Salam Sehat dan Harmonis

-----

ARTIKEL PERKEMBANGAN PERADABAN MANUSIA


Filsafat umum


Manusia dapat mengetahui dan mempelajari kebenaran-kebenaran yang ada, sehingga manusia yang kuat tidak menindas yang lemah.
Pesatnya peradaban manusia mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang tiada kira.
Manusia merasa sangat terbantu dengan penemuan-penemuan baru dari pesatnya peradaban manusia yang mempermudah maupun meringankan pekerjaannya.
Ilmu merupakan factor-faktor yang mempengaruhi dalam kehidupan manusia, karena dengan ilmu saya bisa memperluas pengetahuan saya melalui berbagai macam sarana, danuntuk mendapatkan semua itu kita tidak perlu mengeluarkan uang banyak, dari pengembangan peradaban manusia terdapat berbagai manfaat yang menguntungkan manusia juga. Seperti kegiatan pembangunan kota industri atau menanggulangi pencemaran lingkungan. Karena kita semua tahu di zaman yang seperti ini sudah banyak pengusaha-pengusaha yang bersaing keras untuk menciptakan penemuan-penemuan baru, dengan begitu para pengusaha tersebut dapat menyerap tenaga kerja dan itu semua suda membantu negeri kita untuk mengurangi pengangguran. Tidak lepas dari itu semua kita harus ingat bahwa dengan banyak bermunculan kota-kota industi juga dapat mencemari lingkungan dan menggangu kesehatan manusia. Peradaban manusia semakin hari semakin tidak teratur, fungsi ilmu dalam peradaban manusia dinyatakan dalam kegiata-kegiatan seperti pemilihan seorang presiden yang secara langsung dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyatuntuk memperoleh suara terbanyak. Pengerahan demonstrasi keamanan diturunkan langsung ke lapangan karena khususnya diIndonesia bila ada event-event tertentu akan muncul kericuhan-kericuhan yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Karena ilmu pengetahuan merupakan bagian-bagian yang segala-galanya untuk manusia, sebab ilmu pengetahuan dan manusia saling berkaitan dan tergantung satu sama lain. Jika perkembangan ilmu pengetahuan tersebut tadak sesuai dengan norma-norma bangsa kita atau sangat bertolak belakang dengan kebudayaan bangsa dan berdampak negative bagi kita, itu semua Cuma akan merugikan kita semua dan merusak moral bangsa. Apabila ilmu pengetahuan tersebut sesuai dengan nila-nilai kemanusiaan, maka secara otomatis masyarakat umum akan menerimanya dengan tangan terbuka dan bila tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan maka masyarakat akan bersifat sebaliknya.
“Ilmu merupakan pengertian yang abstrak”
Ilmu seharusnya memberikan pencerminan atau hasil ulang dari seluruh kenyataan atau kenyataan yang penuh, seperti yang kita semua lihat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu ilmu itu bukan hanya sekedar menangkap melainkan dapat disamakan dengan suatu proses penerjemahan. Ilmu tidak bebas nilai hanya dapat menarik suatu kesimpulan yang berlebihan. Seharusnya ilmu itu menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya yang obyektif. Seperti demokrasi yaitu Negara atau bentuk pemerintahan damana kekuasaan berada ditangan rakyat atau badan perwakilan yang dipilih oleh rakyat. Tetapi kenyataannya walaupun badan perwakilan dipilih oleh rakyat mereka tidak memperdulikan rakyat kecil meraka hanya butuh rakyat kecil ketika mereka mengikuti atau menjadi kandidat dalam pemilihan umum saja. Ketika mereka sudah menjadi wakil rakyat mereka malah makan hak rakyat yang seharusnya di bagikan atau di peruntkkan untuk rakyat malah masuk kantong pribadi. Tidak ada ilmu satupun yang dapat mencakup kenyataan dalam keseluruhan serta keragaman dengan sifat-sifat yang kunjung tuntas.
Maka Nagel mengajukan saran untuk membedakan dua macam pertimbngan nilai, umpamanya, apakah sector binatang menderita kurang darah.Sebaliknya pertimbangan nilai yang bersifat “penentuan nilai” mengungkapkan apakah halnya diharapkan terjadi ataukah tidak diharapkan terjadi, apakah menguntungkan ataukah merugikan,dan sebagainya.karena kurang darah mengurangi peluang hidup bagi binatang, maka kurang darah tersebut dikatakan “keadaan yang tidak diinginkan terjadi”.
Ilmu yang bersifat positivisme memiliki cirri-ciri tersendiri yaitu:
Ilmu tersebut bersifat obyektif, karena teori tersebut menilik tentang semesta yang harus bebas nilai, yang kedua ialah bersifat fenominalitas, karena ilmu tersebut bersangkutan dengan semesta yang telah mereka amati, selanjutnya bersifat reduksionisme yaiyu semesta hanya bisa direduksi karena berdasarkan fakta-fakta yang telah diteliti dan diamati. Dan yang terakhir bersifat naturalisme yaitu bahwa alam semesta merupakan obyek yang bergerak secara mekanis. Pada pokoknya pendirian positivisme menghendaki agar pembedaan antara pertimbangan nilai dan pertimbangan factual pada dasarnya tetap dipertahankan, meskipun dalam prakteknya begitu banyak contoh-contoh yang dapat diberikan yang menggambarkan bahwa seorang penyelidik ketika melakukan analisa terhadap gejala-gejala atau bahan-bahan yang dihadapinya sudah mendasar diri atas pertimbangan nilai. Sedangkan dikalangan antipositivisme terdapat mereka yang berhaluan ekstrim dan yang berpendirian lebih lunak. Para penganut positivisme atau pendukung pembedaan atau pluralisme metode kadang-kadang disebut para penganut subyektivitas, dan kadang-kadang dinamakan para penganut idealisme. Kaum positivisme yang tangguh mengajukan alas an sebagai berikut; hendaknya kita dapat membedakan apakah kita menhadapi bahan galian persenyawaan kimia atau manusia : obyek ilmiah tetap obyek ilmiah yang harus ditangani secara sama,baik dari segi teori maupun dari segi metodelogik. Salah satu contoh kaum positivis yang gigih semacam ini ialah ahli ilmu masyarakat Lundberg,yang berpendirian bahwa gejala-gejala kemasyarakatan bersifat sama “alaminya” dengan gejala-gejala fisik. Pendirian yang lebih lunak serta lebih bernuansa dianut oleh positivis Negel.Untuk memperlihatkan bahwa pendirian kaum positivis yang mempertahankan pembedaan antara pertimbangan factual dan pertimbangan nilai tidak dapat dipertahankan. Artinya, “pengumpulan fakta-fakta”dan apa yang secara umum dapat disebut pemberian penjelasan atau interpretasi bukanlah merupakan tahap-tahap penyelidikan yang dapat dibedakan secara jelas.Sedangkan kaum antipositivisme terdapat pula orang-orang yang menggunakan alas an penyaringan untuk memperkuat pendiriannya.Bukankan didalam cara penyaringan gejala-gejala kesejarahan serta kemasyarakatan bagi suatu penyelidik telah tersimpul peristiwa penilaian yang tidak mungkin diingkari. Semua itu memang harus diakui benar. Tetapi tidak berarti sekaligus terbukti pula bahwa watak obyektivitas penyelidikan mengalami cacad. Tetapi para penganut antipositivisme masih mempunyai saran-sarana lain untuk membela pendiriannya.mereka mempersilahkan kita memperhatikan pengertian-pengertian yang dipakai oleh para penyelenggara ilmu-ilmu manusia untuk turut mengadakan anlisa, deskripsi, tanggapan serta penjelasan terhadap gejala-gejala yang mereka selidiki. Berhubung adanya serangan-serangan yang mendukung penalaran-penalaran ditas tegaknya benteng-benteng pertahanan kaum positivisme tentu akan menyerah, setidak-tidaknya pasukan-pasukan yang bertahan di dalamnya tentu akan mengundurkan diri untuk menempati kedudukan-kedudukan yang baru.
Menurut sejumlah kaum obyektivis atau positivis, seorang ahli sejarah, hendaknya menghindari setiap pertimbangan nilai sendiri yang mana pun terhadap gejala-gejala yang termasuk dalam lapangan penyelidikan. Kiranya sukar untuk menentukan secara tepat sejauh mana ia boleh bertindak, dan dimanakah secara tepat batas yang tidak boleh dilampauinya, agar ia tidak dikatakan melampaui wewenangnya. Umpamanya, ia boleh berbicara mengenai peristiwa pengajaran terhadap para pemeluk kepercayaan lain, tetapi agar tidak sampai membahayakan obyektifitas,ia tadak boleh mengatakan bahwa pengajaran terhadap para pemeluk kepercayaan lain itu perbuatan yang buruk atau tercela.    
Pandangan kaum Induktivisme dan Falsifikanisme tentang ilmu, yang hanya memusatkan perhatian pada relasi antara teori dan observasi, dan telah gagal memperhitungkan kompleksitas yang terdapat dalam teori ilmiah yang urgen. Baik itu pada penekanan kaum induktifis naif yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi,  maupun kaum falsifikasi yang menarik dari hasil reduksinya.
Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik.  Dalam teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya,  yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris.
Klasik Kuhn memberikan image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam bebeapa stage, yaitu :             
Pra paradigma – Pra ilmu –Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi- Paradigma Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali- Krisis – Revolusi. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma.
adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :          
a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah.   
b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain : 
- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak    
- Kemampuan memecahkan problem khusus 
- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.   
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi.   Karena hal itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis.        
Popper, yang menggunakan “rasionalisme kritis”, menyambung gagasan kant terhadap pendirian empiris dari Hume ditandaskannya tidak perlu menunggu secara pasif berulangnya gejala, untuk mendasari hal itu, mencari keteraturan. Malah sebaliknya, kita berusaha secara aktif memaksakan kepada alam keteraturan.Tetapi Popper juga menggarisbawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis. Secara ringkas rasionalisme tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka bagi kritik. Lebih lanjut Popper mengatakan bahwa titik tolak selalu harus berbentuk permasalahan teoritis. Popper juga mengajukan suatu pandangan yang lebih histories dan dinamis mengenai ilmu yang selalu harus mengubah dan memperbaiki diri. Titik tolak suatu ilmu terletak pada melihat situasi permasalahan.Melihat kekuatan metode semacam itu pada keterbukaan terhadap penangkalan,namun berbeda dengan Popper dan lebih sehaluan dengan T .S. Kuhn, ia menyangkal adanya kemungkinan untuk experimentum cruces, yakni keadaan bahwa satu klasifikasi bias saja menghancurkan suatu teori. Karena fakta tanpa kerangka teoritis tidak pernah dapat menjadi relevan secara ilmiah. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya dan berhasil mengatasi permasalahan itu maka revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Tidak ada alasan yang logis menurut Kuhn yang murni mendemonstrasikan superioritas suatu paradigma atas paradigma lainnya, oleh sebab itu seorang ilmuwan secara rasional dapat berpindah dari paradigma yang satu ke paradigma lawan. Paradigma-paradigma yang bersaing tidak dapat saling diukur dengan standard yang sama.Suatu revolusi ilmiah adalah sama dengan membuang paradigma lama dan menerima paradigma yang baru. Revolusi akan berhasil bila pengalihan ini akan harus menyebar begitu rupa sehingga meliputi mayoritas masyarakat ilmiah bersangkutan dengan meninggalkan hanya sedikit orang-orang yang memisahkan diri.
 
























DAFTAR PUSTAKA

Nasoetion, Andi Hakim. 1989. Pengantar ke Filsafat Sains. Pustaka Litera  
     AntarNusa, p.t, Bogor.
Peursen, C.A. Van. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan. PT Gramedia, Jakarta.
Suriasumantri Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. PT
      Pancaraninta Indahgraha, Jakarta.
























TUGAS FILSAFAT UMUM

ARTIKEL
PERKEMBANGAN PERADABAN MANUSIA

Ditulis dalam rangka mengikuti ujian semester 1
Mata kuliah Filsafat Umum

 















                                                                 

Oleh :

Deni Ratnasari (2010 166 3001)




PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2010/2011



Previous
Next Post »

Translate