b.
Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen
seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu
kulit hangat serta kulit kotor.
c.
Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher
seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan mata,
pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada
telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut
dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe
atau tiroid.
d.
Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada
ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e.
Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi
respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi
jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f.
Pemeriksaan Sistem Gastro
Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan
tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g.
Pemeriksaan Sistem
Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin,
warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h.
Pemeriksaan Sistem
Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana
tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i.
Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya
pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j.
Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek
patellanya.
b.
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan
meningkatkan data dan menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
kepereawatan pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 24)
c.
Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil
dari pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 26)
Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa
keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri
akut) yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dnegan immobilisasi kaki (pemasangan traksi)
3.
Aktual / resiko tinggi
terjadinta kerusakan integritas jaringan atau kulit berhubungan dengan luka,
fraktur, pembedahan.
4.
Gangguan psikologis (kecemasan
/ berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
2.
Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan
lebih dikenal dengan rencana asuhan keperawatan (Nursing Care Plan) yang
merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan
(Nasrul Effendy, 1995 : 35).
1.
Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) yang berhubungan
dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang
setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan.
Kriteria Hasil : Klien tidak
mengeluh nyeri, klien tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas
istirahat dan tidur, klien mampu melakukan teknik relaksasi.
Rencana Tindakan :
1.
Beri penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab nyeri.
R/
Dengan memberikan penjelasan diharapkan klien tidak merasa cemas dan
dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi nyeri.
2.
Kaji tingkat nyeri klien
(lokasi, karakteristik dan durasi) serta respon verbal dan non verbal pada
klien yang mengisyaratkan nyeri.
R/ Mengevaluasi tingkat nyeri klien
dapat mendeteksi gejala dini yang timbul sehingga perawat dapat memilih
tindakan keperawatan selanjutnya serta mengkaji respon verbal dan non verbal
klien dapat diketahui intervensi kita berhasil atau tidak.
3.
Ajarkan pada klien cara
pengurangan nyeri misalnya memijat atau merubah posisi.
R/ Memijat / merubah posisi dapat
membantu sirkulasi yang menyeluruh dan dapat menurunkan tekanan lokal dan
kelemahan otot sehingga mengurangi nyeri.
4.
Pertahankan immobilisasi /
bedrest karena adanya trauma / patah tulang / pemasangan traksi.
R/ Immobilisasi / bedrest dapat
meringankan nyeri dan mencegah displacement tulang / eksistensi jaringan luka.
5.
Observasi tanda-tanda vital.
R/ Observasi tanda-tanda vital dapat diketahui keadaan
umum klien.
6.
Lakukan kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai dengan yang di indikasikan yaitu anal gesik dan pelemas
otot.
R/
Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri dan obat pelemas otot
diharapkan dapat melemaskan otot.
(Marlyn E. Doenges, 1991 : 775-777)
2.
Diagnosa Keperawatan II
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dnegan immobilisasi
kaki (pemasangan traksi).
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas secara
bertahap.
Kriteria Hasil : Klien dapat
bergerak secara maksimal, klien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara
maksimal, klien dapat menambahkan kekuatan / fungsi dari pada bagian tubuh yang
berpengaruh (fraktur).
Rencana Tindakan :
1.
Observasi keterbatasan gerak
klien dan catat respon klien terhadap immobilisasi.
R/ Dengan observasi dapat diketahui
seberapa jauh tingkat perubahan fisik klien (keterbatasan gerak) dan bagaimana
respon / persepsi klien tentang gambaran dirinya.
2.
Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam aktivitas dan pertahankan stimulasi lingkungan antara lain
TV, Radio dan surat kabar.
R/ Dapat memberi kesempatan pasien
untuk mengeluarkan energi, memfokuskan perhatian, meningkatkan rangsangan
control diri pasien dan membantu dalam menurunkan isolasi sosial.
3.
Ajarkan pada klien untuk
berlatih secara aktif / pasif dari latihan POM.
R/
Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan sendi
dapat mencegah kontruktur / atropi.
4.
Monitor tekanan darah dan catat
masalah sakit kepala.
R/
Hipertensi postural adalah masalah umum yang mengurangi bedrest lama dan
memerlukan tindakan khusus.
5.
Konsultasikan dangan ahli
terapi fisik / spesialis, rehabilitasi.
R/ Konsultasi dengan ahli terapi /
spesialis rehabilitasi dapat menciptakan program aktivitas dan latihan
individu.
3.
Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakanm realisasi dari
pada rencana tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan
dependent, inter dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa kegitan,
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
(Susan Martin, 1998)
4.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir
dalam proses keperawatan.
Ada tiga alternatif dalam evaluasi :
a.
Masalah teratasi, jika klien
mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan waktu dan tanggal yang telah ditentukan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
b.
Masalah teratasi sebagian, jika
klien mampu menunjukkan prilaku tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan
pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c.
Masalah tidak teratasi, jika
klien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapkan sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan.
(Susan Martin, 1998, 55)
DAFTAR PUSTAKA
-
Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
-
Susan Martin Tucker, dkk, 1995, Standart Keperawatan Pasien, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
-
Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
-
Marilynn E. Doenges dkk, 1991, Nursing Care Plans, Quidelinnes For Planning Patient Care
(Second Etition).
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR WRIST TERTUTUP DIRUANG UGD
RS. SITI KHODIJAH SEPANJANG
Oleh
:
WALID TANZIL IMAMI
04.112.094
AKADEMI
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2005
ConversionConversion EmoticonEmoticon