Salam Sehat dan Harmonis

-----

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MENINGITIS




Laporan KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
MENINGITIS
di RUANG syaraf a RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGANG MENINGITIS

Defenisi
            Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Patofisiologi
            Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
            Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

Etiologi
            Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Meningitis Bakterial
            Adalah reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningen disekeliling otak dan medula spinalis. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Eschericia Coli, Streptococcus group B, L. monocytogenesis, Haemofilus influenza, Stapilokokus pneumoniae ,Nersseria meningitidis, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, Gram negative bacilli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis Tuberkulosa
            Adalah reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningen disekeliling otak dan medula spinalis yang disebabkan oleh karena kuman tuberkulosa.

Meningitis Virus
            Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

Pencegahan
            Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.

Pengkajian Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan
            Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.

Manifestasi/Gejala Klinik
Dibagi dalam 3 stadium :
1.         Keluhan non spesifik
·           Pada awal penyakit : Kelemahan umum, Apatis, Anoreksia, Nausea, Demam (subfebril), Nyeri kepala yang kumat-kumatan, Nyeri pada otot-otot. Bingun yang kumat-kumatan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku dan kaku kuduk biasanya terjadi 1 – 3 minggu sesudah keluhan
2.         Stadium rangsang meningeal
·           Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit klien terjadi Nyeri kepala bertambah, Vomiting, Irritabel, Kebingungan bertambah, kelumpuhan syaraf otak, Hidrosefalus, Penurunan kesadaran (stupor), Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI, Papil edema yang ringan. Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata klien, Terjadi vaskulitis dan gangguan fokal, Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot serta kemungkinan Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia. Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis. Takikardia
3.         Stadium lanjut
·           Kebingungan bertambah, delirium berfluktuasi dan gejala fokal makin menghebat dan nyata.

Pemeriksaan Laboratorium
            Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Punksi Lumbal : tekanan meningkat, jumlah sel meningkat sampai ribuan terutama polimorfonuklear, kadar protein meningkat, kadar glukosa menurun. Punksi Lumbal tidak bisa dikerjakan pada klien dengan kesadaran menurun/peningkatan tekanan intra kranial lebih baik CT scan. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Pemeriksaan Radiografi
            CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik
Organisme
dosis total sehari untuk dewasa
interval pemberian
Penicilin G


Ampicillin
Cefotaxime
Ceftazidime
Ceftriaxone
Chlorampenikol

Amikacin
Bactrim
Metronidazole
Sulbenicillin
Cloxacillin
Gentamicyn


Terapi TBC

·           INH
·           Rifampisin
·           Pyrazinamide
·           Streptomicyn

Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci




Haemofilus Influenza





Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Micobacterium Tuber culosis
20 juta U/hr


18 gr/hr
12 gr/hr
6 gr/hr
4 gr/hr
4 gr/hr

15 mg/kg/hr
10 mg/kg/hr
1 – 2 gr/hr
12 gr/hr
12 gr/hr





5 - 10 mg/kg/hr
15 - 20 mg/kg/hr
30 - 35 mg/kg/hr
15 mg/kg/hr i.m.

2 – 4 jam


4 jam
4 jam
4 jam
6 jam
6 jam

12 jam
8 jam
12 jam
4 jam
4 jam





24 jam
24 jam
6 – 8 jam
12 – 24 jam


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
1.         Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.         Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah/menghentikan aliran darah arteri/vena.
3.         Sakit kepala berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak.
4.         Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
5.         Resiko tinggi terhadap trauma / cedera berhubungan dengan defisit sensorik motorik.
6.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tracheobronchial.
7.         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran mengunyah dan menelan.
8.         Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
9.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
10.     Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
11.     Gangguan komunikasi berhubungan dengan aphasia.
12.     Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap status kesehatan.
13.     Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.

1.         Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan
·           Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit
·           Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
·           Tanda-tanda vital dalam batas normal
·           Rasa sakit kepala berkurang
·           Kesadaran meningkat
·           Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output
hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.

Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.

Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

2.         Sakit kepala berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi
·           Pasien dapat tidur dengan tenang
·           Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesik

Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

3.         Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fae akut
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.

Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia.

Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.

Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach. 2nd  edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.

Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M.  (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

LAPORAN KASUS (PROSES KEPERAWATAN)

Nama Mahasiswa                    : Subhan
N I M                                      : 010030170 B
Ruangan                                  : Syaraf A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.
Pengkajian diambil tanggal     : 4 Juni 2002. Jam 08.00 BBWI
Tanggal Masuk Rumah Sakit  : 4 Juni 2002
No. Regester                           : 10169216
Diagnosa Medis                      : Meningoencephalitis.

1.         IDENTITAS PASIEN

Nama                                       : Tn Rahmad.
Umur                                       : 43 Tahun.
Jenis Kelamin                          : Laki-laki.
Suku/Bangsa                           : Jawa/Indonesia
Agama                                     : Islam
Status Marietal                        : Kawin
Pendidikan                              : SD
Pekerjaan                                 : Swasta
Bahasa yang digunakan          : Indonesia
Alamat                                    : Tanjungsari Rt 31 Sidoarjo.
Cara Masuk                 : Lewat Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Keluhan Utama                       : Demam dan Sakit kepala.

2.         RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
1)        Riwayat Sebelum Sakit
Satu bulan yang lalu klien pernah MRS selama 10 hari dengan gejala typhoid. Selain itu klien juga menderita batuk yang lama tetapi tidak berobat. Lima hari sebelum MRS (30 Mei 2002) Klien mengeluh demam dan sakit kepala kemudian dibawa ke dokter praktek dan diberikan obat tetapi tidak sembuh-sembuh kemudian tanggal 3 juni 2002 klien dibawa ke RS Anwar Medika Taman Sidoarjo dan dirawat tetapi pada sore harinya jam 16.00 klien mulai menurun kesadarannya dan tidak bisa bicara sehingga sulit untuk berkomunikasi. Karena terbentur masalah biaya sehingga keluarga klien meminta untuk dipindahkan ke RSUD dr Soetomo dan pada malam harinya klien dibawa ke RSUD dr Soetomo

2)        Riwayat Penyakit Sekarang
Hari Senin tanggal 3 juni 2002 jam 22.00 klien mulai dirawat di Ruang Saraf A RSUD dr Soetomo dengan kesadaran yang menurun.

3)        Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini.

4)        Keadaan Kesehatan Lingkungan
Keluarga klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih.

3.         OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1)        Keadaan Umum : lemah

2)        Tanda-tanda vital
Suhu                               : 36,8 0C
Nadi                               : 80 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah                : 90/60 mmHg.
Respirasi                         : 20 x/menit

3)        Body Systems
(1)      Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit. Trachea tidak ada kelainan. Terdapat retraksi dada, napas dangkal. Suara tambahan terdengar bunyi ronchi. Bentuk dada simestris.
Hasil foto Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :
Cor                  : besar dan bentuk normal.
Pulmo              : Tampak infiltrat granuler tersebar di kedua lapanganparu. Kedua sinus phrenicocostalis tajam.
Kesimpulan     : TB Milier.

(2)      Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 80 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 90/60 mmHg, Suhu 36,8 0C. Palpitasi tidak ada, clubbing fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema : tidak ada.

(3)      Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran : Delirium.
GCS : Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Menyuarakan bunyi yang tidak bermakna (2)
Motorik : Melokalisasi nyeri (5)
Kepala dan wajah : tak da kelainan.
Mata : sklera putih, Conjungtiva :merah muda, pupil : isokor.
Leher : tak ada kelaianan.
Reflek batuk ada, tapi tidak keras.

(4)      Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Terpasang Polly Catheter sejak MRS. Jumlah urine 1200 cc/24 jam.
Warna urine kuning muda.                           Bau : Khas.

(5)      Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Terpasang NGT sejak MRS. Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak kembung, obstipasi (+), klien sudah beberapa hari belum buang air besar.
Diet sonde TKTP.

(6)      Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai terbatas
Parese (+), Paralise (+), Hemiparese (+)
Ekstrimitas :
Atas :
Kanan                        : Tidak ada kelainan
Kiri                : Tidak ada kelainan
Bawah :
Kanan                        : Tidak ada kelainan
Kiri                : Terdapat kelainan akibat dislokasi pada panggul akibat Kecelakaan Lalulintas sebelumnya.
Tulang Belakang                  : Tidak ada kelainan.
Warna kulit                          : Kuning kecoklatan.
Akral                                    : Dingin basah.
Turgor                                  : Lambat.
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.

DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium.
Darah lengkap tanggal            : 3 Juni 2002.
-            Hb                        : 15,0   mg/dl               (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl).
-            Leukosit               : 24.000                       (4000 – 11.000)
-            Trombosit             : 777.000/cmm            (150.000 – 450.000/cmm).
-            Hematokrit/PCV  : 0,44 %                       (L : 40 – 54 %             P : 37 – 47 %)
-            LED                     :                                   (L 0 – 15/jam P 0 – 20/jam

Gula darah
-            Glukosa ad random         : 169    mg/dl   (< 140 mg/dl)

Faal Hati
-            SGOT                              : 55 U/L           (L < 37 P < 31 U/L)

Faal Ginjal
-            Serum Creatinin               : 1,52   mg/dl   (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)

Elektrolit
-            Natrium                : 154    mmol/l (135 – 145 mmol/l)
-            Kalium                 : 4,08   mmol/l (3,5 – 5,5 mmol/l)
-            Clorida                 : 114    ( 97 – 113 ).

Hasil pemeriksaan Liquor Cerebrospinalis tanggal 5 Juni 2002.
Jumlah Sel       : 352/3             M         : 112/3             P          : 240/3.
Nonna             : Positif (+3).
Pandy              : Positif (+4).
Jumlah protein : 300.
Glukose           : 26,3.
Eritrosit           : 2560/3
Bentuk            : Normal.

TERAPI :
1.         Infus NaCl 0,9 % 2000 cc / 24 jam.
2.         Streptomisin 1 x 1 gram, intramuskuler.
3.         Ceftriaxone 2 x 1 gram, iv.
4.         Dexamethasone 2 x 1 amp,iv.
5.         Cimetidin 3 x 1 amp,iv.
6.         Novalgin 3 x 1 amp,iv.
7.         Neurobion 1 x 1 amp, IM.
8.         Paracetamol 3 x 500 mg.
9.         OAT :
-            Rifampisin         : 1 x 450 mg.
-            INH                   : 1 x 300 mg.
-            Pyrazinamide     : 1 x 1000 mg.


Tanda tangan mahasiswa





(Subhan)

ANALISA DAN SINTESA DATA

NO
D A T A
KEMUNGKINAN ETIOLOGI
MASALAH
1.
S :

O :
Terdapat retraksi dada, napas dangkal, Suara tambahan terdengar bunyi ronchi, Kesimpulan hasil foto Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :TB Milier.
Sekresi tracheobronchial.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.
S :

O :
Turgor kulit jelek
Membran Mukosa kering Terpasang NGT sejak MRS, Diet sonde TKTP, klien sudah beberapa hari belum buang air besar.obstipasi (+),
Kesukaran mengunyah dan menelan.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.
S :
Keluarga Klien mengatakan kurang mengetahui tentang proses penularan penyakit serta sifat penyakit.
O :
Kesimpulan hasil foto Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :TB Milier. Hasil pemeriksaan laboratorium Leukosit : 24.000
Kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi
4.
S :

O :
Keadaan Umum : lemah. Kesadaran yang menurun, Tingkat kesadaran : Delirium. Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai terbatas.
Parese (+), Paralise (+), Hemiparese (+)
kelumpuhan anggota gerak.
Kerusakan mobilitas fisik
5.
S :

O :

Ancaman terhadap status kesehatan.
Cemas
6.
S :
Keluarga Klien mengatakan kurang mengetahui tentang proses penyakit, sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik, tujuan tindakan perawatan maupun pengobatan yang diprogramkan. serta kurangnya pengetahuan tentang diet dan Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan.
O :

Kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.
Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tracheobronchial.
2.         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran mengunyah dan menelan.
3.         Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
4.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
5.         Cemas berhubungan dengan Ancaman terhadap status kesehatan.
6.         Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.

RENCANA TINDAKAN

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
RASIONAL
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi tracheobronchial.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pada bersihan jalan napas klien dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria hasil :
RR teratur, tidak ada stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk klien ada.
1.         Observasi kecepatan, kedalaman dan suara napas klien.

2.         Lakukan suction dengan ekstra hati-hati bila terdengar stridor.
3.         Pertahankan posisi ½ duduk , tidak menekan ke salah satu sisi.

4.         Lakukan chest fisioterapi.

5.         Jelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali.


1.         kecepatan pernapasan menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2
2.         reflek batuk yang menurun menyebabkan hambatan pengeluaran sekret
3.         ventilasi lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral, penekanan ke satu titik menyebabkan peningkatan TIK.
4.         claping dan vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan sekret
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 7x24 jam.
Kriteria hasil :
1.         Turgor baik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg.
2.         Berat badan dan tinggi badan ideal.
3.         Keluarga Klien mematuhi dietnya.
4.         Kadar gula darah dalam batas normal.
5.         Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

1.         Observasi texture, turgor kulit.
2.         Observasi intake out put.
3.         Observasi posisi dan kebersihan sonde.
4.         Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.



5.         Anjurkan kaluarga klien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

6.         Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

7.         Identifikasi perubahan pola makan.


8.         Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet sonde TKTP.

1.         mengetahui status nutrisi klien.
2.         mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
3.         untuk menghindari resiko infeksi / iritasi.
4.         Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi klien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
5.         Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
6.         Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
7.         Mengetahui apakah keluarga klien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
8.         Pemberian diet sonde TKTP yang sesuai dapat mempercepat pemulihan terhadap kekurangan kalori dan protein dan membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi penurunan reflek menelan.
3.
Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil : Klien mengalami penurunan resiko menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
1.         Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.

2.         Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
3.         Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.


4.         Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.

5.         Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.



6.         Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter.
1.         Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi.
2.         Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.


3.         Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
4.         Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi.
5.         Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6.         Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.
4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam perawatan
Kriteria hasil : Klien mampu menggerakkan extremitas bagian atas dan bawah baik sebelah kanan maupun sebelah kiri secara minimal, tidak terjadi kontraktur sendi, klien mampu mempertahankan posisi seoptimal mungkin

1.         Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4.

2.         Pertahan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring.
3.         Jelaskan pada keluarga klien tentang mobilisasi pasif.
4.         Lakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas.
5.         Rubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi.
6.         Lakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit.
1.         Memantau tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi sensorik – motorik.
2.         Mencegah terjadinya kontraktur.
3.         .

4.         mengurangi atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5.         merangsang perfusi pada sisi yang lumpuh.

6.         merangsang vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah
5.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.

1.         Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.


2.         Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.         Gunakan komunikasi terapeutik.


4.         Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.

5.         Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.         Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
7.         Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
1.         Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2           Dapat meringankan beban pikiran pasien.

3           Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4           Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5           Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.

6           Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7           Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.


6.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :
Keluarga Klien tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Keluarga klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1.         Keluarga Klien menyatakan pemahaman penyebab masalah.
2.         Keluarga Klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
3.         Keluarga Klien mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
4.         Keluarga Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
5.         Keluarga Klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
6.         Keluarga Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

1.         Kaji patologi masalah individu.



2.         Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.


3.         Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
4.         Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

5.         Kaji kemampuan keluarga klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
6.         Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh demam, sakit kepala atau kesulitan bernafas.
7.         Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji resiko interaksi dengan obat lain.
8.         Kaji resiko efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.


9.         Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut akan masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
10.     Berikan instruksi dan imformasi tertulis khusus pada keluarga klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
11.     Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit Tuberkulosa.


12.     Kaji latar belakang pendidikan keluargaklien .


13.     Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada keluarga klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
14.     Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi klien dan libatkan keluarga klien didalamnya.
1.         Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
2.         Penyakit paru yang ada seperti Tuberkulosa, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
3.         Berulangnya demam dan sakit kepala memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan resiko komplikasi.

4.         Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
5.         Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
6.         Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
7.         Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.

8.         Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
9.         Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
10.     Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
11.     Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
12.     Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti keluarga klien sesuai tingkat pendidikan keluarga klien .
13.     Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

14.     Dengan penjelasan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, keluarga klien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI (SOAP)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
EVALUASI (SOAP)
1.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi tracheobronchial.
1.         Mengobservasi kecepatan, kedalaman dan suara napas klien.

2.         Melakukan suction dengan ekstra hati-hati bila terdengar stridor.
3.         Mempertahankan posisi ½ duduk , tidak menekan ke salah satu sisi.

4.         Melakukan chest fisioterapi.

5.         Menjelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali.

S :

O : RR teratur, stridor (+), ronchi (+), whezing (-), RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk klien ada (-).

A : Tujuan tercapai sebagian

P : Intervensi terus dilakukan

2.         Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
1.         Mengobservasi texture, turgor kulit.
2.         Mengobservasi intake out put
3.         Mengobservasi posisi dan keberhasilan sonde
4.         Mengkaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
5.         Menganjurkan keluarga klien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
6.         Menimbang berat badan setiap seminggu sekali.
7.         Mengidentifikasi perubahan pola makan.
8.         Bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet sonde TKTP.

S :

O :
1.         Turgor membaik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, belum terdapat kemampuan menelan, sonde masih terpasang.
2.         Berat badan dan tinggi badan belum dapat ditimbang dan diukur.
3.         Keluarga Klien mematuhi dietnya.
4.         Kadar gula darah dalam batas normal.
5.         Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/ hipoglikemia.
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi terus dilakukan.

3.         Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
1.         Mengidentifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
2.         Menganjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
3.         Mengkaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
4.         Mengidentifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
5.         Menekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
6.         Mengkolaborasikan dan melaporkan ke tim dokter.
S :

O : Klien mengalami penurunan resiko menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.

A : Tujuan tercapai

P : Intervensi dihentikan

4.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak
1.         Mengkoreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4.
2.         Mempertahankan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring.
3.         Menjelaskan pada klien tentang mobilisasi pasif.
4.         Melakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas.
5.         Merubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi.
6.         Melakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit.
S :

O :
1.         Klien belum mampu menggerakkan extremitas bagian atas dan bawah baik sebelah kanan maupun sebelah kiri secara minimal.
2.         Tidak terjadi kontraktur sendi.
3.         Klien belum mampu mempertahankan posisi seoptimal mungkin
A : Tujuan tercapai sebagian

P : Intervensi terus dilakukan.
5.         Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
1.         Mengkaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2.         Memberi kesempatan pada keluarga klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.         Menggunakan komunikasi terapeutik.
4.         Memberikan informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan keluarga klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5.         Memberikan keyakinan pada keluarga klien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.         Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi klien secara bergantian.
7.         Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
S :

O :
1.         keluarga klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2.         Emosi keluarga klien stabil., keluarga klien tenang.
3.         Istirahat cukup.

A : Tujuan Berhasil

P : Intervensi dihentikan.

6.         Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
1.         Mengkaji patologi masalah individu.
2.         Mengidentifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
3.         Mengkaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
4.         Mengkaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
5.         Mengkaji kemampuan keluarga klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
6.         Mengidentifikasi i gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh demam, sakit kepala atau kesulitan bernafas.
7.         Menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji resiko interaksi dengan obat lain.
8.         Mengkaji resiko efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
9.         Mendorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut akan masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
10.     Memberikan instruksi dan imformasi tertulis khusus pada keluarga klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
11.     Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit Tuberkulosa.
12.     Mengkaji latar belakang pendidikan keluarga klien.
13.     Menjelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada keluarga klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
14.     Menjelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan keluarga klien didalamnya.
S :

O :
1.         keluarga klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2.         keluarga klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

A : Tujuan Berhasil

P : Intervensi dihentikan


Previous
Next Post »

Translate