BAB 2
TINJUAN
PUSTAKA
2.1
Batasan Judul
2.1.1
Asuhan keperawatan adalah
serangkaian aksi yang digunakan untuk menetapkan merencanakan dan melaksanakan
pelayanan keperawatan dengan tujuan memberikan perawatan yang membantu konsumen
mencapai dan memelihara keadaan kehatannya sebaik meungkin. ( Walf xdkk, 1984 :
52)
2.1.2
Anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin ( Pusdiknakes, 1992; 3)
2.1.3
Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan
infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika
timbul tengatan angka kematiannya jcukup
tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Grade I : Panas 2 – 67
hari gejala umum tidak khas, uji
tourniguet hasilnya positif (UPF IKA, 1994 ; 201)
2.2
Konsep dasar DBD
2.2.1
Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
(Ngastiyah, 1995 ; 341)
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam yang berlangsung
akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak
menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan
perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang
disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes.
(Soedarto, 1990 ; 36)
2.2.2
Faktor penyebab DBD
2.2.2.1
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab
penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi
dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus
ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai
macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990; 36)
2.2.2.2
Vektor
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita lkepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama
pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37)
2.2.2.3
Host
Jika seseorang mendapat infeksi
dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik
tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. DBD akan terjadi hjika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi
pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38)
2.2.3
PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktivan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktivan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat
(3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2
di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu gipertermia yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehinggas terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat di sebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi
trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika
berlanjut terjadi SHOCK dan jika SHOCK tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan
dan akhirnya tejadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan
karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan
2.2.4
GAMBARAN KUNIS
2.2.4.1
Demam
Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak
spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan,
nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39)
2.2.4.2
Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada
hari ke 2 jdari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji
tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,
petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang
dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan
nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349)
2.2.4.3
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya
hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila
terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ;
39)
2.2.4.4
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi
pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan
sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39)
2.2.4.5
Gejala klinik lain yaitu nyeri
epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.
(Soedarto, 1995 ; 39)
2.2.4.6
Menurut derajat ringannya penyakit,
DBD dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.
Derajat I
Panas
2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2.
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah
dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa,
epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah
hseperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (<
20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah
80 mmHg.
4.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung
> - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
2.2.5
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk
mendiagnosis DBD dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan
laboratorium yakni :
Trombositopenia
(< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
IKA, 1994 pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti
bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah
kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi
pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut >
1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebi9h dari pada
1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka
kadang titernya dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ;
202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila
sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio
gram, kreatinin serum.
2.2.6
DIAGNOSA BANDING
2.2.6.1
Belum / tanpa renjatan :
1.
Campak
2.
Infeksi bakteri / virus lain
(tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem, hepatitis,
chikungunya)
2.2.6.2
Dengan renjatan
1.
Demam tipoid
2.
Renjatan septik oleh kuman gram
negatif lain
2.2.6.3
Dengan perdarahan
1.
Leukimia
2.
Anemia aplastik
2.2.6.4
Dengan kejang
1.
Ensefalitis
2.
meningitis
2.2.7
PERNCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan DBD seperti juga
penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan, terdiri dari
virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang
efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama
pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ; 56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF
(Sumarmo, 1998 ; 57)
1)
manfaatkan perubahan keadaan
nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat
hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2)
memutuskan lingkaran penularan
dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan
kesempatan penderita veremia.
3)
Mengusahakan pemberantasan vektor
di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah
penyangga sekitarnya.
4)
Mengusahakan pemberantasan vektor
di semua daerah berpotensi penularan tinggi
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit DBD ini yang paling penting adalah
upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat perindukannya dengan melakukan
“3M” yaitu
1)
Menguras tempat – tampet
penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau
menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2)
Menutup rapat – rapat tempat
penampung air dan
3)
Menguburkan / menyingkirkan barang
kaleng bekas yang dapat menampung air hujan seperti ®
dilanjutkan di baliknya
2.2.8
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan pasien
DBD bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
DBD ringan tidak perlu dirawat, DBD sedang kadang – kadang
tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam
pengawasan penderita di rumah dengan
kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit
( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF
IKA, 1994 ; 203) yaitu : panas 1-2 hari
disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang – kejang
; panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht meningkat.
Sedangkan penatalaksanaan DBD menurut UPF IKA, 1994 ; 203 –
206 adalah
2.2.8.1
Grade I dan II
1.
Hiperpireksia (suhu 400C
atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
2.
Terapi cairan
1)
infus cairan ringer laktat dengan
dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < kh atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2)
Untuk kasus yang menunjukan gejala
dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya
3.
2.2.8.2
2.2.9
2.3
ConversionConversion EmoticonEmoticon